26

61 5 2
                                    

Setiap hari Tara tak bisa berhenti memikirkan saat dimana Diana berusaha menghancurkan keluarganya melalui Laras. Untung saja Laras menolaknya. Jika sampai Laras menerima tawaran itu ia tak tau harus berbuat apa. Tapi anehnya kenapa Diana tidak ada usaha lain? Kenapa Diana tidak berusaha menyewa orang lain untuk menghancurkan keluarganya. Tara bersyukur Diana tidak berbuat yang lebih, tapi menurut Tara, ini terbilang sangat aneh. Pasti ada sesuatu, tapi apa??

Tak terasa sekarang kandungan Gina sudah sembilan bulan, hanya tinggal menunggu waktunya datang. Tara tak sabar untuk melihat putrinya. Ah iya, itu jika perempuan tapi jika seandainya laki Tara tak keberatan.

Perlahan Gina terduduk dan berdecak membuat Tara tersenyum melihatnya. "Kenapa???"

"Anak lo nih berat banget" gerutu Gina menyalahkan bayi yang ada didalam perutnya. Tara tersenyum, mengulurkan tangannya untuk membelai perut Gina yang sudah sangat besar.

"Cepet keluar ya! Kasihan mama kamu" bisik Tara pada anaknya yang masih ada didalam perut. Gina hanya memutar bola matanya malas, dasar gendeng.

"Mulai sekarang, kalo mau kemana-mana minta ditemenin Laras ya?! Atau kalo ada apa-apa langsung telfon aku" Gina berdecak mendengar peraturan yang suaminya minta.

"Ribet amat sih"

"Bentar lagi putri aku bakalan lahir"

"Putri-putri pala lo, dia tu cowok bukan cewek"

"Cewek, aku yakin pasti cewek"

"Cowok Tar, orang gue mamanya, gue yang ngandung dia"

"Emang dia pernah bilang sama kamu?" pertanyaan Tara sukses membuat Gina kehabisan kata-kata untuk membantah.

"Ck, pokoknya cowok gue nggak mau tau"

"Terus kalo lahirnya cewek gimana??"

"Lo urus aja sendiri" kening Tara mengerut mendengar rajukan istrinya yang tidak masuk akal.

"Kok gitu?"

"Biarinlah, itu kan anak lo"

"Anak kamu juga"

"Enggak, gue maunya cowok, dan lo mau cewek. Kalo seandainya cewek, lo aja yang urus" Tara mendekatkan wajahnya, menatap manik istrinya dari dekat.

"Cewek atau pun cowok, dia tetap anak kita sayang"

"Iya, tapi gue pengennya cowok"

"Yaudah deh oke, terserah kamu" akhirnya Tara mengalah agar tak menjadi perdebatan yang panjang. Gina tersenyum menang menatap wajah suaminya dari samping.

"Lo jangan lupa sama perjanjian kita"

"Perjanjian apa??"

"Kalo anak kita cowok, lo dapet hukuman, kalo cewekk, semoga aja nggak cewek" jelas Gina dengan egoisnya.

"Tunggu aja, aku yakin kok anak aku tu cewek"

"Kita tunggu aja"

***

Entah kenapa, sedari tadi bangun Gina terus merasakan mulas, mulas, mulas, dan mulas. Tapi ketika ia kekamar mandi, tidak ada yang ingin ia buang. Gina berdecak. Kenapa??

"Tau ah gue mau mandi" gumannya dan berlalu masuk kekamar mandi. Manik Gina terpaku mendapati tempat dimana ia menyimpan sabun, kini kosong tak ada satupun sabun disana. Ia kembali berdecak. Laras pasti sudah ke pasar, Gina tak mungkin menunggunya, ia harus membelinya sendiri.

Gina berjalan perlahan menuruni anak tangga, sembari menyangga perutnya yang amat berat dan besar. Sialan emang, jadi orang hamil tu susah. Gina terdiam saat sudah sampai diteras depan. Apa ia harus membawa mobil?? Pagi-pagi gini pasti macet, dan susah buat putar balik. Tapi masa iya harus jalan kaki?? Iya sih emang deket, tapi perut besar gini masa jalan kaki?? Ah sudahlah tak apa, itung-itung olah raga.

My Bride 2 (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang