Happy Reading!!!
.
.
."Aku mau pulang," pinta Hima kepada Arsel. Lelaki itu tak mengubris permintaannya tersebut membuat wanita berbadan dua itu sedikit memajukan bibirnya ke depan karena kesal, sepertinya Arsel terlalu menikmati sepiring nasi goreng di hadapannya.
"Arsel kamu denger aku nggak?" kesal Hima.
"Aku capek Arsel, aku mau pulang!" kembali Arsel hanya menoleh sekilas ke arah wanitanya tanpa menjawab sepatah katapun.
Sudah seharian penuh ia tertahan di kediaman lamanya, rumah yang dulu ia tempati bersama Arsel setahun terakhir. Hima sebenarnya ingin pulang namun, selepas dari Bandara Arsel memaksanya untuk ikut. Alhasil disinilah ia sekarang, menghabiskan seharian penuh bersama Arsel calon mantan suami.
"Kamu cerewet banget si, istirahat aja dulu. Itu makannya abisin! Nanti aku anter pulang so ... jangan berusaha buat pulang sendiri." Arsel meletakkan sendok dan garpu dengan tak santai sehingga menimbulkan bunyi benturan dengan meja kaca yang menggema mengisi ruangan.
"Aku nanti bakal nganterin, lagi pula Kakakmu dan Papamu belum pulang dari perjalanan bisnis bukan? Ayolah Him, kamu ini masih terikat denganku .... "
Arsel melanjutkan acara makannya, sembari memperhatikan Hima.
"Tapi aku yakin Papa dan Kak Hamis akan segera kembali ke Jakarta, aku sudah menyuruh Sita mengabarinya," ingat Hima.
"Seharusnya kamu ini diam saja, tak perlu menghubungi mereka. Kalau begini jadinya si tua--"
"Maksudmu apa si tua?!" potong Hima cepat ia tak terima sedangkan Arsel, lelaki itu terlihat mengutuk dirinya sendiri, tak seharusnya ia terang-terangan menunjukkan sikap tak sukanya kepada Aresrio dan Hamis di depan Hima yang notabene anak dari Aresrio dan adik dari Hamis.
"M-maksudku Papa sama Kak Hamis," ulang Arsel membenahi ucapannya, jeda tiga detik, "Kalau sudah begini nanti jadinya repot, aku pikir kamu bisa menghabiskan malam ini denganku. Yah ... tapi bagaimana lagi, aku akan mengantarkanmu pulang setelah ini."
Hima mendengus kesal, nyatanya sifat Arsel tak ubah dari Arsel yang ia kenal. Sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman tatkala melihat Arsel dengan lahap menikmati masakannya. Nasi goreng perdana yang ia buat sendiri untuk Arsel setelah sekian lamanya menjadi pasangan suami istri.
"Enak banget Him nasi gorengnya," puji Arsel. "Dulu aku berharap punya istri yang bisa masakin aku setiap hari, layanin aku layaknya pasturi pada umumnya, di rumah dan tugas aku yang cari uang."
Hima menoleh cepat, ia merasa tersinggung, meskipun begitu bibir berwarna merah alami itu memaksakan senyuman, "Tapi bukan berarti harus diselingkuhi bukan?"
Deg!!!
Arsel menunduk, dalam hati ia menertawakan dirinya sendiri. Lama keduanya terdiam.
Tangan Hima terulur meraih benda pintar miliknya, mengaktifkannya setelah seharian penuh ia tak memainkan benda pipih tersebut.
[" Hima aku mohon, jangan hubungi Nadta lagi. Aku rasa semester awal akan membuatnya kesusahan, terlebih ia juga baru menyesuaikan diri di tempat baru. Jangan balas apapun itu dari Nadta. Terima kasih Him, mohon bantuannya."]
Satu notifikasi pesan masuk dari Sandra. Hima menyapukan pandangan pada jam dinding besar yang terpasang di dalam lemari kaca menunjukkan pukul 22.29 malam dan pesan itu Sandra kirim jam 06.40 pagi. Bibir tipis tanpa polesan itu tersenyum terpaksa, rasanya berat. Padahal awalnya ia mengaktifkan ponsel alasan terbesarnya adalah Nadta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelakor Sosialita
RomanceHima seorang model kenamaan harus menelan pil pahit kala ia mengetahui jika sang suami Arsel masih berhubungan dengan pacarnya, Karin. Haruskah Hima bertahan? Atau melepaskan cinta pertamanya? Cerita ini adalah tentang hati yang harus memilih antara...