FAJAR memalingkan wajahnya. Dan itu langsung membuat kerutan di wajah Cheryl semakin dalam. Pikiran berhalunya langsung hinggap. Apa Fajar memaksa Vino agar laki-laki itu menyerahkan tugasnya sehingga Fajar dapat menemuinya di rooftop? Ah, membayangkannya saja membuat wajah Cheryl langsung memerah.
"Jar?"
Fajar kembali menoleh pada Cheryl dengan alis terangkat. Mengisyaratkan ia bertanya 'apa'.
"Lo nggak maksa Vino, kan?" Selidik Cheryl.
Alis Fajar saling bertautan.
"Maksudnya lo gak maksa Vino biar lo yang anterin kertas anggaran, kan?" Jelas Cheryl. "Lo maksa dia biar lo bisa bantuin gue, terus karena lo gak bikin rencana jadinya-" omongan Cheryl langsung terpotong karena ia langsung mengaduh. "Aduh!"
Fajar menjitak kepalanya dengan cukup keras. "Bangun!"
Cheryl langsung mengerucutkan bibirnya mendengar satu kata yang begitu menyebalkan terdengar di telinganya, memegangi kepalanya yang barusan mendapat hantaman dari tangan Fajar. "Kasar banget, sih lo!"
"Lo kebanyakan baca novel!"
"Awas, ya, gue tanya Vino kalo jawaban Vino kayak apa yang gue bayangin malu lo!" Ancam Cheryl sambil berlari menghampiri Vino. "Vin?"
Vino yang tengah bermain basket bersama dengan teman-temannya langsung menoleh. Ia melemparkan bolanya pada temannya dan menghampiri Cheryl. "Kenapa?"
"Katanya lo pulang, kok masih di sini?" Tanya Cheryl. Ia kemudian melirik ke arah Fajar yang ternyata ikut menghampirinya.
"Oh, itu. Gue tadi emang mau pulang. Tapi malah disuruh beresin bola di lapangan. Gue kira lo bakalan lama juga, dan tadi gue diajak main basket sama temen-temen yang lain," jawab Vino dengan enteng. "Emang kenapa?"
Mendengar jawaban Vino, sumpah Cheryl ingin sekali langsung ada hujan badai. Malu banget! Ia terlalu jujur mengatakan ekspektasinya. Memang benar, ekspektasi tak sesuai realita. Terlalu banyak berhalu membuatnya menjadi malu. Melakukan hal bodoh di depan orang yang lo suka, Cheryl! Lo emang bego!
"Ada yang berekspektasi biar kayak di novel-novel," seringai Fajar.
Cheryl meringis pelan. Pipinya terasa panas seketika. Ah, bagaimana tidak panas jika ia melakukan hal yang sangat jauh dari jangkauan ekspektasinya dan membuatnya malu. Dengan secepat kilat, Cheryl berjalan cepat meninggalkan mereka berdua. Ia menangkup pipinya dengan kedua tangannya untuk menghilangkan rasa panas.
"Makanya, kalo ngomong itu dipikirin dulu," ledek seseorang yang berada di belakang Cheryl dan itu membuat langsung berhenti.
Cheryl menoleh dan matanya melotot ketika melihat siapa yang meledeknya barusan. "Ngapain lo?" tanyanya dengan sedikit gugup. Pasalnya, rasa malunya belum reda.
"Mau pulang, lah."
Cheryl meniup poninya walau tak bereaksi apa-apa pada rambut pendeknya itu. "Tolong, ya, gue itu cuma reflek aja ngomong kayak gitu" ujar Cheryl sambil cemberut. Ia benar-benar mati kutu sekarang.
"Ya." Fajar langsung berjalan melewatinya begitu saja.
"Jar?" Cheryl dengan cepat memanggil laki-laki itu agar tak semakin menjauh. Ia langsung berjalan di sisi laki-laki itu.
"Apa?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya dari depan.
"Gue mau nanya."
"Pake mukadimah segala."
"Gue takut nanyanya ini," gerutu Cheryl.
Fajar menolehkan kepalanya. "Kenapa?"
"Lo punya cewek yang lo suka?" tanya Cheryl setengah ragu. Ia tidak tahu kenapa ia malah menanyakan hal yang bisa dikatakan privasi. Tapi, entah kenapa pemikiran gilanya malah mengambil alih segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR √ [REVISI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA BIAR NYAMAN DAN JANGAN LUPA VOTE-NYA] Fajar itu, cowok ganteng dan kalem. Saking kalemnya, dia cuma senyum buat nanggapi omongan orang alias jarang ngomong. Salah satu anggota pramuka yang hobi futsal sama muncak. Berbeda dengan...