CON-18

48K 5.6K 2K
                                    

"Ah, the way he stares at you... Mungkin lo nggak pernah sadar tapi sejak awal kita ketemuan sama Algis di Amorelis, I can see how he's attracted to you. Dan setelah semua perlakuan dia ke lo sampai mau repot ngomong sama gue di telpon sih, harusnya lo tahu kalau dia bener-bener mau serius. Na, let me tell you one thing. If you don't get a man like Algis, you failed in life."





Aku masih ingat ucapan Aline saat kami menghabiskan waktu makan siang bersama beberapa minggu lalu. Saat itu aku tidak begitu menggubris perkataannya, hanya tersenyum singkat sebelum mengganti topik pembicaraan kami. Bukannya aku tidak sadar jika perlakuan Algis sejak awal pertemuan kami memang berbeda. Tapi, rasa-rasanya baru malam ini aku melihat dengan jelas segala perlakuan khusus dari Algis untukku. Mulai dari inisiatifnya yang meminjamkan selimut Ririn untuk menutupi bahuku yang memang terbuka, hingga ke genggaman tangannya yang tidak terlepas sejak kami menunggu golf car yang akan menjemput kami di depan villa sampai ke venue clifftop Malimbu yang kini di desain berbeda dari acara pemberkatan tadi pagi.

Aku menolehkan kepalaku ke belakang, menatap sebentar ke arah dua golf car lain berisikan dua ajudan Algis lalu meluruskan kembali pandangan dan menatap satu golf car yang juga di tumpangi ajudan Algis lainnya tepat di depan golf car yang kunaiki bersama Algis. Saat Sintya menolak untuk pergi bersama kami dan lebih memilih dijemput oleh Sarah dan Rebecca—sahabat-sabat Aline—aku baru mengetahui kalau ternyata di luar unit villaku berdiri empat ajudan Algis di samping golf car yang sudah terparkir rapi di seberang. Selain Ririn dan Haidar, ternyata Algis membawa empat ajudannya yang lain datang ke sini. Ada Ando, Udin, Samsul, dan Husein. Saat kutanyakan alasan kenapa dia harus membawa banyak ajudannya, Algis hanya mengatakan kalau itu bagian dari protokol keamanan. Selain, karena memang ini acara yang tentunya didatangi banyak orang, Algis dan para staffnya juga mempertimbangkan keamananku dan dirinya sendiri mengingat banyaknya isu dan masalah yang bersangkutan dengannya akhir-akhir ini.

"Biasanya 'kan datang ke mana-mana sendiri, ya, cukup bawa dua aja. Kalau bukan acara yang bersangkutan dengan tugas pemerintahan malah biasanya cuma ditemani Ando, Ririn dan Haidar. Nah, sekarang 'kan ada kamu juga. Lagian, kalaupun bukan aku yang minta, Haidar dan Ririn juga bakal yang urus masalah beginian." Begitu penjelasan Algis saat kutanya kenapa ada banyak ajudannya yang menunggu di luar unit villaku tadi.

Bahkan Ririn dan Haidar yang kupikir akan menghabiskan waktu makan malam di Asthari juga ternyata mengikuti kami ke venue pernikahan. Saat kutanya lagi, Algis menerangkan kalau ini memang tugas mereka. "Aku dari awal nggak ada bilang mereka bisa pergi waktu kita pergi juga, loh? Kan, sudah aku reservasi. Mereka datang tengah malam pun pasti di layani, kok." Tadinya aku ingin sedikit berdiskusi dengan Algis tentang memberikan kelonggaran pada staff dan ajudannya malam ini, namun Algis dengan tegas menolak.

Aku kembali meluruskan pandangan, dari kejauhan bisa kulihat cahaya keemasan yang terang pada bagian deck di clifftop tempat dilangsungkannya pemberkatan tadi pagi. Aline dan Nolan sengaja menekankan tema soft white pada gelaran pemberkatan mereka. Segala pernak-pernik, mulai dari kursi para tamu hingga bunga-bunga yang dipilih memang di dominasi berwarna putih. Namun, pesta pernikahan Aline dan Nolan malam ini terlihat lebih mewah dengan tema black and gold yang menjadi permintaan Aline. Tema outdoor ditambah dengan suasana clifftop dari salah satu villa terkenal di Lombok sekiranya menambah suasana mewah pesta malam ini.

Algis turun lebih dulu saat golf car kami berhenti tepat di area drop off point. Kedua ajudan Algis yang berada di golf car di depan kami, dengan sigap menghampiriku dan Algis. Keduanya berhenti di sisi pintuku, sementara dua lainnya langsung berjalan mendekati area venue pesta pernikahan. Dari golf car terakhir, kulihat Ririn berlari kecil untuk menghampiriku sementara di belakangnya Haidar tampak mengangguk-anggukan kepalanya saat dua ajudan yang berdiri di dekat meja terima tamu memberikan isyarat 'oke' dengan jarinya.

CONNECTED (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang