CON-4

64.1K 6.7K 622
                                    

"Tasmanian Salmon and one bottle of Dolomia Still. Thanks." Aku tersenyum pada salah satu pelayan yang berdiri di sisi kursiku setelah ia selesai mencatat pesananku.

"Two bottle of Dolomia Still, then. Thank you."

Suara bass lain terdengar menyela dengan cepat. Iya, Algis hanya pesan air putih. Sebenarnya bukan salah dia juga, karena sebenarnya aku yang tiba-tiba menghubunginya siang ini untuk ikut makan siang denganku. Seharusnya, siang ini aku menghabiskan waktu lunch bersama Aline, Adelia, dan Nolan. Sayangnya, Aline dan Nolan harus kembali ke Jakarta tadi pagi dan Adelia membatalkan janjinya denganku karena harus bertemu dengan seseorang. Awalnya aku berniat untuk lunch sendirian, tapi sayang sekali because I had a booking at De Soematra. And then I summoned him to join me. So here we are again, with Algis Aditya Hartadinata in front of me in one of Surabaya's upscale restaurants.

Lalu masalahnya ada di mana?

Masalahnya adalah, aku lupa kalau hari ini dia ada janji makan siang dengan Gubernur Surabaya. Sepertinya, saat aku menghungi Algis tadi—dia masih bersama dengan beberapa pejabat kota. Masalahnya bukan itu saja, tadi pagi Algis juga sempat datang untuk memberikan speech untuk lomba marathon SMA se-Jawa Timur. Dilanjut dengan interview yang sempat kutonton tadi pagi di ruang dosen. Dan di sela jadwalnya yang padat itu, aku memintanya untuk menemaniku disaat ia harusnya sudah bisa istirahat di hotel.

"Maaf, aku bener-bener lupa kalau kamu sudah ada janji makan siang sama Bapak Gubernur," kataku memulai obrolan.

Algis hanya tersenyum, lalu menanggapi dengan santai. "It's okay, Na." Ia melepas dasinya dengan sekali sentakan lalu melipatnya asal dan meletakannya di sisi meja yang kosong, "I'm okay. Nggak perlu sampai minta maaf begitu, Nana." Sepertinya dia tahu kalau aku merasa sangat bersalah.

Jelas aku merasa bersalah. He looks tired. Wajahya kuyu dan aku nggak juga memperhartikan kalau beberapa kali Algis kelihatan memijit pelipisnya.

"Tapi kamu bisa nolak, kan?"

Helaan napas Algis terdengar lumayan keras. "Dan, kehilangan kesempatan untuk ketemu sama kamu gitu?" tanyanya seperti dia benar-benar butuh jawaban. "Lagian, kalau bukan kamu yang ngajak, nanti saya juga bakal ajak kamu ketemuan. Jadi, santai aja."

Bukannya merasa tenang, aku justru makin khawatir. "Kamu seharusnya istirahat sekarang, Gis." Aku juga menyuruhnya untuk kembali ke hotel, yang jelas tidak akan dia turuti.

"Istirahat bisa nanti. Setelah ini saya free kok, Na."

Aku memicingkan mata, menatapnya tajam. Nggak habis pikir dengan seberapa keras kepalanya si Algis ini.

"Okay, calm down!" Ia menaik-turunkan kedua tangannya, "seenggaknya, setelah ini saya langsung balik ke hotel kok. I need to see you today, Na. Jadi mau sekarang kamu yang ajak saya atau nanti saya yang hubungin kamu, ya, sama saja," ucapnya mencoba menjelaskan.

"Ketemu aku?" tanyaku mengulang ucapannya barusan.

Algis kali ini tersenyum tipis, "to make sure that you're okay. Kebetulan juga saya baru balik dari Amorelis, buat ngurus ini-itu jadi sekalian aja capeknya, ya, kan?" Ia menolehkan kepalanya begitu melihat beberapa pelayan menata pesanan kami di atas meja.

Begitu katanya.

Bagaimana cara menjelaskannya ya? Algis dengan sikap seperti ini terasa sedikit... menakutkan. Right from very beginning, I know that he's observed me a lot. Dari caranya menatap mataku ketika kami berbicara, juga bagaimana dia selalu memberikan atensi penuh padaku. Did I feel uncomfortable with that? NO. I mean, semua orang pernah melakukannya, kan? The scariest part is that he understood me so well, despite the fact that many people have said I'm a difficult person to read and understand. And it only takes him three days.

CONNECTED (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang