Thirty-Four

4.2K 640 45
                                    

jangan lupa vote and comment <3

---

Hampir tiga minggu Roseanne di rawat inap. Pemulihannya begitu cepat sehingga membuat keluarga dan sahabatnya bersyukur melihat keadaan Roseanne yang menjadi lebih baik, namun sayang. Roseanne menjadi lebih pendiam.

Dari malam dimana Roseanne terbangun dari tidur panjangnya dan menangis histeris mendengar perkataan Ayahnya ia menjadi sosok gadis yang berbeda. Yang semula ceria dan selalu menjadi pelangi ditengah keluarga beruh menjadi sosok yang sering merenung dan pendiam.

Siapapun tahu alasan mengapa Roseanne menjadi lebih pendiam dan mereka tidak ingin lagi untuk mengungkit kembali, mengingat perkataan psikiater yang menangani Roseanne untuk terus tidak membuat pasien semakin stress dan juga mereka tidak ingin memaksa Roseanne untuk berbicara.

Hari ini adalah hari terakhir Roseanne rawat inap. Dibantu dengan Loey dan istrinya, Wendy Roseanne memasukkan pakaian dan barang yang lain. Suasana kamar benar-benar hening, hanya suara televisi yang tak ditonton mengisi kekosongan kamar. Hanya samar-samar pula suara Wendy yang bertanya kepada Loey ataupun Roseanne yang hanya tersenyum mengangguk dan menggeleng menanggapi pertanyaan Wendy. Dan itu sukses membuat Wendy menoleh kearah Loey yang sepertinya memiliki pemikiran yang sama, Wendy hanya tersenyum untuk memberikan pengertian kepada suaminya untuk memahami perasaan adiknya. Loey cemberut dan merasa sudah tak tahan lagi untuk memaklumi Roseanne.

Wendy menghela nafas lalu mengangguk, "aku ke kantin rumah sakit bentar ya, mau beli soto buat aku sama Roseanne, kamu mau nitip nasi goreng?" Loey mengangguk lalu Wendy tanpa suara mengambil dompet dan meninggalkan kamar inap Roseanne.

"Dek"

"Hm"

"Liat kakak dong"

"Apa?" Biasanya Roseanne akan menjawab dengan teriakan sebal, namun sekarang berbeda. Adiknya hanya bertanya tanpa ekspresi.

"Kamu kenapa sih?"

"Enggak kenapa-napa kok" Jawab Roseanne berbalik kemudian melanjutkan melipat pakaian dan memasukannya kedalam kopernya.

"Jangang bohong." Tidak ada jawaban, "Terus terang aja ya. Kamu galau in si Jeffrey-Jeffrey itu kan?"

Telinga Roseanne seakan tak mau mendengar, terus memunggungi Loey yang sudah berkacak pinggang di pantry kecil yang ada di kamar inap.

"Kakak gak habis pikir. Cowok itu udah bikin kamu babak belur dan gak sadarkan diri tiga hari tapi masih aja kamu galauin, kamu pikirin. Well walaupun bukan dia yang bikin kamu begitu tapi yah intinya dia penyebab kamu kenapa-napa kan? Dan juga, kalau dia tau kamu bakal celaka kenapa dia enggak jauhin kamu atau kalau dia memang sayang banget sama kamu yah nyewa pengawal kek. Biasanya kan di film orang-orang kayak dia bakalan nyewa tim keamanan kalau dari awal udah tau bakal diancam. Makanya Kakak gak terima dan berantem sama si kampret Jeffrey itu pas tau-tau kamu kondisinya parah banget" Lagi-lagi tidak ada jawaban, Loey bisa melihat Roseanne menghentikan kegiatan melipatnya,

"Kakak berantem sama dia karena kakak mempertanyakan tanggung jawabnya! Kakak rasa cara dia bertanggung jawab salah-dia ingin mengatasi semuanya sendirian, tapi lihat hasilnya kamu hampir mati karena dia merasa bisa sendiri untuk mengatasi dan membuat kamu aman dari si bangsat Alle-Alle." Sekuat tenaga Loey mencoba untuk mendinginkan kepalanya yang mendidih. Mengingat malam dimana ia menjontos tanpa ampun kepada Jeffrey yang baru saja selesai menjelaskan semuanya secara detail kepadanya dilorong rumah sakit.

"Udahlah susah ngomong sama kamu sekarang. Kakak cuman pingin kamu balik ke Roseanne yang kita kenal dulu. Berhenti pikirin si Jeffrey itu, buat apa sih di galau in wong dia gak kemana mana-eh."

pulang • jaeroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang