Galak memutuskan untuk tinggal sementara waktu di rumah orang tuanya bersama Agatha. Paham betul, kalau gadis itu butuh peran ibu di hidupnya untuk mengarahkannya.
"Langsung mandi ya! Mama mau masak makan malam dulu!" Ratna berujar antusias. Kurang lebih setengah jam waktu yang dibutuhkan untuk melepas rindu dan menjawab segala pertanyaan Ratna mengenai kehidupan baru Galak.
"Iya Mam," sahut Galak kemudian beranjak dari sofa diikuti oleh Agatha yang sedari tak henti-hentinya memamerkan senyumnya. Cowok itu menarik koper dan membawanya ke dalam kamar.
Rumah Galak terdiri dari dua lantai, hanya saja lantai dua tidak ditempati karena Reza dan Ratna menyarankan Galak tidur di lantai satu agar jika terjadi sesuatu mereka lebih mudah memanggil putranya itu.
Galak mendorong pintu dan menyalakan lampu hingga ruangan itu seketika menjadi terang. Ia masuk terlebih dahulu dan duduk di tepi ranjang guna membereskan pakaian mereka. Galak tidak tahu sampai kapan dirinya dan Agatha tinggal di rumah ini, intinya sampai ia mengetahui kejanggalan dari masa lalu gadis itu.
Sepertinya, Agatha butuh pengawasan langsung dari sosok orang dewasa.
Agatha ikut duduk di samping Galak, menyandarkan kepalanya di pundak cowok itu sembari memperhatikan Galak yang tengah menata ulang pakaian dari koper.
"Pusing," adu gadis itu. "Mau muntah juga."
Galak mendorong kening Agatha agar menjauh darinya. "Bisa-bisanya lo ngadu mau muntah tapi malah dekat-dekat sama gue. Biar apa coba???" decak cowok itu.
Agatha bergumam pelan lalu menjauh dari cowok itu. Ia melepaskan jaket dari tubuhnya hingga menyisakan kaos kebesaran. Tatapannya tampak redup. Gadis itu memilih berbaring guna menghilangkan pusing dan rasa mual yang sedari tadi terus menyerangnya.
Tak membutuhkan waktu lama, gadis itu terpejam dengan sendirinya.
Keningnya mengerut, sesekali menggeliat tidak nyaman membuat Galak mengalihkan perhatiannya kepada gadis itu dan tertegun sesaat ketika melihat air mata mengalir di pipinya.
"Agatha?" Galak menepuk pelan pipi gadis itu. "Jangan becanda eyyy, bangun dulu astaga."
"Ini muka dia kenapa pucat???" Galak memaksa gadis itu untuk duduk. Satu tangannya menopang bobot Agatha dan satu lagi mencoba menepuk pipi gadis itu. "Suka banget buat orang khawatir nih anak."
"PAPA, MAMA!!!" Galak berteriak lantang karena tak mendapati respon dari Agatha. Bibirnya cowok itu gemetar kecil bersamaan dengan kehadiran Ratna dan Reza yang menghampirinya dengan tergesa-gesa. "Tata, Tata enggak mau bangun."
Ratna beralih duduk di tepi kasur kemudian meminta Galak untuk membaringkan Agatha. Wanita itu memeriksa denyut nadi gadis itu membuat Galak memukul punggung tangannya tak suka.
"Biar Mama periksa dulu," ujar Ratna.
Galak memicing tak suka. "Istri Galak masih hidup ngapain diperiksa nadinya segala??? Mama enggak lihat jantungnya masih detak???"
Ratna terkesiap. "Mama cuma mau periksa denyut nadinya normal apa enggak Galak, astaga."
"Tunggu aja, Lak, nanti juga bangun." Reza yang masih setia berdiri berujar membuat Galak menggeleng cepat.
"Papa apaan sih??? Muka dia pucat gini!"
Reza mengembuskan napas pelan melihat kelakuan Galak yang terlihat sangat berlebihan. Pria itu memutuskan untuk menghubungi dokter keluarganya. "Tunggu bentar lagi. Om Rian otw."
***
Dokter Rian mengamati wajah pucat Agatha lalu menoleh pada Galak yang masih setia menunggu kabar. "Dia sering mengigau?" tanyanya mencoba memastikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALAK
Teen Fiction(GARUDA SERIES 1) #teenfic-romance "Memang mau nikah." Bentar. Galak tarik napas dulu. Galak mungkin masih mimpi atau memang mau nikah cuma dia ikutan diundang sebagai tamu spesial meskipun perasaannya sudah tidak tenang. Lagi pula Galak masih sekol...