Part 16

8.1K 544 3
                                    

Gak pernah bosan ngucapin terima kasih atas suport kalian. . . walaupun belum bisa up setiap hari. . .

Nah sekarang aku up buat nemenim malam rabu kalian. . . Masih banyak typo bertebaran. . . langsung comment aja ya kalau ada kalimat yang gak nyambung. . . 

Happy Reading,

Keira sudah mendaratkan tubuhnya di atas kasur setelah membersihkan dirinya terlebih dahulu. Badannya terasa sangat lelah padahal hanya jalan-jalan saja dan bukan olahraga berat.

Setelah sesi curhat lanjutan di taman sore tadi, mereka melanjutkan jalan-jalan di pasar malam untuk membeli makanan yang dijual disana. Mereka baru pulang setelah pukul sembilan malam.

Keira kembali bangkit dan meraih tas hitamnya yang dipakai tadi di atas nakas. Keira merogoh tasnya untuk mengambil ponsel yang tidak tersentuh seharian ini. Ternyata ponselnya mati karena kehabisan baterai. "Padahal gak gue pakai kok baterai habis sih?" gumam Keira sambil meraih carger di samping nakas. Setelahnya, Keira menyalakan ponselnya dan melihat banyak sekali notif chat masuk dan panggilan tak terjawab.

Belum sempat membuka dan melihat chat dari siapa saja, ponsel Keira sudah bergetar dan tertera "Daddy Vano". Tanpa menunggu lama Keira langsung mengeser tombol hijau pada layar ponselnya.

"Halo, , , iya mas. . ." sapa Keira begitu ponselnya sudah menempel ditelinga.

"Akhirnya kamu angkat juga Kei." Seru Reihan dengan nada lega.

"Ehhh. . . kenapa mas?" tanya Keira binggung.

"Kamu kemana saja seharian gak bisa dihubungi? Vano nangis terus nyariin kamu."

"Terus sekarang Vano mana mas?" tanya Keira panik.

"Sudah tidur."

"Maaf mas. . . tadi aku habis jalan sama Sisil. Ternyata ponselku mati kehabisan baterai, baru ingat juga kalau kemarin malam lupa charger." Jelas Keira merasa bersalah.

"Kamu buat aku khawatir Kei. Ku pikir kamu sudah tidak mau berhubungan dengan kami lagi." Terdengar helaan napas lelah diseberang sana yang membuat Keira semakin merasa bersalah.

"Bukan kok mas. Seriusan deh tadi ponselku mati karena kehabisan baterai."

"Iya. . . saya percaya." Keira yang mendengar kata saya langsung mencebik kesal.

"Kok saya lagi sih."

"Hehehe maaf. . . kelepasan." Selama seminggu mencoba untuk dekat, Reihan memang masih sering kelepasan mengucapkan kata saya. Setiap kali Reihan menggunakan kata saya, Keira merasa ada jarak yang membentang diantara mereka. Terkesan jauh dan asing menurutnya. Bukankah mereka sedang mencoba untuk dekat, begitu pikir Keira.

"Mas sudah sampai Jakarta?"

"Sudah tapi ini masih di Soekarno Hatta, mau jalan ke parkiran. Vano sama papa lagi digendong, seharian nangis nyariin kamu terus."

"Maaf mas. . . harusnya tadi Kei telepon dulu." sesal Keira lagi dengan lirih.

"Iya gak apa-apa, yang penting sekarang sudah bisa dihubungi. Biar besok saja Vano ketemu kamu langsung." Reihan mencoba menenangkan Keira yang terdengar merasa bersalah. "Ya sudah kamu istirahat. Besok kerja kan?"

"Iya. . . mas juga nyampe langsung istirahat. Salam buat mama sama papa."

"Nanti aku salamin. Selamat malam." Pamit Reihan sebelum menutup teleponnya.

"Selamat malam juga mas." Balas Keira lalu menutup panggilan telepon mereka. Keira meletakkan ponselnya ke atas nakas.

Keira membaringkan tubuhnya kembali di atas kasur dan memeluk guling. Pikiran Keira kembali melayang kepertemuan-pertemuannya dengan Vano dan papanya. Dari ketidaksengajaan hingga sekarang berakhir menjadi dekat. Walaupun baru satu minggu kedekatan itu benar-benar terjadi. Keira masih diliputi ketakutan, tetapi dia mencoba untuk yakin bahwa semua akan baik-baik saja.

TAKDIR CINTA (SELESAI) PINDAH LAPAK KE KUBACATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang