~
_______
Perkataan Syakilah cukup membuat Gibran kepikiran. Belum lagi ia memulai memperjuangkan cintanya, ia malah kalah telak dengan kenyataan sebelum berjuang.
Namun, jangan salah. Bukan Gibran namanya jika tidak bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia memiliki beribu cara bahkan miliyaran hingga cara paksaan pun akan ia lakukan untuk mendapatkan Aqilahnya yang telah hilang selama belasan tahun.
"Dra', minum yukk!" ajak Gibran dengan tatapan penuh harap.
Chandra paham apa yang dimaksud oleh sahabatnya itu. Namun ia menolak dengan tegas.
"Ayolah, Dra'! Temenin gue." Wajah memelas Gibran dan tatapan puppy eyesnya tidak mampu membuat Chandra luluh. Justru malah mrmbuatnya jijik.
"Lo inget nggak sihh omongan Aqilah kalo lo nggak boleh minum alkohol lagi. Lo pengen masuk ke rumah sakit lagi, heh?"
"Pengen. Yang penting bisa ketemu sama Aqilah."
Bugh!
"Njirr! Otak lo udah geser kali Gib. Gue malah pengen bawa lo ke rumah sakit jiwa tau. Dasar bucin! Helloooo! Ingat umur dah tua," hardik Chandra. Ia tidak habis pikir dengan tingkah Gibran yang kelewat batas.
"Nggak usah nabok, Babi! Sakit nih!" kesal Gibran sembari mengusap-usap sisi kepalanya yang sakit.
"Biarin. Supaya otak lo balik ke tempatnya. Dasar gila!" ucap Chandra yang berakhir dengan umpatan akibat kekesalannya.
"Sini, biar gue aja yang bawa mobilnya. Gue takut lo bikin otak gue kegeser gara-gara lo yang bawa mobil nggak hati-hati," lanjutnya.
Akhirnya mereka bertukar posisi. Jujur, Gibran merasa lelah dengan semuanya. Biasanya pelarian satu-satunya adalah minuman beralkohol itu. Tapi semuanya terhalang karena Chandra sering kali mengancamnya. Seperti seorang kakak yang menjaga adiknya.
***
Yaa Allah, berikanlah Hamba petunjuk-Mu. Kuatkan hati Hamba dalam menjalani semua garis takdir yang telah Engkau tetapkan untukku. Engkau lebih tau yang terbaik untukku dibanding yang lain.
Yaa Allah, jadikanlah ini awal dari kekuatanku menghadapi ujian ini. Hamba tidak tau lagi apa yang harus Hamba lakukan. Kirimkanlah petunjuk-Mu. Aamiin Yaa Rabbal 'Alamin...
Aqilah mengakhiri do'anya di sholat sepertiga malamnya. Ia mengusap air mata yang mengalir di pipinya, mengusap matanya yang sembab dan basah. Pikirnya dengan mengadukan semua keresahannya pada yang Maha Kuasa akan membuat hatinya lebih tenang dan tentram. Itulah yang ia lakukan. Meski Allah sudah tahu keresahan, kesakitan, dan kehancuran hati dan harga dirinya. Tetap saja Allah senantiasa menunggu curhat dari Hamba-Nya.
Seusai sholat tahajjud, ia melantunkan surah An-Nisa sampai pada adzan subuh berkumandang hingga ia melanjutkan untuk sholat sunnah dua raka'at dan sholat subuh. Waktu terbaik melaksanakan ibadah adalah dini hari, menurut Aqilah. Hening tanpa suara.
Aqilah melepas mukenahnya dan memakai khimar untuk keluar dari rumahnya. Ia akan berlari-lari di pagi hari seperti biasa. Lari pagi adalah rutinitasnya. Ia adalah seorang dokter yang harus senantiasa menjaga kesehatan dan kebugaran tubuhnya agar ia bisa fokus ketika menangani pasien.
"Aqilah?!" seru Sekar, istri dari Hasan.
"Ehh, Umi Sekar. Assalamu'alaikum." ucap Aqilah yang menyambar punggung tangan sekar untuk ia cium.
"Wa'alaikumussalam. Kok baru keliatan sihh? Kamu sibuk yahh akhir-akhir ini?"
"Iya, Mi. Aqilah sibuk banget." Aqilah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wasiat Aqilah [LENGKAP]
Romance[Spiritual-Romance] Bertahun-tahun lamanya Gibran Ghifari Said Asla sulit melupakan Aqilah-gadis yang ia temui 12 tahun yang lalu. Namun, ia dipertemukan kembali dengan gadis yang sama dan berstatus sebagai tunangan dari sosok pria sholeh, bernama A...