CON-17

40.4K 5.2K 1K
                                    

Ririn Ayunigtyas is calling...

"Angkat aja, Mbak. Ini rambutnya udah mau selesai kok."

Perkataan Luna, hairsytlist sekaligus make up artist yang memang sengaja ku-hire dengan tugas mendadaniku untuk pesta pernikahan Aline dan Nolan malam ini memecah lamunanku. Aku sedang bersiap-siap untuk pesta pernikahan Aline dan Nolan malam ini. Setelah acara pemberkatan yang dilaksanakan tadi pagi di clifftop Malimbu Cliff Villa Lombok berjalan dengan lancar dengan tema white and gold. Aline yang terlihat cantik dengan white long dress nya, sementara senyumnya merekah lebar dibalik see through veil yang memanjang hingga dadanya. Pagi tadi, Aline benar-benar terlihat menawan. Acara pesta pernikahan mereka juga akan dilaksanakan di tempat yang sama nanti pukul 8 malam. Aline dan Nolan memang sengaja memilih Lombok sebagai tempat pernikahan mereka karena keduanya memang lahir di kota yang sama. Selain itu, Nolan juga berpikir memilih Lombok dengan tema outdoor party sebagai tempat perhelatan pesta pernikahannya, lebih baik daripada harus terjebak di salah satu ballroom hotel di Jakarta yang sesuai dengan saran Ibu mertuanya. Karena keinginan Nolan disetujui, dia tanpa banyak bicara mengerjakan persiapan pernikahannya bersama Aline. Termasuk menyewa beberapa villa dan akomodasi bagi keluarga dan tamu yang akan datang. Aku sendiri sudah datang dari kemarin siang bersama dengan Sintya. Nah, sementara Algis... Seharusnya dia sudah sampai, karena Ririn sempat mengabariku, mengatakan kalau mereka mendapatkan tiket untuk flight siang menuju Lombok. Tapi, kenapa Ririn harus menghubungiku?

"Halo, Rin?"

Ririn langsung menjawab, suaranya terdengar cemas. "Bu Nana, maaf saya menganggu. Begini Bu, sebenarnya Bapak Algis sudah sampai di bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid. Tapi, sepertinya kami akan terlambat datang ke villa-nya."

Aku mengerutkan dahi, "masih jam lima sore kok. Acaranya 'kan jam delapan malam, Rin," jawabku selagi menatap jam dinding. "Memang kenapa sih? Kamu lagi nangis?" Bagaimana tidak heran kalau selama aku bicara, napas Ririn terdengar tidak beraturan. Bahkan, aku sempat mendengar suara isakan tangisnya di seberang.

"Ini Bu, tadi waktu nunggu koper, Bapak tiba-tiba ambruk." Napasku tertahan untuk beberapa saat begitu mendengarkan penjelasan Ririn. "Beliau bilang perut bagian atasnya sakit, sepertinya maag Bapak kambuh. Ini saya dan ajudan Bapak sedang mencari rumah sakit, Bu. Untung tadi sudah di jemput sama pihak Bapak Nolan jadi kami langsung jalan. Cuma Bapak dari tadi nggak berhenti merintih begitu, Bu. Bilang katanya sakit sekali," lanjutnya menjelaskan.

Buru-buru berdiri dari kursi, aku memberikan isyarat pada Luna untuk menungguku sebentar sementara kakiku melangkah menuju sisi kolam renang. "Sudah dapat rumah sakit, Rin?" Aku membuka pintu bi-fold yang menjadi penyekat antara kolam renang dan taman belakang.

Samar, aku mendengar suara ringisan Algis sebelum suara Ririn terdengar lebih keras. "Sudah, Bu. Tadi sempat dibantu Bapak Gautama juga untuk mencari rumah sakit yang dekat dengan Malimbu biar Bapak bisa langsung istirahat."

Refleks, aku berdecak kesal saat mendengarkan penuturan Ririn barusan. Sambil melanjutkan langkah menuju taman, aku kembali bertanya. "Kenapa nggak istirahat di rumah sakit aja?" Aku tetap bertanya meskipun sebenarnya sudah tahu jawaban dari apa yang membuat Algis lebih memilih istirahat di sini daripada di rumah sakit.

"Saya nggak tahu, Bu. Bapak bilang pokoknya nggak mau lama-lama di rumah sakit dan sepertinya Bapak Gautama juga sudah tahu kalau Bapak Algis nggak mau dirawat di rumah sakit jadi dipilihkan rumah sakit yang searah menuju Malimbu biar Bapak Algis bisa istirahat di villa saja."

Sebenarnya sakitnya Algis hari ini sempat kudoakan beberapa hari yang lalu. Saat itu Algis memang sedang ada di Banjarmasin, ia mengaku melewatkan waktu makannya beberapa kali karena permasalahan sengketa tanah Sekolah Bersama disana hingga menyebabkan kericuhan. Aku bahkan menghubungi Ririn untuk mengingatkan jadwal makan Algis tapi sepertinya tidak diindahkan Algis karena Ririn mengatakan kalau atasannya itu sama sekali tidak menyentuh makanan yang sudah dipesan sebelumnya. "Doain aja supaya sakit, biar tahu rasa!" kataku saat itu. Dan sungguh aku merasa menyesal sekarang karena perasaanku tidak tenang apalagi setelah tahu Algis kedengaran benar-benar kesakitan.

CONNECTED (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang