Happy Reading !!!
.
.
."Nggak Ya! Mama nggak setuju, kamu ini gila Marsel! Salah apa Mama sama Tuhan ngelahirin anak macem kamu."
Maria menolak dengan tegas ide gila anaknya, bagaimana bisa Arsel berpikir jika kelak anak Hima lahir maka bayinya akan ditukar dengan bayi Karin. Membayangkan saja membuat hati wanita itu pilu, Maria tidak bisa berpikir lagi jika ia berada di posisi Hima. Ibu mana yang tidak sedih saat anak kandungnya ditukar tanpa sepengetahuan.
"Gila kamu gila!" ucap Maria dengan amarah yang meletup-letup.
"Kamu nyuruh Mama dateng, Mama jauh-jauh dari Australia ke sini cuma untuk dengerin ide gilamu ini, Mama kira penting! Mama sama Isla menentang keras keputusanmu ini, jika pun nanti kamu lakuin Mama nggak bakal bantuin kamu."
Arsel menyapukan pandangannya ke arah pria paruh baya yang duduk bersebelahan dengan sang Mama. Pria itu adalah Papanya, Bima Obrian.
"Bagaimana dengan Papa? Papa sayang kan sama cucu Papa sendiri, Papa nggak mau kan cucu Papa lahir dari rahim Karin yang Mama sebut dia wanita ular? Papa mau cucu dari aku dan Hima kan Pa?"
Bima terdiam cukup lama, ia masih tidak menyangka dengan ide sang putra.
"Papa liat ini," ucap Arsel sembari menunjuk bagian luka pada mukanya.
"Ini perbuatan Kakak IPAR," ucap Arsel menekan kata ipar.
"Lalu bagaimana jika anak Hima lahir lebih dulu dari Karin? Usia kandungan Hima telah memasuki usia berapa?"
"Tiga bulan jalan empat kurang lebih, operasi mungkin jalan tengah. Dokter sekarang canggih Pa," tukas Arsel.
"Papa setuju," jawab Obrian mantap.
"Papa!" teriak Maria tidak habis pikir dengan sang suami.
"Good Pa! Arsel berharap semuanya akan berjalan sesuai keinginan, setelah dia lahir dia akan besar di Jerman. Arsel juga bakal cabut kuliah Isla di Darwin."
"Maksudmu apa Marsel?" tanya Maria kepada sang anak yang duduk di sofa tunggal.
"Jadi gini Mah, setelah bayi aku dan Hima lahir, dia akan besar di Jerman. Kalau di sini resiko besar, ada Wahyu, Hamis, dan Aresrio! Mereka bisa tau ... maka dari itu aku meminta Mama dan Isla balik ke rumah Kakek Nenek."
"Kasian Isla!" teriak Maria frustrasi.
"Aku bakal biayain sampe lulus Ma," ucap Arsel enteng.
"Marselino! Apa sebenarnya yang ada di otak kamu ini? Kamu berbicara seolah kamu ini yang bakal nentuin takdir seseorang! Kamu bukan Tuhan Nak! Kamu tau hukum karma? Mama nggak berharap kamu bakal dapetin itu, sungguh penyesalan ada di akhir," setelah berucap panjang lebar Maria berdiri dari posisi duduknya melangkah meninggalkan dua pria Obrian yang membuatnya kesal.
Kaki Maria yang hendak melangkah menuju kamar dipaksa berbelok ke arah pintu utama saat dirasa ada seseorang yang menekan bell pintu. Bibirnya tersenyum bengis saat melihat dari layar intercom menampilkan wajah perempuan yang amat ia kutuk.
"Mau apa lagi dia ke sini?"
Pintu utama Maria buka, ia berdiri sembari berkacak pinggang. "Mau apa?" tanya Maria to the point.
"Mama, aku Karin calon istri Arsel." Karin tanpa ragu mengulurkan tangannya. Melihat itu membuat Maria geram, ia menepis kasar uluran tangan Karin.
"Jangan panggil saya Mama! Saya bukan Mama kamu dan kamu bukan menantu saya!" teriak Maria.
"T-tapi aku sedang mengandung anak Arsel, cucu Mama," cicit Karin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelakor Sosialita
RomanceHima seorang model kenamaan harus menelan pil pahit kala ia mengetahui jika sang suami Arsel masih berhubungan dengan pacarnya, Karin. Haruskah Hima bertahan? Atau melepaskan cinta pertamanya? Cerita ini adalah tentang hati yang harus memilih antara...