"Apapun yang menjadi milikmu, tidak akan tertukar dengan yang lain. Namun, jika bukan milikmu, Allah akan menggantinya dengan yang lebih pasti."
Aqilah Nadhifah Husaini
💝💝💝
"Tadi itu siapa nak? Kok kayak pernah liat dehh!" tanya Amirah beberapa menit saat Gibran dan Chandra pamit untuk pulang ke Apartementnya.
"Cuma pasienku kok, Bun!" jawab Aqilah seadanya. Tanpa menambah atau mengurangi kata. Amirah hanya ber-oh ria menanggapi jawaban putrinya.
Berbeda dengan pandangan Hasan dan Sekar terhadap Gibran. Sebab diantara Gibran dan Chandra, Gibranlah yang paling menarik perhatian mereka. Sedangkan Chandra sendiri sesekali senyum dan ikut nibrung dalam pembahasan mereka karena sibuk dengan urusannya yang ada di layar ponselnya. Gibran nampak ramah pada keluarga Aqilah.
"Kamu serius nak kalo dia cuma pasienmu?" tanya Sekar yang masih ragu dan berjalan mendekati Aqilah yang berbaring di brankar.
"Serius, Mi."
"Oooo. Lagi pula Umi heran sama siapa namanya tadi.." Sekar menggantung perkataannya, berusaha mengingat nama yang untuk kesekian kalinya ia lupa.
"Gibran, Umi. Gibran." Hasan menghela napas. Untuk kesekian kalinya pula ia mengingatkan sang Istri dan menegurnya tentang nama Gibran itu.
"Nahh, Gibran!" Sekar membenarkan jawaban suaminya. Aqilah tersenyum geli melihat tante dan omnya itu. Sedangkan, Amirah hanya menggelengkan kepalanya. Lain hal dengan Adilah dan Putri sedari tadi meminta izin ke super market yang berada tepat di depan rumah sakit untuk membeli sesuatu.
"Si Gibran itu yahh ngeliatin kamu tuhh kayak gimana yahh? Kayak ada rasa gitu lohh nak. Umi ingat pas dulu Abi Hasan menatap Umi pas masih muda belum kayak sekarang ini." Hasan menatap istrinya tidak percaya. Sifat blak-blakannya benar-benar meradang dalam diri Sekar, istri kesayangannya.
"Umiii .. Malu ihh!" tegur Hasan sembari mencolek-colek pinggang istrinya.
"Geli Abi. Umi udah kok bicaranya!" seru Sekar.
Alih-alih berhenti, ia malah melanjutkan pembahasan mengenai pengamatannya tadi sejak Gibran menghirup udara yang sama di ruangan itu, hingga ia melangkah pergi dari tempat mereka.
"Dia kayaknya suka dehh sama kamu, nak," ucap Sekar dengan tangannya yang bebas berekspresi.
Mendengar ucapan blak-blakan Tantenya, bukan tertawa Aqilah malah tersedak air liurnya sendiri. Secara tebakan Sekar membuatnya mengingat lamaran Gibran di kantin yang di pikirannya tidak romantis sama sekali dibanding saat Afif melamarnya. Ralat. Ucapan Gibran di kantin lebih tepatnya seperti perintah?!
"Nahh tuhh udah keselek kamu. Jangan-jangan Umi benar yahh kalo kalian bukan cuma punya hubungan antara pasien dan dokternya. Lagian tadi juga kamu kayak terpesona sama si Mr. CEO itu." Sekar semakin terkesan menginterogasi ponakannya.
"Ng-nggak, Umi. Nggak. Umi Sekar lucu dehh. Bagaimana Aqilah mau punya hubungan sama si Mr. CEO." yang super arogant dan playboy itu. Lanjutnya dalam hati. Aqilah menyalahkan pernyataan Sekar dengan tawa yang terkesan dibuat-buat olehnya.
"Aqilah nggak mungkin langsung move on sama .. sama masalah kemarin," sambung Aqilah yang terdengar seperti lirihan. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena membuat atmosfer di ruangan itu mendadak tak nyaman.
"Tapi kamu harus bisa yahh nak. Bisa move on maksud Bunda," ucap Amirah yang diakhiri dengan sebuah senyuman penyemangat seolah ia menyuntikkan energi positif pada putrinya dan berhasil. Aqilah pun ikut tersenyum sangat tulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wasiat Aqilah [LENGKAP]
Romance[Spiritual-Romance] Bertahun-tahun lamanya Gibran Ghifari Said Asla sulit melupakan Aqilah-gadis yang ia temui 12 tahun yang lalu. Namun, ia dipertemukan kembali dengan gadis yang sama dan berstatus sebagai tunangan dari sosok pria sholeh, bernama A...