MEREKA berhenti di sebuah rumah yang lumayan tidak terlalu jauh dari komplek perumahan Cheryl. Rumah itu sangat megah dan estetik. Berlantai dua dengan pagar kayu yang dibingkai oleh besi berwarna hitam dan juga tanaman merambat di atasnya. Cheryl menjamin jika keluarga Fajar adalah orang yang menyukai alam. Hanya menebak saja. Entah benar atau tidak, nanti saja dibuktikan.
Tak lama, ada seorang laki-laki paruh baya yang membukakan pagar itu dengan tergesa, memberikan jalan untuk Fajar masuk. Dan Fajar langsung melanjukan kembali motornya.
Cheryl semakin dibuat terperangah ketika sudah masuk ke halaman depan rumahnya. Halamannya tidak terlalu luas seperti halaman rumahnya, tapi tidak juga terlalu sempit. Untuk masuk ke rumahnya, ada dua anak tangga yang menuntun untuk ke depan pintu utama. Halaman depan rumah itu tanahnya di penuhi oleh rumput hias, sedangkan di sisi lain dilapisi semen. Di samping rumah itu ada seperti rumah yang lebih pendek dari yang di sampingnya, namun memang menyatu. Sepertinya itu juga bagian dari rumah Fajar.
"Lo langsung ke depan aja, gue mau parkirin motor dulu," ujar Fajar ketika berhenti di halaman depan rumah yang lebih pendek. Entahlah, Cheryl menganggapnya rumah atau ruangan.
Cheryl turun dari boncengan Fajar. Untung ia membaca cardigan, jadi dapat menutupi bagian bawahnya. Setelah ia turun, Fajar langsung melajukan kembali motornya masuk. Sepertinya garasi, pikir Cheryl. Ia kemudian melangkahhkan kakinya menuju pintu utama, menaiki undakan tangga. Cheryl benar-benar dibuat kagum dengan rumah Fajar. Ia jadi berharap memiliki rumah yang sama megahnya dengan rumah Fajar.
Bukannya mengetuk pintu, Cheryl malah diam sambil terus melihat setiap sudut detail rumah Fajar. Cukup lama ia berdiri sekitar 10 menit, hingga detik selanjutnya pintu dibuka dan menampakkan Fajar dengan wajah kesalnya. Cheryl menoleh dan mengerutkan keningnya. "Kenapa lo?"
"Kenapa gak masuk?" Tanyanya sedikit ketus.
"Gak boleh masuk kalo belum dipersilahkan sama tuan rumah," jawab Cheryl. "Kan lo bilangnya tadi ke depan aja, bukan langsung masuk aja."
Fajar mendesis.
Dan tak lama, seorang wanita paruh baya dengan dandanan yang sangat feminin menyembul di belakang Fajar. Yang Cheryl yakini adalah ibunya. Beliau tersenyum senang ketika melihat Cheryl. "Wah, cantiknya. Pacar kamu, Jay?" Ibu Fajar menghampiri Cheryl.
"Temen, Ma," jawab Fajar dengan sebal.
"Kamu malu-malu segala mau ngenalin pacar pake alesan temen mau bantuin tugas," cibir ibunya. "Mama kira kamu ngajak Raffa, walau rasanya gak mungkin karena Raffa biasanya nyelonong masuk." Ia kemudian kembali beralih pada Cheryl. "Nama kamu siapa, sayang?"
Cheryl tersenyum gugup, untuk pertama kalinya ia berhadapan dengan ibu dari laki-laki yang baru ia kenal. "Saya Cheryl, Bu, temennya Fajar."
Ibunya terkekeh mendengar jawaban Cheryl. "Gak usah canggung gitu. Bahasa kamu sampe formal jadinya. Panggil aja Tante Mega. Mau Mama Mega juga gak apa-apa," ujar ibu Fajar—Mega.
"Ma," tegur Fajar yang sebal dengan tingkah ibunya itu.
"Apaan, sih, Jay?" Mega seperti terganggu dengan Fajar yang seperti merengek. "Cheryl, ayo masuk. Udah makan belum?" Ia menuntun Cheryl masuk dan mengabaikan Fajar.
"Udah, Tante. Tadi siang," jawab Cheryl dengan sopan.
"Mau makan lagi?" Tawar Mega. Ia tampak antusias dengan kehadiran Cheryl.
"Gak usah, Tan. Aku kayaknya mau langsung ngerjain tugas aja. Soalnya takut kesorean," tolak Cheryl dengan lembut.
"Oh, ya udah." Tampak dari raut wajah Mega yang sedikit kecewa. Namun, ia segera menampakkan senyumnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR √ [REVISI]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM BACA BIAR NYAMAN DAN JANGAN LUPA VOTE-NYA] Fajar itu, cowok ganteng dan kalem. Saking kalemnya, dia cuma senyum buat nanggapi omongan orang alias jarang ngomong. Salah satu anggota pramuka yang hobi futsal sama muncak. Berbeda dengan...