"Karena terkadang Cinta yang merubah segalanya. Entah berubah menjadi kehidupan yang pelik dan penuh penyesalan, atau berubah menjadi kebahagiaan yang tiada habisnya. Semua pilihan ada di tangan mereka yang merasakan cinta."
Gibran Ghifari Said Asla
***
"Ma, aku mau ke Padang selama seminggu."
"Mau ngapain?" tanya Syakilah dengan nada tidak bersahabat.
"Yahh, mau berkunjung ke mertuaku dong Ma. Aku kan punya perusahaan sendiri disana. Sekaligus mau liatin anak Mama disana." balas Gibran. Semenjak Gibran berada di Jakarta untuk menangani perusahaan yang dibangun oleh Papanya untuk Gina, ia meninggalkan Genta bersama Chandra. Meskipun, Chandra tidak kalah tegas dengan Gibran, tapi tetap saja membuat Gibran khawatir.
"Kamu cuma diperbudak sama istrimu itu kan? Kenapa sih kamu mau nurutin anak narapidana yang tidak bertanggung jawab itu? Heran dehh Mama." ucap Syakilah dengan nada super sinis. Fia tersenyum penuh kemenangan. Ternyata Mamanya itu masih saja benci dengan istri Gibran.
"Jaga bicara Mama. Kalo sampai Aqilah denger, aku akan pergi dari rumah ini dan nggak akan pernah balik lagi." tegas Gibran yang masih saja berusaha menahan emosinya.
"Astaga Gibran, kok kamu gitu sihh sama Mama? Kok kamu milih istrimu dari pada Mama sih?" ucap Fia yang mendekati Syakilah dan mengambil simpati ibu mertuanya. Syakilah menatap Gibran tidak percaya dengan air mata yang menggenang.
"DIAM KAMU..." tunjuk Gibran kearah Fia dengan nada yang setengah berteriak. Tatapan tajamnya seperti ingin mencabik-cabik Fia habis-habisan.
"Kamu nggak usah ikut campur dengan masalah rumah tangga saya. Dasar wanita ular." umpat Gibran dengan sangat dingin dan siap membekukan Fia. Wanita itu diam tak berkutik lagi. Rasa takut masih saja merayapi tubuhnya ketika berhadapan dengan Gibran yang seperti itu.
"Gibran, apakah istri kamu yang mengajarimu seperti itu?" Lagi-lagi Syakilah memulai perdebatan dengan Gibran. Asla yang baru saja tiba di rumah, bergumam dalam hati. Ia benar-benar kepala rumah tangga yang payah karena tidak bisa mengendalikan kondisi keluarganya terpecah belah menjadi dua kubu.
"Mama yang bikin aku kayak gini. Aqilah cukup bersabar menghadapi sifatku yang buruk dan mencoba menasehatiku jika ingin melawan Mama. Tapi Mama sering kali bikin Gibran meledak di luar kendali dan hendak melawan Mama. Bisa nggak sihh Mah, jangan menghina istriku. Mama sama saja menghina anak Mama sendiri." jelas Gibran dengan lembut namun tegas. Ia bersimpuh di hadapan Mamanya sembari menggenggam kedua tangan Syakilah.
"Gibran benar, Ma. Seharusnya Mama ngerti posisi Aqilah. Mama mau anak perempuan Mama tidak disukai oleh mertuanya nanti hanya karna sikap mama yang seperti itu sama menantu sendiri?!" Tiba-tiba Asla menambahkan dan duduk disebelah kanan Syakilah. Gibran mengangguk dan berterima kasih dalam hati pada Papanya hingga akhirnya Syakilah pun diam membisu. Ia memikirkan perkataan putra dan suaminya yang masuk akal.
Sial. Umpat Fia dalam hati dan berlalu begitu saja meninggalkan Gibran dan mertuanya.
Sementara Aqilah merasa terharu menyaksikan Gibran yang membelanya mati-matian. Begitu pun dengan Asla yang awalnya begitu benci dengannya. Untung, Aqilah terlambat menyaksikan perdebatan tadi sehingga ia tidak mendengar tentang keburukan Ayahnya yang selama ini ia tidak tahu.
"Kak Gibran jadi laki banget yahh, Kak?!" Tiba-tiba Gita muncul disebelah Aqilah dan ikut menyaksikan perdebatan itu dari lantai atas. Dengan cepat Aqilah menghapus air matanya dan beralih meleparkan senyumannya pada adik iparnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wasiat Aqilah [LENGKAP]
Romance[Spiritual-Romance] Bertahun-tahun lamanya Gibran Ghifari Said Asla sulit melupakan Aqilah-gadis yang ia temui 12 tahun yang lalu. Namun, ia dipertemukan kembali dengan gadis yang sama dan berstatus sebagai tunangan dari sosok pria sholeh, bernama A...