Part 18

2.1K 161 6
                                    

"Aku meminta pada Dzat Pemilik Seluruh Cinta dan Kasih untuk menitipkan cinta-Nya di hatiku untukmu karena-Nya. Karena aku tau tidak mudah bagiku jika tidak melibatkan Allah dalam persoalan hatiku."

Aqilah Nadhifah Husaini

💝💝💝

Jakarta, Pukul 09.30 WIB...

Untuk pertama kalinya Aqilah menginjakkan kaki di rumah sebesar itu. Tentu, rumah yang dimaksud adalah rumah Keluarga Asla. Dalam hati, ia tidak henti-hentinya berdecak kagum melihat kemewahan yang dimiliki oleh keluarga suaminya. Gibran hanya bisa tersenyum melihat ekspresi wajah sang istri yang menarik kopernya. Ia menolak untuk di bantu oleh Gibran dengan alasan ia masih punya tangan dan tidak ingin bermalas-malasan hanya karena ia sudah memiliki seorang suami.

"Ayaaaahhhh!" Dari arah yang berlawanan, seorang gadis kecil yang dikenal oleh Aqilah berlarian dan langsung memeluk Gibran yang posisinya berlutut di hadapan gadis kecil itu.

"Anak Ayah. Kangen yahh?!" Ucap Gibran dengan sangat lembut dan tanpa sengaja Aqilah menarik kedua ujung bibirnya saat mendengar ucapan lembut Gibran yang tidak pernah ia dengar. Entah kenapa hatinya seketika menghangat.

Qonita melepas pelukannya dari Gibran lalu beralih menatap Aqilah yang tersenyum hangat pada gadis kecil itu. Seolah paham, Gibran memperkenalkan Ibu barunya kepada Qonita yang menatap istrinya penuh tanya.

"Sayang, ini dokter yang kemarin periksa kamu nak. Namanya dokter Aqilah. Tapi sekarang dokter Aqilah udah jadi Bundanya Qonita." Jelas Gibran. Aqilah langsung dilempari senyum khas anak kecil dari Qonita dan langsung ikut memeluk Aqilah.

"Yeaayyy! Qonita seneng banget punya Bunda. Qonita udah punya Mama dan Bunda. Kalo Mama sibuk, ada Bunda yang nemenin. Hehehehe." Ucap Qonita yang menyengir.

Aqilah hanya mengusap kepala Qonita dengan lembut dan tersenyum pada Qonita lalu beralih menatap Gibran yang juga menatapnya. Status istri bagi Aqilah masih terasa canggung. Bahkan sedikit pun Gibran tidak pernah menyentuh Aqilah lebih dari menggenggam tangan, merangkul pundak, dan mencium kening. Rasa syukurnya tidak bisa ia katakan lagi karena sikap Gibran terlihat berbeda setelah mereka menikah. Lebih romantis dan lebih manis.

Tiba-tiba satu per satu anggota keluarganya berdatangan. Mulai dari Fia, Syakilah, dan terakhir Asla. Ketiga orang itu menyambut Gibran dan Aqilah dengan muka masam, seolah tidak suka ketika Gibran mengajak Aqilah untuk memasuki rumahnya. Perasaan Aqilah seketika tidak enak dan ragu. Ia tertunduk dan menatap jari jemarinya saling tertaut satu sama lain. Tanpa ia sadari, tangan Gibran langsung menggenggam tangannya. Seperti memberikan energi positif untuknya.

"Oiyaa sayang, perkenalkan ini Fia, Mamanya Qonita. Dia iparku." Jelas Gibran yang sebisa mungkin tersenyum ramah agar Aqilah merasa nyaman berada di rumah itu.

Ipar? Berarti dia bukan duda, dong.

Gadis itu tersenyum pada Fia lalu mengulurkan tangannya untuk mengajak Fia berjabat tangan, namun Fia seolah menatap jijik Aqilah. Tangan Aqilah yang terulur itu langsung ditarik pelan oleh Gibran dan menggenggamnya dengan sangat erat. Sementara, Aqilah masih tetap bersikap ramah pada keluarga suaminya. Setidaknya ia harus berusaha mengambil hati keluarga Gibran, terutama Syakilah dan Asla. Meskipun hatinya masih menyimpan nama orang lain.

Aqilah mengulurkan tangan untuk mencium tangan Syakilah dan Asla. Kebiasaan yang ia lakukan ketika tiba di rumahnya saat ia masih berada di Padang. Syakilah dan Asla secara sukarela memberikan punggung tangannya untuk disalimi oleh menantunya. Meskipun keduanya tidak sedikit pun ingin menatap Aqilah. Gibran pun mengikuti yang dilakukan sang istri. Aqilah seperti mencontohkan sikap yang baik dan sikap itu hampir tidak pernah ia lakukan. Aqilah memeluk mertuanya dengan hati yang ikhlas dan mulai saat itu ia bertekad untuk menganggap Syakilah seperti ibunya sendiri.

Wasiat Aqilah [LENGKAP] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang