Senandika Nadta

10.3K 531 21
                                    

Happy Reading!!!
.
.
.

"Udah berapa persen persiapanmu Yu?" tanya Hima, sudah sekitar 2 jam Wahyu dan Hima menghabiskan waktu di cafe salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta. Keduanya mulai berbincang serius tatkala Wahyu menyampaikan keputusannya untuk berhenti bekerja karena ingin melanjutkan mimpinya di negeri Paman Sam.

Lelaki itu agak khawatir dengan perubahan raut Hima, wanita itu nampak tak ikhlas akan keputusan Wahyu.

"Sembilan puluh sembilan persen," jawab Wahyu mantap.

"Aku nggak ikhlas loh Yu. Tapi yah gimana lagi ... kalo udah di sana sering-sering bagi kabar ya."

Wahyu mengangguk dengan senyum tipis. Dari lubuk hati terdalam Wahyu juga tidak tega, apalagi dengan melihat kondisi Hima yang tengah mengandung seperti ini, selain menggantungkan kepada para asisten di rumah, Wahyu paham jika 90% Hima bergantung dengannya mengingat ia adalah asisten pribadi.

Semenjak lulus dari sarjana ia sudah menghabiskan kurang lebih setahun bekerja menjadi asisten Hima. Wahyu bahagia menjalaninya terlebih Hima adalah orang yang amat membantunya waktu kuliah. Wanita yang kini berprofesi menjadi model itu memperlakukannya dengan sangat baik, karena bagi Hima, Wahyu adalah sahabat satu-satunya yang ia miliki. Tanpa Hima sadari jika seseorang yang ia anggap sebagai seorang sahabat itu mencintainya dalam sepi, merasakan apa yang dinamakan jatuh cinta sendiri.

Wanita baik untuk laki-laki baik, dan laki-laki baik untuk wanita baik. Kata-kata itu yang selalu Wahyu ingat, perkataan ibunya yang selalu ia pegang. Wahyu percaya takdir, masing-masing manusia mempunyai takdirnya sendiri.

"Siap Him!" sembari mengangkat tangan membentuk hormat.

"Kamu udah ngurus persiapannya? Sejak kapan? Bukannya kamu selalu sibuk karena urusanku Yu?"

"Udah kamu tenang aja. Sahabatmu ini memang pandai mengatur waktu, kalo nggak pandai mana mungkin aku bisa handel model yang harumin nama bangsa."

"Bisa aja Yu kamu hiburnya," lirih Hima.

Wanita itu mengelus perutnya. Kemarin ia bersama Wahyu pergi ke klinik kandungan. Memeriksa keadaan manusia yang kini bergelung nyaman di dalam rahimnya, mengingat akhir-akhir ini ia sibuk dengan agendanya.

Hima telah resign dari Our!Look, ia begitu sangat tidak percaya jika Ferdy selaku bosnya itu juga memainkan peran dalam hidupnya. Lelaki itu dengan tega menyewa mata-mata selama ini untuk membuntuti kehidupannya. Hima tidak tahu maksud dari perbuatan Ferdy namun yang jelas ini tidak jauh dari permainan Ferdy yang ingin mengambil saham milik Obrian. Hima baru tahu jika Arsel dan Ferdy sudah menjadi rival sejak masa kuliah.

Ferdy yang terjun di dunia naungan model, sedangkan Arsel yang terjun ke dunia bisnis konstruksi.

"Kau harus tahu Hima, Ferdy itu rivalku. Itu mengapa aku tidak suka kau bekerja sama dengannya. Dia menjadikanmu sebagai alat agar ia bisa mengambil beberapa persen saham milik Obrian dengan cara ... yah you know! kamu tengah hamil sekarang dan itu menyalahi kontrak kerja, seharusnya kamu paham betul peraturan milik Our!Look. Salah satu alasan kamu bisa tetap diterima disana bukan karena nama besarmu, lebih dari itu karena dia tahu jika kamu ini istriku. Tanyakan Gio jika kamu tak percaya, selama lebih dari 2 tahun Ferdy telah menyiapkan mata-mata tentangku juga dirimu. Seseorang yang baik sekalipun bisa melakukan segala cara jika ia haus uang."

Kata-kata itu selalu terngiang dalam ingatannya. Perkataan Arsel mengenai Ferdy yang selama ini membuntuti kehidupannya dan lebih parahnya lagi sudah 2 tahun! Jika dipikir berarti Hima sudah dimata-matai sejak kuliah. Ia jadi teringat akan ucapan Ferdy pada waktu itu di Perpustakaan kota.

Pelakor SosialitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang