CHERYL mendengus ketika kakinya sudah sangat pegal, tapi Karin masih tetap menyeretnya memasuki toko pakaian yang kesekian kalinya. Sudah beberapa kali mereka memasuki toko pakaian, tapi belum ada satu pakaian pun yang dibeli oleh gadis itu. "Aduh, Rin, lo belanja kayak lagi traveling ke hutan tau," rengeknya dengan kesal.
"Jangan banyak omong, Ryl. Lo sebagai sahabat harusnya ngerti gimana balikin mood gue. Dan satu-satunya cara ya ini, gue shopping memilih baju yang gue anggap oke. Lagian, lo sendiri yang setuju." Karin berkata dengan entengnya membuat Cheryl semakin memberengut.
Cheryl bukanlah kebanyakan gadis yang jika pergi ke mal membeli apapun yang dilihat dan dinilai bagus. Ia hanya ke mal untuk berjalan-jalan, walau rasanya sangat aneh berjalan-jalan di antara etalase yang berjejer dan manekin yang menunjukkan fashion yang sedang tren. Ia terkadang hanya sekadar makan ketika di mal. Tidak lebih.
Karin seketika berhenti dan membuat Cheryl menabrak tubuhnya.
"Aduh! Karin Agnesia! Lo apa-apaan, sih?!" Protes Cheryl karena Karin berhenti dengan tiba-tiba. Ia mengelus matanya yang terciprat rambut Karin.
Karin memutar tumitnya, namun kembali lagi menghadap ke depan sambil menyamai tubuhnya dengan Cheryl yang sekarang berada di sampingnya. "Gue baru inget. Lo sama Fajar gak jadi kencan?"
Cheryl mengerutkan keningnya. Merasa asing dengan kata 'kencan' yang diucapkan oleh sahabatnya itu. "Lo ngomong apaan, sih?"
"Serius. Lo mau ngedate sama Ramaizan Fajar Satya? Temennya si Raffa?" Desak Karin dengan tak sabar.
"Ho-oh. Eh?"
"Sekarang gue tau alasan dia batalin tanpa ngasih tau," ujar Karin yang langsung menggerakkan kepala Cheryl agar menatap ke arah tempat toko buku.
Dan disitulah mata Cheryl melihat dua orang yang ia kenali. Ya, Karin tadi menyebutkan nama Fajar. Dan disanalah orang itu. Bersama seorang gadis yang ia lihat beberapa hari lalu tengah mengobrol dengan laki-laki itu. Mentari.
Dada Cheryl terasa sesak. Napasnya seperti tertahan. Suasana di sekitar memanaskan tubuhnya. Air conditioner pun sepertinya tidak berfungsi untuk membuat dirinya menurunkan suhu tubuh. Kepalanya mendadak berat. Sesak. Ia tidak cemburu, kan? Ia hanya kecewa. Ya, dia kecewa karena Fajar membatalkan janjinya. Bukan, Fajar mengingkarinya.
Karin yang memahami situasi langsung memiliki ide. "Kita ke sana!" Katanya sambil menarik lengan Cheryl.
"Lo gila, ya!" Cheryl mencoba melepaskan cekalan tangan Karin. Ia sekarang benar-benar ingin meledak.
"Kita gak akan tau apa yang sebenarnya terjadi kalo kita gak bertindak. Sama halnya gue gak akan tahu gimana perasaan lo sama dia kalo lo gak buka mulut." Karin terus menerus menarik Cheryl ke dalam toko buku walau sahabatnya itu terus menerus memberontak. "Kita pura-pura aja gak sengaja. Jangan nampakin muka asem lo," bisiknya dan mulai bersikap biasa.
Cheryl yang mendengar itu langsung bingung. Bersikap biasa? Emang biasa itu bagaimana? Ia seketika lupa jika ia sebenarnya makhluk hidup. Mereka berjalan ke deretan yang tadi dimasuki oleh dua orang itu. "Lo sintingnya gak cuma buat Raffa! Tapi lo malah bawa-bawa gue!" Geramnya.
"Udah tenang aja," sahut Karin mencoba menenangkan Cheryl. Ia kemudian berpura-pura membawa sebuah novel di dekat dua orang yang sedang berbincang walau sebenarnya lebih banyak si gadis. "Eh, Fajar, ngapain lo di sini?" Tanya Karin mulai berakting.
Mendengar suara itu, keduanya langsung menoleh. Fajar mengerutkan keningnya sedangkan si gadis malah tersenyum. Fajar langsung melirik orang yang berada di belakang Karin yang menampakkan wajah datarnya walau tak menoleh kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR √ [REVISI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA BIAR NYAMAN DAN JANGAN LUPA VOTE-NYA] Fajar itu, cowok ganteng dan kalem. Saking kalemnya, dia cuma senyum buat nanggapi omongan orang alias jarang ngomong. Salah satu anggota pramuka yang hobi futsal sama muncak. Berbeda dengan...