"Takdir sangat unik yah, Dek. Dulu kita dipertemukan di Mesjid Pondok Pesantren Al-Hikmah dalam keadaan tanpa status hingga aku pikir, itu mungkin cara Allah mempersatukan kita kelak. Tapi setelah aku pikir kembali, ternyata aku salah. Allah mempertemukan kita kembali di sebuah Mesjid dengan salah satu diantara kita telah menyandang status."
Afif Al-Fateeh Ramdan
***
Panggilan Gibran akhirnya diangkat oleh Aqilah setelah lama menunggu panggilannya tersambung. Bahkan panggilannya yang ini sudah kelima kalinya.
"Assalamu'alaikum." Salam seorang wanita yang ia tahu adalah istrinya.
"Wa'alaikumussalam. Kok baru ngangkat sih sayang?" tanya Gibran yang cukup khawatir karena Aqilah yang terlambat mengangkat panggilannya.
"Maafkan aku, Bang. Acaranya baru aja selesai. Aku tidak sadar kalo ada telpon dari kamu." Jawab Aqilah seadanya yang berusaha menetralkan suaranya agar Gibran tidak menyadari apa-apa.
"Yaudah, kamu pulang ke rumah jam berapa? Aku kayaknya pulang sekitar jam 8 atau 9 sayang. Nggak apa-apa kan?"
Aqilah mengangguk meski tidak terlihat oleh Gibran. "Iyaa nggak apa-apa Bang. Kalo telat pulang, jangan lupa makan yahh dan jangan sampai telat." ucap Aqilah dengan tegas dan penuh penekanan.
"Iyaa istriku yang paling aku sayangi. Makasih yahh" ucap Gibran dengan sangat lembut. Sedikit banyaknya suara Gibran membuat hati Aqilah cukup menghangat.
"Hehehehe, iya Bang." kekeh Aqilah. Tiba-tiba keduanya masing-masing diam hingga pada akhirnya Gibran mengangkat suara.
"Aku mencintaimu, Aqilah." Kebiasaan Gibran yang hendak mengakhiri panggilan keduanya, seringkali membuat jantung Aqilah berdetak tidak karuan. Kali ini, hal yang sama pun terjadi diiringi rasa sakit di hatinya. Secara bersamaan, ia membuat Gibran digantung oleh perasaan egois Aqilah yang tidak ingin mengakui bahwa sudah lama hatinya memilih cinta pada sang suami.
Aqilah menarik napas dan menghembuskannya dengan pelan. Gibran yang diam karena ingin menunggu jawaban cintanya dari Aqilah. Tapi seperti biasa, ia mengerti dan pasti hanya ungkapan terima kasih yang akan ia dapatka dari istri yang ia cintai.
"Yaudah. Kamu hati-hati di ja–"
"A-aku ju-juga.. Aku juga mencintaimu, Bang." Sela Aqilah saat Gibran akan mengakhiri panggilan mereka.
Gibran membelalak terkejut. Jantungnya berdegup sangat kencang. Seperti sedang jatuh cinta kesekian kalinya. Tidak, ini berbeda pernyataan cinta yang sempat ia dengar membuat Gibran cukup ragu dan takut jika ia hanya salah dengar saja.
"Ka-kamu bilang apa?" tanya Gibran ragu dan was-was. Ia takut jika ia hanya salah dengar atau hanya mimpi dengan mata terbuka?! Pikiran Gibran mulai tidak waras.
"Aku juga mencintaimu, Bang. Aku minta maaf telah membuatmu menunggu. Tapi aku benar-benar mencintaimu 5 hari setelah pernikahan kita." Jelas Aqilah.
"Bahagia. Satu kata itu yang merayapi hatiku saat mendengar kalimat cinta darimu yang sejak lama aku nanti. Makasih sayang. Aku akan berusaha membahagiakanmu. Meski aku tidak bisa menjamin surga untukmu, tapi aku akan berusaha membangun surga dalam rumah tangga kita." tutur Gibran dengan antusias. Selama beberapa tahun terakhir ia terus-menerus murung karena takdir mengambil semua yang berharga dari hidupnya, justru ada hal lain yang menjadikan hidupnya bahagia karena kedatangan hal berharga lainnya dalam hidupnya.
"Terima kasih kembali, Bang. Aku mau ke rumah sakit truss langsung pulang ke rumah. Jangan lupa makan."
"Baiklah. Hati-hati yahh. Assalamu'alaikum."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wasiat Aqilah [LENGKAP]
Romance[Spiritual-Romance] Bertahun-tahun lamanya Gibran Ghifari Said Asla sulit melupakan Aqilah-gadis yang ia temui 12 tahun yang lalu. Namun, ia dipertemukan kembali dengan gadis yang sama dan berstatus sebagai tunangan dari sosok pria sholeh, bernama A...