GALAK|34

7.8K 938 569
                                    

500 komentar buat part ini yaaa.


Sorry for typo.

***

"Galak, mau ice cream! Boleh nggak?"

Galak tidak menjawab tapi membawa gadis itu ke mini market yang berada tidak jauh dari taman.

"Kan, ada abang-abang yang jual," kata Agatha menunjuk seorang pria pedagang ice cream yang melayani banyak anak kecil.

"Kelamaan kalau ngantri," balas Galak, sedikit trauma ketika mengingat ia mengantre membeli boneka hingga berjam-jam lamanya. "Mau rasa apa?"

"Emh---, nggak tau, nggak pernah makan ice cream Galak," ungkap Agatha membuat Galak menoleh pada gadis itu. Agatha juga mendongak menatapnya dengan tatapan polosnya, sesekali mengerjap kala Galak masih setia memperhatikannya. Tidak tahu apa yang dipikirkan cowok itu tapi pipi Agatha memerah malu.

"Lo sultan padahal," kata Galak setelah lama terdiam.

"Orang kaya?" tanya Agatha dan Galak mengangguk. Agatha mengembuskan napas pelan, tersentak ketika merasakan jemari Galak menelusup masuk ke sela-sela jemarinya.

Galak membelikan dua cup ice cream rasa coklat dan vanila berukuran besar. Melihat binar mata Agatha membuatnya tanpa sadar tersenyum memperhatikannya. Ia menarik tangan gadis itu usai membayar kepada kasir untuk mengajaknya kembali ke taman dan memperhatikan anak kecil yang tengah bermain bola di sana.

"Duanya buat Atha?" Cowok itu mengangguk menanggapinya membuat Agatha menatap ice creamnya lalu kembali menatap Galak. "Nggak tau bakal habis apa nggak," ucapnya pelan ketika Galak menariknya duduk di kursi besi bercat putih.

"Nanti kalau nggak habis, gue bantu habisin," katanya membawa lengan Agatha untuk ia peluk dan menaruh dagu di pundak gadis itu, memperhatikan Agatha yang memakan ice cream dengan senyum kecil.

"Masih nggak nyangka gue udah nikah." Galak terkekeh kecil mengucapkannya. "Tuhan baik banget, kan, sama gue? Bisa-bisanya cowok nggak ada akhlak kayak gue dapatin cewek sebaik ini."

Agatha menunduk merasakan tangan Galak memainkan ujung jaket yang dia pakai.

"Pasti banyak, kan, ya, yang buat lo sakit hati sama ucapan gue?" Galak bertanya kemudian mengembuskan napas pelan. "Ini gue yang sebenarnya, gue yang suka marah-marah nggak jelas, gue yang suka ngatain, gue yang suka ngebentak lo. I lose control when I'm with you. Susah buat gue ngendaliin emosi tapi kalau gue udah sadar, suka mikir, kok gue bisa gitu ya?"

Gadis itu menjilat bibir, takut ada sisa ice cream di sana. Cupnya ia lempar ke tong sampah yang tidak jauh dari tempat mereka duduk. Sisa satu lagi, tapi dia sudah tidak sanggup menghabiskannya.

"Setiap orang punya pembawaannya sendiri. Nggak gampang buat aku nerima ucapan Galak. Tapi sadar nggak sadar, Galak selalu protes kalau aku buat kesalahan, justru itu yang sebenarnya penting buat aku. Bakal lebih sulit beradaptasi sama orang yang selalu ngangguk dan iyain semua apa yang aku lakuin."

Bahkan jika Galak tidak bersikap demikian, Agatha tidak akan tahu bahwa apa yang dia lakukan benar atau salah.

Dia butuh Galak meski dengan semua kalimat pedas cowok itu.

"Baru kali ini kekurangan gue dijadiin kelebihan," ungkap Galak menegapkan badan. "Gue mau minta satu hal sama lo, boleh?"

Agatha mengangguk mendengarnya. Terdiam mendengar apa yang akan cowok itu ucapkan.

GALAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang