Part 14

2K 163 1
                                    

"Karena kamu sudah menerimaku. Begitu pun dengan keluargamu. Sudah tidak ada lagi penghalangku untuk menikahimu. Karena aku masih sama dengan Gibran yang dulu. Gibran yang selalu mencintai Aqilah."

Gibran Ghifari Said Asla

💝💝💝

Kehadiran Gibran yang tiba-tiba di rumahnya sepagi itu, berhasil membuat Aqilah terkejut. Terlebih lagi saat pria itu datang menghampirinya di sungai yang biasa Aqilah datangi ketika usai lari pagi.

Pria itu tidak sendiri. Ia bersama dengan sahabatnya yang tidak lain adalah Chandra. Meskipun mereka bertiga, namun tetap saja Aqilah merasa risih dengan penduduk pesantren karena gadis itu tidak bersama mahromnya dan tidak memiliki mahrom diantara mereka.

Aqilah melangkah untuk meninggalkan keduanya tanpa sepatah kata. Namun berhasil dicegat oleh Gibran berwajah datar. Sejak kemarin, wajahnya tidak pernah berubah. Tidak seperti Gibran yang biasanya hobi menggoda Aqilah.

"Aku mau kasih tau kamu sesuatu." ucapnya tanpa ekspresi. Aqilah menghela napas.

"Yaudah, ngomong di rumah aja. Aku nggak enak ngomong di tempat ini." Aqilah hendak melangkah, namun kembali dicegat oleh Gibran.

"Tunggu. Sebentar saja. Saya tidak akan melakukan apa-apa." Nada bicara Gibran tiba-tiba formal yang membuat Aqilah sedikit terkejut.

Dasar cowok tempramental.

"Iya. Silahkan bicara."

"Pernikahan kita akan dilaksanakan tiga hari lagi." ucapnya dengan santai dan seenak jidatnya.

"A-apa? Ti-tiga hari lagi?" Aqilah terkejut bukan main. Ia berusaha menormalkan ekspresi wajahnya.

"Kenapa? Nggak suka karena kamu nggak punya kesempatan lagi buat bersatu dengan Afif?" tanya Gibran sinis.

"Ng-nggak, bukan begitu. Kamu tuhh kenapa sihh Gib, su'udzon terus sama aku. Aku kan udah jelasin ke kamu. SEMUANYA," tegas Aqilah yang mulai kesal. Gibran benar-benar berhasil merusak suasana hatinya di pagi hari.

"Aku hanya kurang setuju. Tiga hari itu terlalu cepat untukku, Gib." tambahnya.

"Aku hanya memberitahumu. Bukan meminta persetujuanmu. Semuanya sudah aku atur. Keluargamu, sudah setuju," Jawabnya dengan santai. Tapi tidak dengan wajahnya.

"Kok gitu sihh? Yang nikahkan bukan cuma kamu doang. Seharusnya kamu minta persetujuanku juga dong. Kamu jangan egois gini." Aqilah mendengus kesal.

"Kamu salah Aqilah. Aku memang Egois. Jadi terserah kamu mau berpikir apa tentangku, aku tidak peduli dan tidak butuh itu. Aku tidak akan terpengaruh," balas Gibran yang pergi mendahului Aqilah dan Chandra pun menyusul di belakangnya.

"Kalo kayak gini, kenapa kamu mau nikah sama aku?" teriak Aqilah. Gibran pun menoleh menatap Aqilah disertai smirk smile.

"Jawabannya simpel. Karena kamu sudah menerimaku. Begitu pun dengan keluargamu. Sudah tidak ada lagi penghalangku untuk menikahimu. Karena aku masih sama dengan Gibran yang dulu. Gibran yang selalu mencintai Aqilah." Gibran melenggang pergi setelah menjawab pertanyaan Aqilah. Gadis itu terlihat seperti orang bodoh.

Dasar, pria gila. Umpat Aqilah yang meneriaki Gibran dalam hati. Kata-kata itu masih saja sulit ia lontarkan dihadapannya. Tapi rasanya, apapun yang dikatakan Aqilah kepada Gibran, tidak akan berpengaruh untuknya. Baru saja pria itu mengatakan bahwa pemikiran Aqilah terhadapnya tidak ia pedulikan dan tidak akan mempengaruhinya.

Gadis itu hanya bisa menerima kekalahannya dan pasrah kepada Allah atas pernikahannya. Tetap saja ia berdoa semoga pernikahannya kali ini berjalan dengan lancar. Karena jika tidak, ia mungkin tidak akan menikah lagi dalam beberapa tahun ke depan. Itu komitmen yang ia pegang. Dua kali mengalami kegagalan pernikahan, baginya sudah cukup membuatnya takut dan trauma.

Wasiat Aqilah [LENGKAP] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang