Chapter 14 | Sunset

137 27 12
                                    

FAJAR mengajak Cheryl berteduh di penjual bakso. Ia menepuk-nepuk bajunya yang basah. Dan mengacak rambutnya agar tak terlalu basah. Ia kemudian menoleh pada Cheryl dan terpaku. Ia tertegun melihat gadis itu.

"Kenapa?" Tanya Cheryl yang aneh dengan tatapan laki-laki itu terhadapnya. "Kenapa? Gue cantik? Udah dari sononya, dan mungkin mata lo katarak baru nyadar sekarang," ujarnya dengan percaya diri.

"Lo gak sadar lo udah kayak kunti gitu masih percaya diri bilang cantik?"

Cheryl menganga mendengar Fajar mengatakan hal itu. What?! Kunti? Tangannya meraba rambutnya dan menyadari jika ikat rambutnya hilang entah kemana. Dan kemungkinan besar adalah putus. Ia memakai karet jepang kecil, jadi wajar saja. "Lo malah ledekin gue," berenggutnya. Ia menyisir rambutnya asal.

Tanpa disadari oleh gadis itu, senyum yang amat tipis terukir di wajah tampan Fajar. Rambut basahnya jatuh menutupi keningnya. "Pulang aja, yuk."

Cheryl mendongak menatap Fajar. "Masih ujan ini," jawabnya.

"Terus mau gimana?"

"Nunggu aja sampe reda," jawab Cheryl dengan entengnya.

"Lo emang saraf," ujar Fajar sambil menggelengkan kepalanya.

"Ya udah, kita ujan-ujanan aja."

Fajar menoleh sambil mengerutkan keningnya. Tiba-tiba, pandangannya terarah pada telapak tangan Cheryl yang meneteskan darah yang bercampur dengan air hujan. Ia langsung meraih tangan Cheryl dan membuka bandana yang sudah dipenuhi warna merah itu.

Cheryl terperanjat dengan tindakan Fajar. Namun, ia tidak dapat melakukan apa-apa. Pikirannya mengatakan untuk diam dan lihat. Namun hatinya benar-benar tak bisa diajak kompromi. Dadanya malah naik turun, jantungnya berdebar tak karuan karena sentuhan pada tangannya itu. Antara sakit karena luka, dan senang karena Fajar.

"Gue beli dulu obat buat luka lo," ujar Fajar.

Cheryl menahan Fajar yang hendak berlari menerobos hujan. "Gak usah," tolaknya sambil menggeleng. "Nanti lo sakit." Ia tidak akan membiarkan laki-laki itu menerobos hujan tanpa penghalang apapun.

"Gue gak selemah itu," ujarnya sambil berlari menerobos hujan.

Cheryl menatap kepergian Fajar yang menghilang di bawah derasnya air hujan. Perasaannya berkecamuk. Ia kemudian duduk di bangku yang masih kosong di sana. Menunggu Fajar kembali.

Suasana begitu hening jika tidak ada suara derasnya hujan. Cheryl bahkan tenggelam dalam lamunannya.

Dua puluh menit berlalu. Cheryl masih di posisi saat Fajar kembali dengan tubuh yang basah kuyup. Dengan sigap, Cheryl langsung berdiri dan menghampiri laki-laki itu.

"Gue udah bilang. Basah, kan?"

"Kena air pasti basah."

Cheryl hanya menghela napas dan menarik Fajar untuk duduk. "Pak, ikut duduk, ya? Maaf, basah," ujarnya kepada Bapak penjual bakso.

"Oalah, ndak papa, Mbak. Kasian pacarnya kedinginan itu," ujar penjual bakso.

"Eh? Dia bukan pacar saya, Pak," bantah Cheryl sambil mengibaskan tangannya.

Bapak penjual bakso itu hanya tersenyum dan langsung melanjutkan kembali pekerjaannya melayani beberapa pembeli yang ikut berteduh sambil menikmati bakso panas yang menghangatkan.

Cheryl duduk di sebelah Fajar. Laki-laki itu dengan cepat langsung membuka bandana yang membungkus telapak tangan Cheryl, membersihkan darah dan mengobatinya dengan betadin. Cheryl mengerutkan keningnya ketika Fajar mengeluarkan bandana berwarna merah dan membalutkannya pada luka telapak tangannya.

FAJAR √ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang