Judul lagu multimedia :
Diablo : Voice (Ost. KDRAMA VOICE 3. Instrumental version)
.
Baiklah, saya peringatkan kalau part ini bakal sangat panjang teman2. Dan ke depannya satu part bisa saya bagi jadi 3 karena saking panjangnya karena kita sudah mendekati pertengahan cerita 😆
.
Terima kasih sekali lagi bagi kalian yang sudah membaca hingga sejauh ini.
.
Sungguh saya terharu. Karena saya pikir genre seperti ini tak terlalu banyak minatnya di Indonesia. Tadinya berpikir untuk membuat versi Bahasa Inggris, apa daya Englesh saya vas-vas an😆
.
I luv u all.
Warm and Regards💗
******************************"Ketidak adilan muncul dari kerakusan dan ketamakan. Dan dari ketidak adilan, melahirkan lebih banyak lagi kejahatan"
~ Alex Christian~
💗Saat Alex dan Herman tiba di wilayah Apartemen Anggita, tempat itu sudah ramai dan dipenuhi oleh Polisi. Herman segera mendatangi salah satu anggota Kepolisian dan ia kenali sebagai orang yang menggantikan shiftnya semalam.
"Aiptu Tanjung"
Lelaki yang sekiranya sepantaran dengan Alex tersebut segera merespon dan memberikan anggukan pada dua Agen yang baru saja datang itu.
"Apa yang terjadi?" tanya Alex?
"Beliau datang kemari karena sudah ada janji dengan Saudari Anggita. Tapi sudah diketuk, di bel, dan menunggu nyaris setengah jam, si empunya rumah tidak keluar juga. Akhirnya beliau panik dan meminta kunci cadangan kepada pihak Apartemen. Saat kami masuk, kondisi di dalam sudah sangat berantakan" jawab si Aiptu.
Alex melirik ke arah pria bertubuh tinggi kurus, berkulit putih dan cukup tampan, yang berdiri di samping Aiptu Tanjung, ekspresinya gelisah, dia tak henti menelpon seseorang melalui ponselnya.
"Tunggu dulu, anda Surya bukan? Manajer dari Flying Night?" tanya Herman.
Pria bernama Surya itu seketika mengalihkan perhatiannya pada sosok Herman. "Anda?"
"Jadi, apa hubungan anda dengan Saudari Anggita sampai harus mencarinya pagi-pagi begini. Saya rasa lebih dari masalah perkerjaan bukan?" tanya Alex. Penuh selidik.
"Anggita adalah kekasih saya, dan ini rumah yang saya belikan untuknya"
"Apa?!" Herman jelas-jelas terkejut.
Sekarang terjawab sudah pertanyaan Alex. Dari mana Anggita bisa mendapatkan uang untuk menyewa atau membeli apartemen di area mewah seperti ini.
"Semalam kami harusnya bertemu, tapi dia mendadak membatalkannya karena katanya tidak enak badan, dia juga melarang saya ke sini karena dia tahu kalau malam saya sangat repot,lalu dia mematikan ponselnya. Pagi ini saya berniat menengoknya, meski ponselnya mati, tapi tahunya..."Surya tak melanjutkan ucapannya.
"Apa anda tahu posisi Nona Anggita sedang berada dalam perlindungan saksi?" tanya Alex lagi
Surya mendecihm. "Saya tahu, semalam dia memberi tahu saya, itu sebabnya dia sakit karena tiba-tiba ada sekelompok Polisi menggedor pintu rumahnya kemarin malam, dan memberitahu kalau mereka harus menjaganya karena dia bisa jadi target pembunuhan berantai berikutnya" lalu melemparkan pandangan kesal ke arah Herman juga Aiptu di sampingnya.
Alex menoleh seraya mendengus jengkel pada rekannya itu.
Menggaruk belakang kepala, Herman berkata. "Maaf Wakil Kapten, semalam kami memang keceplosan, mengatakan hal itu pada saudari Anggita"
"Jam berapa anda berkomunikasi dengan Saudari Anggita?" tanya Alex lagi, mengalihkan perhatiannya kembali pada Surya.
"Sekitar pukul sepuluh malam, setelah itu handphonenya tidak aktif lagi" jawab Surya.
Alex berpaling pada Aiptu Tanjung. "Semalam apa ada keanehan?"
Perwira muda itu menggeleng. "Kami berjaga di dalam lobi, parkiran juga luar gedung. Saya di dalam lobi, sisanya ada 8 orang tersebar di area halaman depan juga luar tempat ini. Jika memang ada keanehan sudah pasti kami tahu"
"Bagaimana dengan CCTV?"
"Itu dia Ndan, sempat mengalami gangguan semalam"
"Jam?!" nada Alex meninggi tiba-tiba.
"Sekitar pukul sepuluh, selama satu jam. Setelah itu semuanya membaik. Saya tahu karena tim keamanan sempat ribut saat itu hingga pegawai reparasinya datang"
Alex seketika mengumpat. "Antar aku ke sana" lalu menoleh pada Surya. "Tolong anda tetap di sini, saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan"
Setelah berkata begitu, Alex ditemani Herman dan si perwira bergegas menuju ruang keamanan yang terletak di ujung lantai dasar gedung tersebut. Dan para petugas shift pagi mengaku kalau semalam memang sempat ada kerusakan.
"Asalnya dari virus aneh yang muncul tiba-tiba, lalu semua jaringan kami mati" kata si Supervisor keamanan.
Alex berpikir cepat. "Apa ada kendaraan yang biasanya diparkir dari pagi sampai malam atau sebaliknya di area belakang atau depan gedung?" tanyanya.
Supervisor tampak berpikir. "Ah, iya ada. Manajer pengelola kami ada dua orang dan shift mereka juga bergantian. Kendaraannya biasanya ditaruh di area belakang gedung dekat kantornya.
"Bagus. Tolong hubungi Manajer yang bertugas semalam dan minta beliau datang secepatnya. Kami membutuhkan black boxnya " lalu menoleh kepada Herman. "Mintalah Elang untuk menyelidiki kamera pengawas lalu lintas area ini, mulai dari pukul sepuluh hingga sebelas. Lacak juga ponsel Anggita, belum ada satu hari, pelaku pasti masih menyimpannya. Dia butuh benda dan nomornya untuk mengirim pesan kematian soal Anggita kepada orang terdekatnya"
Rekannya mengangguk, lalu segera melaksanakan tugasnya.
Alex dan Aiptu Tanjung lalu kembali menuju unit Anggita. Setibanya di sana, tim Forensik juga sudah datang. Dilihatnya Surya yang kini duduk di atas sofa, kedua siku tangan tertumpu diatas pangkuannya, sepasang telapak tangannya menutupi wajahnya. Dia terlihat frustasi.
"Bapak Surya, apa anda tidak merasakan keganjilan saat berkomunikasi semalam dengan Saudari?" tanya Alex. Membuat pria itu mendongak, lalu tampak berpikir.
"Tidak...rasanya semua normal saja. Cuma suaranya memang serak"
Herman yang baru saja datang berkata. "Perasaan kemarin saat saya datang untuk menemuinya, dia baik-baik saja?"
Perkataan Herman semakin membuat Surya stress.
Alex melemparkan pandangan ke sekeliling ruangan. Berjalan pelan seraya mengamati satu persatu.
'Tidak ada tanda-tanda perkelahian, rasanya lebih mirip sengaja diobrak-abrik untuk menutupi sesuatu. Tapi apa?'
Sosok itu tiba-tiba muncul dari dalam ruang tidur. Saraswati, asisten dari Dante Allen.
"Ah, anda" gadis muda itu terkejut.
"Bagaimana hasilnya?"
Saras kemudian menyampaikan penemuan tim Forensik sejauh ini dan semua tepat sesuai perkiraan Alex.
"Bahkan tidak ada tanda-tanda kerusakan dimanapun. Bisa jadi pelakunya dikenali oleh saudari Anggita" kata Saras. Menyuarakan pikiran Alex.
"Kalau begitu Anggita pergi bersama seseorang yang dia kenal, lalu apa arti semua ini?"
"Kami menemukan sesuatu disini!" suara rekan kerja Saras seketika mengalihkan fokus semua orang.
Semuanya segera menuju ruang makan, dimana dua orang Forensik tengah meneliti dari dalam sampah. Salah satu rekan Saras berdiri seraya menyodorkan sebuah kaleng lemon tea di dalam plastik ke hadapan Alex dan yang lain.
"Kami menemukan cairan berisi obat tidur di dalam sini"
"Ketamin?" tanya Alex.
"Masih belum bisa dipastikan, harus diteliti lagi di Labolatorium" lalu memberikannya pada Saras.
"Akan kuberitahu hasilnya secepatnya" ujar Saras. Diikuti anggukan Alex. Gadis itu lalu memutar tubuh dan beranjak pergi.
"Apa maksudnya semua ini? Jadi pelakunya memang seseorang yang dikenali oleh Anggita?" Herman berbisik di samping Alex.
"Sepertinya begitu, dan semua kekacauan ini hanyalah bentuk pengalihan" lalu menatap Surya. "Apa anda kenal kawan-kawan dekat kekasih anda?"
"Sesungguhnya dia cenderung malas bersosialisasi, hanya bertemu teman-temannya di Klub saja"
"Dan para kliennya?"
"Gadisku bukan pelacur! Dia cuma menemani para tamu minum tak lebih dari itu. Aku selalu mengawasi semua aktifitasnya!" jawab Surya, sedikit marah dan defensif.
Herman berdeham, merasa sedikit bersalah.
"Jika dia menghubungi anda, segera hubungi kami. Anda sudah punya kartu nama kami bukan?" Alex tak mengacuhkan kemarahan pria dihadapannya itu.
"Ya, tapi, sebetulnya dia kemana? Apa yang sedang terjadi?"
Belum sempat Alex menjawab, seorang Pria masuk ke dalam diantar Aiptu Tanjung.
"Ndan, beliau adalah Manajer yang bertugas semalam"
Alex menolehkan kepala, seorang pria tampan diawal usia sekitar kepala 5. Mengenakan baju asal-asalan dan tampaknya sangat terburu.
"Saya Rusli, salah satu Manajer Pengelola Apartemen. Kebetulan rumah saya dekat sini, begitu dihubungi oleh Tim Keamanan segera bergegas kemari"
"Kami membutuhkan rekaman dari mobil anda yang terparkir dibelakang gedung, semalam. Anda memilikinya bukan?" tanya Alex tanpa basa-basi.
"Tentu saja, mari"
Alex diantar Rusli ditemani Herman segera bergegas menuju lantai bawah lagi, kali ini ke parkiran basemen untuk mengambil kamera pengawas mobil pria tersebut. Kemudian bergegas menuju ruang keamanan. Supervisor sendiri yang langsung membantu mereka.
Rekaman berputar dari pukul sembilan malam, Alex minta dipercepat sedikit dan menunggu hingga pukul sepuluh, kemudian....
"Ah itu dia! Mobil itu lagi" Herman setengah berteriak, menuding kendaraan lawas serupa seperti yang mereka lihat ada di depan Polres. Dan dinaiki terduga pelaku pembunuhan berantai, juga Rizal Mandala.
"Tapi platnya berbeda kali ini" Herman menambahkan. Terdengar bingung.
"Dia sengaja memasang plat curian agar jejaknya sulit kita temukan" jawab Alex sembari bersedekap. Dahinya berkerut dalam.
Ponsel Alex berbunyi, dari Elang. Ia segera mengangkatnya. "Bicaralah"
"Pemancar dari kartu milik Anggita sulit ditemukan, sepertinya ada yang sengaja membelokkan sinyal agar kita tak bisa melacaknya"
Alex mengumpat dalam hati.
"Ah! WaKapten, itu dia!"
Alex seketika mengalihkan fokusnya pada layar komputer. Dia melihatnya. Sosok sama terduga pelaku di depan Polres, namun ada yang berbeda kali ini. Alih-alih memakai masker, ia memakai topeng berbentuk Buto Cakil warna merah. Topeng sama seperti dalam mimpinya!
Sosok itu tampak memasukkan sebuah tas besar hitam ke bagian bagasi mobilnya, melirik sekilas ke sekitar lalu masuk ke dalam kursi pengemudi dan menjalankan kendaraannya lalu tak lama kemudian hilang.
"WaKapten..." suara Elang dari ujung sana.
Alex lupa kalau panggilan mereka belum terputus. "Akan kukirim video padamu, tolong selidiki kendaraan ini melalui kamera pengawas satuan lalu lintas di Metro" mematikan sambungan, ia segera meminta agar rekaman tersebut dikirim ke ponselnya.
"Kita kembali ke Kantor dulu, ini harus di rapatkan" tukas Alex diikuti anggukan dari Herman.
Setelah berpamitan mereka segera menuju halaman parkir, namun Alex mendengar seseorang memanggil nama Herman. Keduanya menoleh dan mendapati Surya berdiri di depan keduanya.
"Apa benar Anggita diculik oleh si Pembunuh??" raut wajahnya luar biasa panik.
Alex memaki dalam hati, dia tahu atau sekedar mengambil kesimpulan?
"Tolong selamatkan dia, Anggita, jangan biarkan hal buruk terjadi padanya. Saya mohon" suara pria itu parau. Wajahnya memelas. Kedua tangannya meraih lengan Herman.
"Kami akan berusaha sebaik mungkin. Harap anda bersabar, dan jika ada kabar apapun darinya tolong juga kabari kami"
Surya menangis sekarang. " Tolong, selamatkan kekasih saya, apapun resikonya. Sebab Anggita dia...." pria itu terisak keras sekarang. "...Anggita sedang hamil"
KAMU SEDANG MEMBACA
[Completed Story] The Dark Desire : #01.BII Series
Mystery / ThrillerAlex : Si adonis dengan tatapan tajam. Keinginannya untuk membalas dendam pada akhirnya kalah oleh rasa cinta. Hana : Si pemikat dan pemberani. Tak pernah berhenti mencari tahu siapa pembunuh Ayahnya, dan justru terjebak dalam cinta tak diingink...