~Bukan dia yang berubah. Itu adalah kesalahan karena belum mengenalnya dengan baik.
-Rara Melita-
"Ngelakuin apa aja gak bisa bener dikit!" bentak Arga menatap tajam ke arah Fiona.
"Gue udah coba nahan dia. Tapi dia tetap ngotot kesana Ga," sahut Fiona berusaha tenang.
Arga berdecih.
"Halah. Emang ya, sama kayak mama lo. Gak bener,""Arga!" bentak Fiona dengan mata memanas menahan tangis. Ia meremas roknya dengan tangan bergetar.
"Apa? Gue salah ngomong?" sarkas Arga membuat Fiona bungkam. Air matanya jatuh dan lidahnya keluh untuk menjawab manusia gila didepannya ini.
Arga membuang napas kasar sambil meringis memegang sudut bibirnya yang sobek dengan darah yang mulai mengering.
Fiona mengusap air matanya dengan kasar kemudian maju dan berjongkok di samping Arga yang tengah duduk dan menyenderkan tubuhnya ke dinding belakang sekolah.
"Sini," titah Fiona menggapai rahang kokoh Arga dan memutar nya agar menghadap sempurna kearahnya.
"Pelan-pelan aja bisa gak!" ringis Arga disela amarahnya yang mulai meredam.
"Kenapa sih harus berantem mulu?" tanya Fiona dengan suara yang melembut. Kesan keibuan terpancar dari setiap gerak-gerik dan kata-katanya.
Ia mengeluarkan obat merah serta kapas yang selalu ia bawa di sakunya. Itu sudah menjadi kebiasaannya sejak hampir dua tahun yang lalu Arga menjadi kakak laki-lakinya.
"Bukan urusan anak kecil," sahut Arga acuh.
Fiona berdecak sambil menggelengkan kepalanya pelan.
"Kita kenapa kesini? Hidup mereka udah bahagia Ga. Kenapa kita harus masuk sebagai masalah baru?" tanya Fiona lagi kini membuat emosi Arga kembali terpancing.
"Rara milik gue! Lo gak ngerti apa-apa. Jadi lebih baik tutup mulut sialan lo itu,"
Fiona menghela napas pelan. Ia bahkan sudah kebal dengan kata-kata kasar yang dilontarkan Arga padanya.
"Belajar dari pengalaman Ga," ujar Fiona setelah menutup kembali tutupan obat itu dan meletakkannya kembali kedalam saku roknya.
Arga menatap tajam Fiona, menunggu Fiona menyelesaikan kalimatnya.
"Papa sama Mama lo pisah karena kekerasan. Lo juga ngelakuin hal yang sama ke Rara, dan itu berarti dia berhak pisah sama lo. Sama kayak apa yang terjadi sama Papa Mama lo," jelas Fiona.
Arga mencengkram kasar rahang mungil Fiona secara tiba-tiba membuat Fiona refleks memegang lengan kekar Arga.
"Gue tau gue salah. Gue udah nyakitin Rara. Tapi itu karena trauma masa lalu keluarga gue juga. Harusnya dia ngerti dan gak ninggalin gue Fiona," ujar Arga dengan penuh penekanan membuat Fiona menelan salivanya dengan susah payah.
"Ma-maaf," ujar Fiona yang merasakan sakit yang luar biasa pada rahangnya.
Arga melepaskannya dengan kasar kemudian menatap dalam Fiona yang meringis dan memegangi rahangnya yang terlihat memerah.Jujur, Fiona menganggap Arga sebagai Kakak yang selalu ia sayangi. Walau tanpa hubungan darah dan perlakuan kasar dari Arga, ia tetap menganggap Arga sebagai sosok kakak sekaligus Ayah yang selalu ia rindukan.
"Lebih baik lo ngelakuin semuanya dengan baik sesuai rencana," ujar Arga acuh kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan Fiona.
Fiona tertunduk dengan air mata yang lagi-lagi terjatuh. Mungkin hanya dirinya yang menyayangi Arga.
KAMU SEDANG MEMBACA
About You, My Ice Boy (SELESAI)
Dla nastolatków[FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA] *Part-part awal masih dalam proses revisi. Mohon maaf jika banyak typo dan kesalahan dibagian awalnya. ***** Dapat mengakibatkan baper dan nyesek diwaktu yang bersamaan. Sudah siap? Let's Start ! ***** Kenzo, orang...