CON-14

42.9K 5.2K 549
                                    

"I don't agree with this one."

"Which one?"

"This line."

"Which line?"

Aku menolehkan kepalaku ke kiri dan ke kanan secara bergantian. Menatap Mama saat Mama berbicara lalu menatap Ibu Arkadewi saat ia berbicara. Aku ikut-ikutan menundukkan badan saat Ibu Arkadewi menunjuk ke arah layar macbook milik Mama.

Sepertinya Mama masih juga belum mendapatkan jawaban dari pernyataan ketidaksetujuan Ibu Arkadewi barusan, "memang kenapa? Ada yang salah?" Kedua mata Mama masih bergulir di baris yang sama—memperhatikan dengan lekat—takut melewatkan kesalahan yang mungkin ia lakukan secara tidak sadar.

Ibu Arkadewi tidak membalas, ia hanya kembali menunjuk pada baris tulisan yang sama pada lembar word milik Mama di macbook. Lagi, Mama menundukkan tubuhnya sambil memicingkan mata menatap layar persegi di hadapannya. Ia bahkan menggumamkan beberapa baris tulisan cukup keras dan memutuskan untuk memakai kacamata bacanya saat kembali memutuskan untuk membaca paper yang akan digunakan untuk keperluan simposium besok pagi di Universitas Indonesia bersama Ibu Arkadewi. Aku sendiri kembali menyandarkan punggung pada sofa saat kulihat Mama kini sudah memangku dan memaku pandangan penuh ke arah macbooknya.

Kudengar helaan napas berat Ibu Arkadewi setelahnya. "Lagian kenapa nggak di print dulu, sih? Kan, lebih gampang lihatnya?" protesnya saat mendapati Mama berdecak kesal karena tidak menemukan baris kalimat yang ditunjuk Ibu Arkadewi tadi.

"Kenapa harus repot kalau bisa lebih praktis," jawab Mama singkat, menimpali ucapan sahabatnya datar. Pandangannya masih tertuju pada layar laptop. "Salah satu peran pemerintah juga adalah untuk memberantas kasus perdagangan manusia. Menurut data kemensos, perdangan manusia sudah masuk pada tahap membahayakan. Lebih dari empat ribu korban dikabarkan terlibat dengan kasus perdagangan manusia ini..."

"Lebih praktis dari mananya?" Ibu Arkadewi masih mencibir sambil melihat jam dinding di ruang tengah miliknya lalu kembali menatap Mama yang masih mengeja satu per satu kalimat di sebelahku. "Nyari begini aja udah habis sepuluh menit. Mata kita ini udah nggak awas, Em. Bukan selesai makin cepat, yang ada kita harus cepat-cepat istirahat. Kepalaku sudah pusing cuma buat baca isi paper kamu. Itu tulisannya nggak bisa diatur apa? Besarin dikit. Nggak usah sok muda lah, orang kamu juga mrecing-mrecing gitu bacanya kalau nggak pakai kacamata baca!" sambungnya datar seakan tidak peduli kalau yang diajak bicara juga sepertinya tidak mendengarkan.

Aku sempat menawarkan bantuan pada Mama saat mendengar rentetan protes yang dikatakan Ibu Arkadewi. Bukannya takut tapi tadi aku sempat mendengar kalau Ibu Arkadewi merasa pusing dan kebenaran kalau mereka butuh waktu istirahat setelah dua jam penuh berdiskusi. Tapi sayangnya Mama menolak, ia bahkan memberikanku lirikan tajamnya sebelum berucap. "Mending kamu ngobrol aja sama Ibu supaya dia berhenti ngomongin Mama."

"Kalaupun aku ngomong sama Mbak Nana, topiknya ya tetep kamu juga," sahut Ibu Arkadewi cepat sambil mendekatkan piring kue talas ke arahku. "Mbak Na, dimakan kue talasnya." Tidak menghiraukan ucapan Mama, Ibu Arkadewi malah menyodorkan piring kue talas ke arahku. "Dimakan. Itu Ibu yang buat," lanjutnya menjelaskan saat piring kue talas itu sudah berada di atas kedua pahaku.

Aku mengangguk setelah menerima sendok kue dari Ibu Arkadewi. To tell you the truth, I'm not a traditional dessert fan. Makanan ringan tradisional apa pun yang memiliki rasa manis tidak pernah menjadi pilihan utamaku termasuk si kue talas yang berada di pangkuanku saat ini. Setelah berhasil menyendokkan satu suap kue talas, aku menangkap pandangan Mama yang kini terarah lurus padaku. Kalau kedua mata Mama bisa berteriak mungkin mereka akan mengatakan, "OH, you appear to be enjoying the cake. " Aku lebih memilih untuk segera menghabiskan kue buatan Ibu Arkadewi daripada menanggapi Mama yang sedang menahan tawanya saat aku kembali menyuapkan kue talas ke dalam mulutku.

CONNECTED (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang