CON-13

42.5K 5.2K 879
                                    

Algis Aditya H.

I have something urgent to do. It appears that I will be unable to pick you up. Sorry.

No, it's okay. Aku kayanya lembur juga.

Algis Aditya H.
Ando yang bakal jemput.

I'll go home by myself. Udah biasa juga. Bilang ke Ando ya. Lagian, kalian harus ke Sumbawa malam ini, kan? It's okay.

Algis Aditya H.
Not on my watch, Na. Just wait there, okay?

"Bu Najmi belum pulang?"

Aku menengadahkan kepala saat menemukan Pak Pras—salah satu office boy di kampus—berdiri tepat di depan pintu ruanganku. Kuletakkan handphone di atas meja, dan menatap lurus sosok Pak Pras yang kelihatan salah tingkah.

"Saya pikir tadi lupa matiin lampu, makanya saya ke sini," terangnya mencoba menjelaskan ketika tidak mendapatkan respon apapun dariku. "Maaf ya, Bu," sambungnya, membungkukkan badan sebentar sebelum menutup kembali pintu ruanganku.

Menghela napas berat, aku mengarahkan kembali pandanganku ke beberapa lembar kertas berupa laporan kegiatan progdi yang akan kuberikan pada Dekan besok pagi. Rencananya, laporan ini akan kuselesaikan hari ini juga. Aku sedang tidak ingin membawa tugas apapun ke apartemen. Tapi, ketika Pak Pras masuk ke ruanganku dengan isyarat bahwa aku sudah terlalu lama berada di kampus, mau tidak mau membuatku harus menghentikan kegiatanku sekarang. Apalagi, saat aku melihat jam digital yang sengaja kuletakkan di sudut meja yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. I need to get home before considering spending the night here. Seriously, if it has to do with my job, I can be that insane. Apalagi setelah beberapa hari yang lalu Pak Felix terang-terangan mengkritik cara kerjaku yang ia bilang tidak lagi professional di depan dosen-dosen lainnya saat kami mengadakan rapat bulanan. Well, tahu bagaimana sekumpulan ikan yang kelaparan diberikan makanan? Chaos! The same thing happened at that time. Beberapa dosen yang memang tidak menyukaiku ditambah dengan kejadian di mana aku menolak proposal pengajuan fasilitas khusus yang mereka usulkan, benar-benar di luar kendali. Bahkan, mereka terang-terangan mengacuhkan dan tidak mendengarkanku sama sekali. Lebih parahnya, Pak Felix yang tahu dengan jelas apa yang dia dengar dari dosen-dosen itu hanya diam tanpa mencoba untuk menengahi. Terlibat masalah dengan dosen lain tidak pernah menjadi keinginanku sampai kapanpun. Jadi, hampir sama seperti sebelumnya, aku lebih memilih diam dan lebih dulu meninggalkan tempat ketika meeting selesai.

Setelah menata lembaran sesuai dengan sub judul, aku mengumpulkannya pada satu map dan meletakannya ke salah satu loker arsip di ruanganku. Memastikan tidak ada dokumen atau file penting yang tertinggal di atas meja, aku segera membereskan barang-barang pribadiku, memasukannya ke dalam tas sebelum keluar meninggalkan ruangan. Kakiku melangkah lambat menuju ruang dosen untuk menyempatkan pamit sebentar. Saat tanganku meraih knop pintu ruangan yang di khususkan untuk dosen pengajar di fakultas Bahasa dan Sains itu, aku mendengar beberapa suara familiar terdengar dari dalam ruangan. Kuurungkan niatku untuk masuk ke dalam. Namun, bukannya pergi, aku justru terdiam di depan pintu untuk waktu yang cukup lama. Mendengarkan suara-suara familiar di dalam sana yang juga sempat membawa namaku dalam obrolan mereka.

"Saya nggak nyangka loh kalau diundang juga. Padahal baru acara tunangan 'kan, ya?"

Suara familiar yang lain dengan cepat menyahuti. "Kami usahakan datang ya. Acaranya minggu depan kan, Nin? Duh, kamu ini beruntung banget loh! Masih muda udah bisa dapat calon suami seperti Mas Alfian. Dari awal, Aninda ini memang mahasiswaku yang jempolan!"

Kudengar suara tawa kecil setelahnya. "Harus datang ya, Bu. Saya dan Mas Ian berharap kalau Ibu semua mau datang dan mendoakan," katanya dengan tawa kecilnya yang kembali mengudara di akhir kalimat.

CONNECTED (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang