Happy Reading!!!
.
.
.Arsel tidak tahu lagi harus bagaimana mengetahui keadaan Hima sekarang ini. Bagaimana bisa ia melepaskan Hima disaat istrinya tengah berbadan dua? Kabar yang Arsel ketahui sekarang tak ayal membuatnya pening.
Sungguh ia tak bisa menerima apa yang telah terjadi hari ini. Semuanya seakan dibuat sedemikian rupa oleh sang kuasa hingga ia sebagai hamba hanya bisa menerima. Dari mulai Karin yang tengah mengandung, kemudian Hima yang meminta ia untuk bercerai dan kini yang ia ketahui sekarang Hima juga tengah berbadan dua.
Ia berhenti bernapas ketika dokter menyatakan Hima postif hamil. Bagaimana bisa ia tidak tahu?
Arsel benar-benar menyalahkan diri. Ia seakan tidak memiliki tanggung jawab besar bukan hanya kepada Hima pun Karin demikian. Jika seperti ini ia rasa ingin kembali ke masa kecil, menjadi anak-anak yang tidak memikirkan hal lain kecuali bermain.
Apa yang harus Arsel perbuat kedepannya. Ia ingin terbebas dari hal seperti ini, ia ingin bebas.
Mengetahui jika Hima telah pulih kesadarannya Arsel memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut, meninggalkan Hima sendiri dengan berbagai pertanyaan yang mencokol di kepala cantiknya. Arsel ingin sendiri menenangkan pikiran.
Sebelum itu ia juga meminta Via selaku sekretarisnya untuk menjaga Hima sewaktu dirinya menenangkan diri.
Arsel terhanyut dalam pikirannya. Duduk sendiri di kantin rumah sakit dengan pandangan kosong. Hingga dering telepon menyadarkannya dari lamunan.
Tertera nama Wahyu di sana. Ia tak mematikan ataupun menerima panggilan dari Wahyu, yang ia lakukan hanya memandangi layar tersebut sampai dering panggilan berakhir. Tiga kali telepon masuk tak sekalipun Arsel gubris.
"Jawab pertanyaanku Sel. Jujur ... Aku mohon, jika aku berikan pilihan untukmu melepaskan Karin atau aku maka siapa yang kamu pilih dan siapa juga yang kamu pertahankan?"
"Tidak bisa Hima ... "
"Jangan egois."
"Kamu tau? Kamu akan menjadi seorang ayah dari anak yang kini tengah dikandung Karin ... apa kamu tidak akan memilihnya? Jangan egois aku mohon, bayi itu butuh kamu. Setidaknya jika kamu tidak bisa membuat aku atau Karin bahagia. Maka tolong jangan kamu buat kecewa anak itu."
"Aku mohon lepaskan aku, pertahankan Karin juga bayinya, itu anakmu. Jangan khawatirkan aku atau mengasihaniku, aku juga akan fokus dengan duniaku, modeling."
"Hamil? Karin?"
"Nikahi dia secara negara secepatnya. Lalu urus perceraian kita."
"Hima ... apa tidak ada pilihan lain selain bercerai?"
"Apa? Kamu tega liat aku bakal sakit hati ketika bayi itu lahir? Kamu tega biarin aku terpasung dalam luka ketika kita masih bersama? Kamu tega ... membiarkan aku tetap bertahan? Apa kamu tidak mempedulikan apa yang aku rasakan? Jangan egois biarkan aku meraih bahagia sendiri. Jika aku tidak mendapatkannya di sini maka aku akan keluar untuk mencari."
"Lepaskan aku ... Aku mohon."
"Apa kamu tidak bahagia selama ini?"
Himanya menggeleng.
"Aku masih punya kebahagiaan lain, yakni ketika melihat tawa anak kecil bahagia saat aku mengikuti kunjungan di beberapa daerah. Anak kecil itu ... harus dijaga hatinya karena mereka adalah penerus. Bagaimana kedamaian hidup di masa depan adalah bagaimana tindakan mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelakor Sosialita
RomanceHima seorang model kenamaan harus menelan pil pahit kala ia mengetahui jika sang suami Arsel masih berhubungan dengan pacarnya, Karin. Haruskah Hima bertahan? Atau melepaskan cinta pertamanya? Cerita ini adalah tentang hati yang harus memilih antara...