Chapter 10 | I Don't Jealous

146 37 15
                                    

Ada yang kangen sama Fajar?:v

***

CHERYL menghela napas sambil meringis pelan. Malam kemarin adalah malam yang berat baginya. Bukan, ia tidak marah perihal Fajar atau orangtuanya yang menanyainya tentang kakaknya. Namun, ia belum siap menceritakan apa-apa mengenai kakaknya itu.

Lukanya kembali terbuka. Bukan hanya luka hati, tapi juga luka fisik. Luka di telapak tangan kanannya kembali mengeluarkan darah karena ia berlari cepat ke kamarnya dan membentur pintu kamarnya. Sudah hampir dua tahun tapi luka itu seakan tak kunjung mengering dan menghilang. Ia tadi dapat mengelabui Ayah dan Ibunya karena ia tidak ikut sarapan, hanya mengambil bekal roti yang di siapkan ibunya karena ia berkata ingin segera ke sekolah. Tapi entah saat pulang, apakah dapat mengelabui mereka jika luka di telapak tangannya tak kunjung mengering. Ia hanya membalutnya dengan bandana berwarna cream.

"Ngapain, sih bengong aja?"

Suara itu berhasil membuyarkan lamunan Cheryl yang tengah duduk di kursi depan kelasnya. Ia menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Fatir yang sepertinya baru datang karena ini masih pukul 6.07. "Eh, baru datang?" Ia malah bertanya balik sambil tersenyum kikuk.

"Gue nanya duluan," ujar Fatir sambil duduk di samping Cheryl. Masih dengan senyumnya.

"Eh? Enggak, gue gak bengong. Ngapain bengong pagi-pagi gini," jawab Cheryl.

Fatir mengangguk-anggukan kepalanya. "Udah sarapan?" Tanyanya.

"Udah," jawabnya. Sebenarnya ia belum memakan apa-apa. Ia malas jika harus memakan roti yang tidak mengenyangkan untuk perutnya. Tapi ia juga tak mau jika ia mengatakan belum sarapan, Fatir malah mengajaknya sarapan ke kantin.

"Kenapa udah datang ke sekolah? Tumben," tanya Fatir lagi.

Berasa di interview deh gue, batin Cheryl. "Iya, soalnya lagi males di rumah," jawabnya sekenanya.

"Naik apa?"

Tuh, kan! Cheryl mengelus rambutnya yang ia ikat. "Naik angkot."

"Oh. Terus—"

"Eh, Tir, gue ke dalem dulu. Mau cek tugas, takutnya ada PR yang gue lupa," potong Cheryl. "Sama... gue... ee... mau piket." Ia langsung ngacir sebelum mendapat jawaban dari Fatir. Yang benar saja, ia ke sekolah pagi berasa mau interview kerja. Ditanyain mulu dari tadi. Sebelum ia berhasil duduk di kursinya, sebuah tangan menahan tangan kirinya. "Astaga," gumamnya. Fatir ngapain ngikutin gue dah, pekiknya dalam hati.

"Gue datang malah kabur, ya lo," sindir orang yang mencekal tangannya.

Wait, Cheryl mengenal suara cempreng itu. Ia langsung membalikkan tubuhnya melihat orang yang menahannya. "Karin?"

Karin mencebik sambil melepaskan cekalannya dan melipatnya di depan dada. "Tumbenan lo udah ke sekolah," cibirnya.

"Plis dong, Rin, lo pagi-pagi jangan interview gue. Lo pikir gue mau ngelamar kerja apa," gerutu Cheryl. Ia merasa kesal karena tidak hanya Fatir yang menginterogasinya, tapi juga Karin.

"Eh, iya, lo ngomong apaan sama Fatir?" Wajah sebal Karin berubah menjadi penasaran. Ia mendekat dengan antusias.

"Dia nanyain gue doang, kok, kenapa gue udah ada di sekolah pagi begini," jawab Cheryl.

"Oh." Karin mangut-magut. "Kirain lo udah berpaling ke lain hati lagi," ujarnya.

Seketika, Cheryl teringat sesuatu. "Lo kemarin ngomong ke Raffa buat ngomong ke Fajar biar gue cepet pulang?" Tanyanya.

Alis Karin saling bertautan setelah mendengar pertanyaan Cheryl. "Hah? Maksudnya gimana?"

"Maksudnya nyokap gue ngomong ke elo buat nyuruh gue pulang, terus lo ngomong sama Raffa biar Raffa ngomong sama Fajar supaya gue cepet pulang?" Cheryl mencoba menjelaskan.

FAJAR √ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang