22

49 5 0
                                    

Kegilaan itu datang, saat kita terobsesi ingin memilikinya
.
.
.

"Lo kebayang nggak sih kalo Gina bunting kaya gimana??" tanya Ival diiringi gelak tawanya. Aldi menatap kelangit-langit kafe tempat dimana ia ngongkrong dengan Ival, sahabatnya.

Deg

Bunting??

"Pasti bulet, terus kayak ibu ibu aahaahh" keduanya semakin tertawa menggila. Handit yang kebetulan juga ada dicafe itu tercengang saat tanpa sengaja mendengar perbincangan kedua remaja itu. Gina hamil?? Tara yang menghamilinya?? Handit tertawa hambar. Itu nggak mungkin, kalo Tara bisa menghamili Gina kenapa ia tidak?? Kenapa dulu Gina tak hamil saat dengannya??? Handit semakin tertawa lucu, menertawakan omong kosong yang kedua bocah ingusan itu bicarakan.

"Ini mas pesanannya" Handit mendongak menatap wanita cantik yang berdiri dihadapannya. Handit menerimanya dan berlalu pergi tanpa mengucapkan apa-apa.

Disepanjang perjalanan Handit terus saja tertawa lucu mengingat perbincangan kedua remaja tadi, bagaimana bisa mereka dibohongi oleh Gina dan Tara. Kasihan sekali mereka.

Handit melepas helm full facenya lalu melangkahkan kakinya masuk, memasuki rumah megah milik Sam Dirgatama. Handit terus saja tertawa dan mengusap wajahnya gusar. Diana tersenyum melihat kedatangan putranya, dan tunggu. Putranya tertawa?! Diana tak salah melihatnya kan?????

"Ini ma" Handit meletakkan satu box pizza pesanan Diana. Diana tersenyum menghampiri putra semata wayangnya yang jauh lebih tinggi darinya. Diana berjinjit agar dapat membelai rambut putranya.

"Kamu ketawain apa hm?" Handit semakin tertawa lucu tanpa mau menatap manik Diana.

"Nggak papa" Handit masih saja tertawa membuat Diana semakin gemas.

"Kamu ketawain apa sih? Kamu ketawain mama ya?"

"Enggak ma, Handit nggak ketawain mama kok" Handit mendekat, mencium pipi Diana singkat. Hati Diana dibuat menghangat, sudah lama sekali putranya ini tak menciumnya. Diana sampai lupa kapan terakhir Handit menciumnya, sad emang.

Handit membaringkan tubuhnya keatas ranjang saat sudah sampai dikamar. Ia menatap langit-langit kamarnya dan kembali tertawa lucu. Entah kenapa ia tak bisa berhenti menertawakan dua curut yang bodohnya diatas rata-rata.

Perlahan Handit memejamkan mata, berusaha untuk tertidur dan melupakan obrolan Ival dan Aldi dicafe tadi.

Deg

Handit terlonjak kaget. "Apa gue yang bermasalah?" gumannya was-was. Sontak Handit meraih kunci motornya, berlalu menuruni anak tangga menghamiri motornya yang terparkir didepan rumah. Cowok beranting itu memakai helm full facenya cepat dan segera melajukan motornya membelah jalanan Jakarta. Jantungnya perpacu hebat sehebat rantai motornya yang berputar.

Motor itu terhenti disalah satu rumah sakit ternama di Jakarta. Handit berlalu masuk dengan langkah besarnya, menelusuri lorong rumah sakit yang lumayan ramai. Handit masuk kesalah satu ruangan tempat dimana dokter Riyan praktik. Pria itu tersentak kaget melihat kedatangan Handit yang langsung duduk dikursi yang bersebrangan dengannya.

"Apa gue mandul?? Gue beneran mandul?? Kenapa gue bisa mandul??" dokter Riyan tercengang mendekar pertanyaan aneh yang bocah ini katakan.

"Kamu in-"

"BILANG KE GUE KALO GUE MANDUL?!" bentak Handit mencengkrem kerah Riyan kuat. Pria itu berusaha untuk tetap tenang dan tidak panik.

"Kamu nggak mandul Handit, kamu baik-baik saja" Handit melepaskan cengkramannya kasar dan tersenyum bengis mendengar penjelasan dokter yang sangat ia percaya selama ini.

My Bride 2 (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang