NITA memeluk erat tubuh anak itu. Ia tak akan melakukan kembali kesalahan yang ia lakukan pada masa lalu. Ia berjanji akan selalu mendampingi putrinya itu. "Udah, jangan nangis lagi. Kalo ada apa-apa, kamu bilang sama ibu," ujarnya sambil menghapus air mata putrinya itu.
"Aku gak janji," jawab Cheryl pelan.
"Kenapa?" tanya Nita dengan lembut.
"Sifat seseorang tercipta karena lingkungannya, kan? Maka dari itu, lingkungan membentuk sifat aku jadi introvert. Buat mendam masalah sendiri tanpa ngasih tau apa yang sebenernya sendiri."
Nita tersenyum tipis. "Ibu yakin kamu tau apa yang terbaik," ujarnya sambil mengelus pelan rambut anaknya.
Cheryl ikut tersenyum. Perasaannya memang membaik, tapi rasa rindunya terhadap kakaknya semakin meradang.
"Ada yang mau kamu omongin?" tanya Nita melihat ekspresi yang seperti mengganjal di wajah anaknya.
"Mmm... aku mau... muncak," kata Cheryl dengan ragu.
Mata Nita membulat mendengar permintaan Cheryl. "Enggak!"
Cheryl memutar bola matanya. "Gak akan ngubah segalanya kalo ibu terus-terusan ngekang aku, Bu," alasannya.
"Ryl-"
"Aku yakin Ayah bakalan izinin aku. Aku bisa aja pergi tanpa izin ibu, tapi aku takut malah gak berkah," cibir Cheryl.
"Kalo cari berkah ya harus izin!"
"Gimana mau izin kalo misalkan jawabannya pasti gak boleh mulu?" gemas Cheryl. "Contohnya sekarang."
"Yakin banget kamu Ayah bakalan izinin?" tantang Nita.
"Yakinlah, Ayah, kan, sayang sama aku," jawab Cheryl dengan yakin.
"Oh, jadi ibu gak sayang gitu sama kamu?"
"Kalo ibu izinin, aku yakin ibu sayang sama aku," jawab Cheryl sambil menyeringai.
"Aduh! Anaknya Ayah Febri bikin naik darah aja!" omel Nita gemas dengan kelakuan anaknya yang satu ini.
Cheryl memang berbeda dengan Nila. Aliyanila Pertiwi Wijaya, gadis yang harusnya sekarang duduk di bangku kuliah semester 4. Gadis yang berbeda dua tahun dari adiknya ini hidup dengan kebiasaan yang bertolak belakang dari Cheryl.
Keduanya pintar dalam belajar. Pintar juga dalam menyembunyikan uang dari ibunya. Jika Nila tidak percaya pada halusinasi, maka Cheryl akan senantiasa memarahinya dan mengatakan jika suatu saat khayalan itu akan menjadi sebuah kenyataan. Hanya menunggu waktu yang tepat untuk terwujud.
Jika Nila menyukai berbaur dengan orang-orang, maka Cheryl menyukai terkurung di kamar dengan buku-bukunya. Jika Nila suka menceritakan hal-hal indah dalam hidupnya, maka Cheryl akan lebih suka mendengarkan kakaknya berceloteh.
Dan ada yang sejalan. Jika Nila tak menceritakan masalahnya, Cheryl tak akan tahu apa-apa hingga akhirnya terjadi peristiwa dimana Cheryl harus kehilangan orang yang paling dekat dengannya.
"Ada apa, nih bawa-bawa nama ayah?"
Cheryl dan ibunya langsung menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Febri yang mengerutkan keningnya.
"Ayah!" Cheryl langsung berlari ke arah Ayahnya dan memeluknya. "Ibu jahat, Yah," adunya sambil memasang wajah terluka.
"Kenapa?" tanya Febri sambil menatap istrinya dengan kening berkerut.
"Ini, katanya anak kesayangan Ayah mau muncak," adu Nita dengan sebal.
"Ya bagus dong, biar gak di rumah terus. Bosen ayah liatnya," jawab Febri dengan santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR √ [REVISI]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM BACA BIAR NYAMAN DAN JANGAN LUPA VOTE-NYA] Fajar itu, cowok ganteng dan kalem. Saking kalemnya, dia cuma senyum buat nanggapi omongan orang alias jarang ngomong. Salah satu anggota pramuka yang hobi futsal sama muncak. Berbeda dengan...