Chapter 22 | Cute Annoying

112 20 7
                                    

MALAM gelap bertabur bintang malam ini. Serta bulan yang menggantung, menemani kesunyian malam gadis yan sekarang tengah duduk di jendelanya sambil memandang benda langit itu. Entah kenapa, tapi Cheryl lebih suka duduk di kusen jendela. Tapi itu tergantung mood-nya. Jika mood-nya berada di titik paling buruk, maka ia akan lebih baik jika berada di rooftop rumahnya sambil memasang tenda di atas dan menikmati waktunya sendiri. Ya, hanya sendiri merenungi apapun yang membuat mood-nya berantakan.

"Gue kenapa bego banget masih ngarepin dia? Mau-maunya lagi nungguin dia," gerutunya dengan penuh kekesalan.

Tidak. Chiko bukan laki-laki yang membuatnya masuk rumah sakit. Bukan, bukan dia orangnya. Laki-laki yang membuatnya masuk rumah sakit lebih brengsek dari laki-laki yang menyuruhnya menunggu walau akhirnya begitu memuakkan. Ia seharusnya tau jika Chiko bukan orang yang selalu menepati janji kepadanya. Hanya kepadanya ia selalu ingkar.

Muak dengan pemikirannya yang malah berkeliaran tentang laki-laki bernama Chiko Wardana, Cheryl memilih beranjak dari duduknya dan langsung menutup jendela dan gordennya. Berjalan menuju saklar untuk mematikan lampu kamarnya. Begitu terkejutnya ketika ia mendapati bayangan seseorang di dekat jendelanya ketika lampunya dipadamkan.

"Astaga!" pekiknya dengan jantung yang berdegup kencang. Ia benar-benar kaget. Ia tidak berhalusinasi, kan? Oke-oke, ia sedang berhalusinasi, sampai terdengar sesuatu yang membentur pot bunga.

Cheryl semakin was-was. Ia menggeleng pelan, mengusir pikiran buruknya. Maling? Tidak, tidak mungkin. Walau tak ada yang menjamin itu bukan perampok. Ia membalikkan badannya menghadap pintu, membelakangi jendela. Tangannya meraba kembali menghidupkan lampu kamarnya dan dengan segera berbalik. Tidak ada apapun.

"Gue gak mungkin punya indera keenam, kan?" gumamnya. "Gue gak mungkin bisa liat hantu? Plis, walau umur gue beberapa minggu menuju sweet seventeen, gue gak mau dapet hadiah kebuka mata batin, sumpah."

Walau takut, tapi kaki Cheryl berjalan kembali mendekati jendela yang tiba-tiba terbuka. "Gue tadi kunci gak sih? Masa kucing masuk?"

Perlahan, tangannya menggapai jendela. Namun, ia langsung terperanjat ketika ada tangan yang membekap mulutnya. Tentu saja ia langsung memberontak tapi bekapan itu lebih kuat. Dengan secepat kilat ia langsung menyikut perut orang yang membekapnya hingga terdengar suara yang membuatnya mengerutkan keningnya.

"Anjing!"

Bekapan di mulutnya langsung terlepas karena orang itu langsung menyentuh perutnya yang sudah pasti sakit dan ngilu.

Cheryl langsung membelalak ketika melihat siapa laki-laki yang barusan membekapnya. "Astaga! Lo ngapain di sini?" pekiknya menekan suaranya agar tak terdengar dan membangunkan kedua orangtuanya. Dengan cepat, ia membantu laki-laki itu dan mendudukkannya di tempat tidurnya. "Lo ngapain di sini?" tanyanya lagi dengan suara yang sudah normal.

Laki-laki itu menoleh dengan wajah yang masih kesakitan.

"Pake bekap mulut gue lagi. Mau nyulik lo?" interogasi Cheryl. "Gue kira tadi hantu, atau kucing. Eh ternyata kucing garong."

"Enak banget ya mulut lo ngomong," protes laki-laki itu. "Kalo gak gue bekap, lo pasti teriak."

"Tapi gak gitu juga caranya, kampret! Lo bikin gue takut. Gue kira hantu, tapi ternyata kucing garong kembaran buaya darat," cibirnya. "Lo ngapain, sih, Sunrise?"

Laki-laki itu, Fajar, hanya menghela napas dan malah menghempaskan tubuhnya ke atas kasur Cheryl dan membuat gadis itu langsung menarik tangan laki-laki itu.

"Lo ngapain, sih? Nanti bonyok gue ke sini lagi," ujar Cheryl sambil terus menarik tangan Fajar. Bisa habis dia oleh orangtuanya jika mereka lihat ada laki-laki di kamarnya. Tamu yang tak diundang.

FAJAR √ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang