Twenty

4.8K 693 15
                                    

Sudah hampir dua minggu Roseanne disibukkan dengan rutinitas pekerjaan, proyek yang ia pimpin benar - benar banyak menyita waktu, tenaga dan pikirannya. Sehingga seolah semesta sengaja untuk membuat dirinya berhenti memikirkan Jeffrey. Dia bersyukur setidaknya ada suatu hal yang dapat mengalihkan perhatiannya dari pertanyaan besar akan hubungannya dengan Jeffrey.

Soal Juan, Roseanne menganggap urusan dia dengan pria satu itu sudah selesai tetapi entahlah untuk Juan. Tetapi melihat setiap kali mereka selesai rapat dan Juan tak lagi mengajak dirinya berbicara maka Roseanne anggap Juan sudah mengerti.

"Bu Roseanne! Bu Roseanne!" Tidak ada yang tidak mengenal suara keras ini, Roseanne tersenyum saja mendengarnya

"Ya Bara masuk aja"

Pria berperawakan gendut dan tinggi memasuki ruangannya dengan heboh sama sekali tidak mencerminkan namanya yang terkesan sangat cool.

"Bu! Jangan kaget ya" Roseanne terkekeh kepada perwakilan humas di timnya ini lalu mengangguk menunggu Bara melanjutkan perkataannya

"Proyek kita masuk salah satu nominasi bu! di National Startup Summit!"

"Apa?"

"Saya juga tidak percaya Bu! Diam - diam perusahaan mengirim proyek kita. Baru saja saya diberitahu Manager PR dan lusa adalah hari-h nya Bu! Bu Roseanne wajib datang sebagai perwakilan! Bu saya ikut ya bu?" Cerocos Bara didepan meja kerja Roseanne

"Bar, jangan bercanda"

"Beneran ibuku yang paling cantik! Bu Roseanne saya ikut ya bu-"

"Iya Bar, iya" Roseanne tertawa setelahnya.

---

"Pak Jeffrey"

"Ya"

"Saya sudah memesankan tiket penerbangan untuk anda ." Semula Jeffrey fokus pada berkas dan monitornya sebelum ia berpaling pada Dion yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Ia menatap Dion gamblang.

Pagi tadi ia memutuskan untuk kembali ke Seattle. Urusan kantor sudah clear dan ... urusan hubungan itu. Sudah tidak ada harapannya lagi.

Semenjak ia mendengarkan kalimat yang membuat darahnya mendidih dan hatinya terasa diremas. Dia benar-benar mencoba untuk tidak untuk merespon panggilan gadis itu, mencoba untuk tidak berhubungan lagi dengan Roseanne. Karena ia tidak ingin berharap lebih lagi.

Mereka hanya teman dan Roseanne sudah memiliki pria lain dihatinya. Dia terlambat atau memang dari awal mereka tidak bisa bersama. Jeffrey bodoh sudah mengharapkan sesuatu yang lebih pada hubungannya dengan Roseanne. Berharap lebih ketika gadis itu saja mungkin hanya ingin menemani atau menghibur dirinya yang menyedihkan ini.

"Pak Jeffrey?"

Jeffrey keluar dari bulatan pemikirannya.

"Apakah anda baik-baik saja?"

"Ya fine, terima kasih Dion, kamu boleh pergi" Dion hanya mengangguk lalu keluar dari ruangan atasannya. Sedangkan Jeffrey memilih untuk meninggalkan pekerjaanya dan berjalan mendekati jendela kaca yang menampilkan langit cerah. Menyimpan baik - baik gambaran langit biru Jakarta dalam ingatannya.

Lalu kembali pikirannya menerawang jauh.

Apakah ini akhir dari kepulangannya ke Indonesia? Apakah hanya dengan selesainya urusannya dengan kantor? Bagaimana dengan...

Jeffrey akui. Dia kembali di Indonesia bukan hanya karena urusan kantor tetapi juga.. untuk gadis itu.

Sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pulang. Sebuah harapan untuk bertemu dengan Roseanne merupakan hanya suatu kemustahilan. Namun ketika suatu hal itu datang. Ia perlu pulang dan mencari gadis itu. Ia perlu menjaga gadis yang dia cintai, Roseanne. Dia perlu menjaga keselamatan Roseanne.

---

Akhir pekan Roseanne memilih untuk menginap di rumah kedua orang tuanya. Dua minggu terakhir terasa sangat melelahkan. Proyek yang ia pimpin telah selesai diimplementasi dan semoga saja klien nya merasa puas. Dan ditambah untuk pertama kali proyek yang ia pimpin mendapat nominasi penghargaan. Ya, Roseanne bahagia setidaknya satu proyek besar sudah selesai dan salah satu cita-citanya hampir terwujud, tetapi rasanya bahagia ini bukan bahagia yang.. Roseanne inginkan.

Terasa ada yang kurang.

"Roseanne" suara berat ayahnya membuyarkan lamunan Roseanne yang saat ini duduk menghadap jendela yang menampilkan taman depan rumah

"Pa" lelaki paruh baya tersebut membalas senyuman Roseanne dan ikut duduk disamping putrinya.

"Kenapa?"

"Hm?" Roseanne menggeleng sembari tersenyum lalu kembali menoleh kearah jendela luar

"Biasanya kamu pulang itu ketika ada sesuatu. Ya, antara senang atau sedih, kamu yang mana sekarang?" perkataan Ayahnya membuat Roseanne tertawa kecil

"Yang senang, kan proyekku masuk nominasi." jawab putrinya dengan senyum yang tak sampai mata, dan lelaki paruh baya itu menyadari makna senyuman itu.

Hening menyelimuti pasangan ayah dan anak tersebut.

"Roseanne." Roseanne yang kembali menatap jendela luar menjadi semakin sendu tak kala ayahnya menyebut namanya dengan penuh pengertian,

"Ceritakan saja, jangan kamu pendam sendiri Rosie" raut muka sang putri yang berubah membuat pria paruh baya tersebut semakin yakin bahwa ada sesuatu dengan perasaan putrinya.

"Soal Jeffrey" kata Roseanne amat pelan hingga bisa dianggap bisikan namun masih terdengar ditelinga Ayahnya membuat pria paruh baya itu menaikkan alisnya. Ini kali pertama Roseanne berbicara tentang Jeffrey setelah acara pernikahan Loey.

"-aku enggak tahu Pa" ujar Roseanne bergetar, lalu mata gadis itu berkaca ketika menatap Ayahnya, "aku enggak tahu, aku harus bagaimana-tapi buat apa?" Roseanne menarik nafasnya dengan berat, sang ayah hanya diam mendengarkan

"Dia-aku, kami- Salah paham tapi aku tidak tahu-" lelehan air mata keluar, "tidak ada lagi komunikasi. tidak ada lagi-hubungan. dan mungkin saja dia sudah kembali ke-"

Roseanne tak kuasa menahan air mata, ia menunduk dan didalam hati mengakui satu hal, yang selama ini ia urung untuk mengakuinya, "Aku suka sama dia Pa. Aku sayang. Aku kangen. Aku kangen Pa. Tapi-" Di sela isakannya ia menggeleng untuk mengakhiri perkataannya yang mungkin kurang jelas karena sesungguhnya ia bingung bagaimana cara menjabarkan perasaannya.

Tangan hangat Ayahnya mengusap pelan punggung Roseanne bergetar karena tangisan.

"Papa mengerti. Dan dari sudut pandang seorang pria-walau Papa nggak tahu apa-apa soal cinta, selain cinta Papa sama Mama kamu" perkataan itu sedikit membuat Roseanne terhibur disela isakannya, "Papa menyarankan, kamu perlu bertemu dengan dia. Kalian perlu bicara.

---

"Tidak perlu Dion, aku akan berangkat sendiri, dan besok sebelum berangkat orang tuaku akan datang menemui kita. Ya,. Terima kasih Dion" Jeffrey meletakkan ponselnya ke atas ranjang lalu kembali melakukan aktivitas yang sempat tertunda, memasukkan pakaian kedalam koper.

Tidak banyak barang ia bawa hanya pakaian dan keperluan kantor. Sesudah selesai dengan pakaian ia menuju meja kerjanya. Mengambil semua berkas diatas meja, mengecek satu persatu laci lalu Jeffrey menarik laci terbawah meja kerjanya.

Ia Menemukan surat yang sudah lusuh. Ia hanya menatap surat tersebut sebelum akhirnya mengambilnya walau ia tidak yakin apakah ia bisa untuk membaca kembali isi surat tersebut.

Tangan Jeffrey membuka isi surat, menarik secarik kertas yang tak kalah lusuh. Membuka lipatanya..



Untuk adikku tersayang,

---

kali ini chaptny singkat jga gada 1000 kata keknya :( maap ya gengs krn kusesuaikan dgn momentnya jga :((

btw terima kasih pake banget buat kalian yang sudah sempat membaca cerita ini ;)

jangan lupa vote, comment, and share <3 you gengs very precious for meh :*

pulang • jaeroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang