43. permintaan

113 11 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum
Jangan baca waktu sholat, utamakan baca Al Qur'an, Ok👌







Happy Reading✨

Bangunan yang begitu ramai dikunjungi orang-orang, ramai juga yang berseragam putih, tempat yang dibutuhkan orang-orang untuk mengatasi sebagian masalah mereka, yaitu kesehatan.

Anara turun dari motornya, serta membaguskan jilbabnya yang sedikit miring akibat terpaan angin motor.

"Yudah, yuk!" ajak Anara, dan diikuti langkahnya oleh Arsen.

Anara berjalan dengan tak lupa mengayun-ayunkan plastik oleh-olehnya, maksudnya buah tangan. Dengan mata liarnya melihat sekeliling orang-orang.

Tak jarang dia merasa sedih, melihat mereka yang terbaring di atas kasur, mereka yang duduk di atas kursi roda dengan keluarga yang setia menemaninya, dan mungkin justru sama sekali tidak ada, dia pun tersenyum kecut, melihat itu semua, dan mengembalikan semuanya pada keadaannya sekarang.

"Masih jauh?" tanya Arsen, yang juga memainkan mata liarnya melihat kanan kiri.

Anara menggeleng. " Nggak, itu di depan dekat belokan." ucapnya menunjuk santai, hingga matanya teralihkan oleh seorang pemuda berjaskan putih itu, dengan perpaduan kemeja biru dongker, membuat kesan menawannyanya begitu menonjol, ralat tanpa begitupun, memang udah menawan ya, hihihi.

Langkah Anara terhenti, dan langsung membalikkan tubuhnya membelakangi arah tujuannya.

Arsen yang menyadari tingkah Anara itu pun ikut berhenti, dan menyerngit bingung. " Kenapa? salah ruang ya?" tanya Arsen menebak-nebak.

"E, e-itu," ucap Anara yang bingung.

"Ini, em, Nara kebelet kak. " ucapnya dengan menunjukkan ekpresi menahannya, " Jadi kakak luan ya, ruangannya yang Nara tunjuk tadi, Anara pergi dulu kak, gak tahan." ucapnya dengan cepat, dan langsung meninggalkan tempat itu.

"A... " ucap Arsen tak jadi, akibat langkah Anara yang begitu saja meninggalkannya, niatnya ingin mengatakan toilet di ruangan Adnan kan ada, kenapa harus mencari yang jauh.

Diapun hanya menuruti perintah Anara itu, tak mau berpikir pusing, memikirkan tingkah adiknya itu, mungkin karena kebelet, sesimpel itu lah pikirannya, dan dia langsung menuju ruangan yang sempat ditunjuk Anara tadi.

Anara bingung harus sembunyi dimana, dia berjalan dengan cepat. Hingga dia memutuskan untuk berhenti, dan sepertinya tujuannya membawanya ke toilet, walau awalnya hanya sebagai alasan.

Huh huh huh...

Nafasnya yang sedikit ngos-ngosan, dia pun menjongkokkan dirinya di depan pintu toilet, tak peduli tatapan orang-orang melihatnya aneh, yang jelas sekarang dia bingung harus bagaimana.

"Kok bisa dokter ferry disini ya? kan ini bukan rumah sakit tempat kerjanya, nanti kalau aku ketahuan gimana?" batinnya yang sedang bergumul, tak lupa memperlihatkan raut khawatirnya.

"Maafin Nara ya kak udah bohong, maafin Anara ya Allah." ucapnya lirih dengan memejamkan matanya dengan tangan menengadah ke atas.

Hingga sentuhan tangan menyentuh pudaknya, membuatnya sontak kaget dan langsung mengambil posisi berdiri. " Astaghfirullah... " ucapnya memegang dadanya, mencoba menenangkan.

"Neng kenapa?" tanya seorang wanita berumur, dengan raut sedikit takut melihat Anara.

Anara dengan cepat menggelengkan Kepalanya. " Nggak kok buk, cuman lagi berfikir aja." ucap Anara polos dengan tak lupa nyengirnya.

Between Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang