Part 25

2.1K 147 0
                                    

"Nikah itu bukan hanya menyatukan dua karakter yang berbeda saja. Tetapi menyatukan dua keluarga. Nikah itu tidak selalu romantis-romantis saja. Pria dan wanita harus siap lahir dan batin untuk mengemban amanah dan tanggung jawab masing-masing."

Aqilah Nadhifah Husaini

***

Wanita itu tertawa terbahak-bahak saat Gibran menceritakan kejadian lucu yang mereka alami malam itu. Aqilah memang tidak menyadari bahwa mereka berdua menjadi bahan gibah oleh pegawai Alfamart tanpa tahu siapa Gibran. Wajar saja, hanya orang-orang yang menggeluti dunia bisnis dan sering membaca majalah yang bisa mengenalnya. Minimal, menonton berita.

"Kalo kamu mau pulang, kamu hubungi aku yahh. Biar aku yang jemput." Gibran mengulurkan punggung tangannya kearah Aqilah ketika mobilnya berhenti tepat di depan rumah sakit.

"Okeee Bang."

"Bilang yahh kalo kamu sakit. Mukamu udah keliatan mendingan kok. Udah nggak pucet-pucet amat kayak kemarin. Tapi tetap aja, jangan sampai kecapean. Okee sayang?" Raut wajah khawatir menghiasi wajah tampan Gibran. Seketika, hati Aqilah menghangat meskipun masih ada di hatinya yang terasa mengganjal karena perbincangan Gibran dengan wanita lain.

"Iyaa Bang. Udah yahh. Aku mau turun." Aqilah hendak membuka pintu mobil namun dicegat oleh Gibran.

"Biar aku yang bukain."

Pria itu keluar dari mobil dan membuka pintu untuk Aqilah. Gibran semakin membuat Aqilah bingung dengan sikapnya yang kadang berubah. Tapi Aqilah tetap berpositif thinking meskipun sulit. Tetap menerima sikap romantis Gibran padanya, meskipun berhasil membuat hatinya dilema.

"Makasih sayang."

"Sama-sama. Aku berangkat dulu yahh." Gibran mengecup kening Aqilah lalu masuk ke dalam mobil.

"Hati-hati yahh."

Gibran mengangguk. "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Saat mobil Gibran cukup jauh, Farah berlari dari arah parkiran menghampiri Aqilah. Farah menyikut pelan lengan Aqilah dan tersenyum penuh arti. "Masih pagi-pagi udah menebar keromantisan. Bikin para jomblo jadi iri dehh."

"Hahahaha. Romantis gimana sihh? Yang tadi kann emang udah kebiasaan kita yang kayak gitu Far."

Aqilah melangkah mendahului Farah yang masih berdiri di posisinya. Ia pun berlari menyusul Aqilah. Lagi-lagi ia berucap, "Enak yah kalo udah punya suami."

Kembali Aqilah memikirkan masalah yang satu per satu datang sejak sebelum ia menikah hingga ia menjadi seorang istri. Bisa dibilang, ia kebanyakan makan hati. Meskipun Gibran memang berusaha membahagiakannya, tetap saja ada yang berusaha menghancurkan kebahagiannya. Entah itu datang dari salah satu diantara mereka, atau datang dari orang luar.

"Enak, nggak enak Farah. Pokoknya kalo nikah Cuma pengen enak-enaknya aja, nggak bakal kuat jalaninnya hingga akhir. Kan, menikah adalah ibadah terpanjang dan cukup sulit. Bayangkan nihh, kamu mau nyatuin dua karakter yang berbeda dalam pernikahan itudan tentu menyatukan dua keluarga juga. Nggak selalu ada romantis-romantisnya aja. Kalo untuk itu, jadi nilai plus buat suami kamu nanti. Kalo suami kamu romantis, yahh Alhamdulillah." Farah mengangguk paham seolah membenarkan perkataan Aqilah.

"Emang kamu mau nikah?"

Pertanyaan Aqilah membuat Farah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia cukup malu mengakui keinginannya untuk menikah tapi belum menemukan pria yang tepat datang untuk melamarnya.

Wasiat Aqilah [LENGKAP] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang