Part 23

2K 148 0
                                    

"Kamu pikir pria harus menggunakan hati juga seperti kalian para wanita agar kami bisa peka dan mengerti? Kamu sendiri kan tau, kami pria seringkali menggunakan otak."

Gibran Ghifari Said Asla

***

Menghabiskan waktu berdua semakin mempererat hubungan Gibran dan Aqilah tanpa menyadari akan ada rintangan yang tentu menguji kekuatan cinta dalam rumah tangganya. Pastinya, ia tetap mempersiapkan diri karena mereka percaya, tidak selamanya bahtera rumah tangganya akan berlayar di lautan yang tenang. Akan tiba waktunya mereka berlayar diatas lautan dengan gelombang yang cukup mengacaukan kapalnya.

Keduanya duduk dengan tenang menikmati matahari yang sementara mengucapkan selamat berjumpa kembali. Gibran bersandar pada kedua tangannya di belakang, sementara Aqilah bersandar pada bahu Gibran. Ia menutup matanya, menikmati semilir angin di sore hari. Tidak terasa tinggal esok ia berada di Lombok karena malamnya mereka harus kembali dan besok ia akan berjalan-jalan di beberapa tempat indah lainnya.

"Makasih yahh, Bang." lirih Aqilah.

"Makasih untuk apa?" tanya Gibran pura-pura tidak paham.

"Makasih untuk semuanya. Termasuk bulan madu kali ini." jawab Aqilah.

"Seharusnya aku yang berterima kasih karena kamu sudah mau membuka hatimu untukku. Dan untuk, Ekhem.. yang malam itu." balas Gibran yang ingin menggoda istrinya.

Hening...

Aqilah tidak menjawab Gibran. Mengingat kejadian itu, membuatnya sangat malu apalagi Gibran yang sering kali berotak mesum beberapa hari setelah malam itu terjadi membuatnya ingin me-reset ingatan Gibran hanya malam itu. Tiba-tiba, suara perut Aqilah berbunyi berhasil membuat Gibran meledakkan tawanya. Sementara Aqilah semakin menenggelamkan wajahnya.

"Kamu laper sayang? Kok nggak bilang sih?" tanya Gibran yang masih diselingi tawa.

"Aku malu kalo kamu ingetin aku tentang malam itu. Akhirnya, laper pun aku jadi males ngomong." gerutu Aqilah yang cukup kesal karena tawa Gibran seolah mengejeknya. Tapi ia memaklumi bahwa suaminya sangat bahagia dan hobi menertawai istrinya sendiri.

"Yaudah, sebagai permintaan maafku, terserah mau makan apa dehh. Pesen aja yang paling mahal." kekeh Gibran yang mulai menyombongkan diri dihadapan istrinya.

"Dasar kamu yahh Bang." Cubit Aqilah tepat di perut roti sobek Gibran. Gibran meringis geli.

Aqilah menangkup pipi Gibran dan mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Gibran. "Kok makin hari kamu makin iseng sihh sama aku Bang? Hmm? Hobi yahh bikin istri sendiri geram?"

Gibran hanya tersenyum imut versinya sembari menikmati wajah istrinya yang terlihat lucu saat sedang gemas padanya. "Kamu cantik."

"Dasar gombal." ucap Aqilah yang diakhiri dengan kecupan di kening Gibran. Aqilah berlari menjauh dari Gibran yang masih saja diam bergeming.

"Ayoo Bang. Makan. Aku udah laper. Mumpun belum adzan maghrib." rengek Aqilah seperti anak kecil.

Gibran menyusul Aqilah dan merangkul pinggangnya dengan posesif. "Ayoo istriku."

Beberapa panggilan dari Gibran untuknya seakan menghipnotis Aqilah untuk selalu tersenyum. Senyuman yang sulit luntur ketika mendengarnya. Terdengar sweet dan romantis.

***

"Udah kenyang?" Aqilah hanya mengangguk dengan wajah ceria. Gibran tersenyum melihat tingkah Aqilah akhir-akhir ini padanya. Semuanya tidak luput dari perhatian Gibran justru ia sangat menyukai ketika istrinya bersikap manja padanya.

Wasiat Aqilah [LENGKAP] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang