25. Lily - Ujian Praktek

240 35 11
                                    

Happy Reading

*
*
*
------------------






25. Lily - Ujian Praktek

Setelah pelajaran Bu Bella selesai, kini kelas mereka kembali memasuki mata pelajaran selanjutnya, yaitu Seni Budaya.

"Jadi kalian semua anak bapak yang unyunya melebihi marsha and the bear, hari ini kita akan ujian praktek," ucap Pak Didin yang tak lain adalah wali kelas mereka.

Sontak semuanya pada heboh. Ada lah yang masang ekspresi kaget. Ada juga yang melongo. Ada yang cuma biasa aja. Dan ada juga yang histeris.

Pak Didin emang kebiasaan asal apa pasti mendadak mulu. Kan belum ada persiapan. Kalau begini gimana coba mau praktek kedepan?

"Pak," panggil Arjuna.

Pak Didin menatap malas Arjuna. Dalam hati ia sangat yakin jika murid-murid legendnya ini pasti ingin membuatnya jengkel.

"Iya Juna ada apa?" tanya Pak Didin berusaha lembut.

"Kok mendadak banget sih pak," ucap Arjuna.

"Iya ish, bapak mah suka banget mainnya dadakan," imbuh Darren.

"Bapak apa gak tahu kami gak ada persiapan," sahut Novan juga.

"Jangan deh Pak, minggu depan aja yaa?" tawar Wahyu.

"Bapak mah gak seru ih," cibir Malik.

Kan dah dibilang.

Mereka nih pasti pada komplin. Kadang Pak Didin heran sendiri sama mereka. Suka banget buat dirinya naik tensi.

Anak Ipa 6 yang lain juga pada ngeluh sama kaya mereka. Kecuali yang adem-adem kaya Liam. Dia sebenarnya juga mau komplen tapi malas ngomong.

"Aduhh, kalian ini kenapa sih komplen mulu kerjaannya. Bapak belum selesai ngomong juga," ujar Pak Didin dengan wajah kesal.

"Lah tapi tadi Pak Didin udah berhenti aja tuh ngomongnya," jawab Malik.

Pak Didin menghela nafasnya. "Sudah lah lama-lama saya pusing kalau ladenin kalian mulu. Intinya tugas kalian harus praktek kedepan," ketus Pak Didin tak ingin dibantah.

"Prakteknya gimana Pak? Bebas kah?" tanya Lily yang dari tadi cuma dengerin.

"Iya bebas. Terserah kalian mau praktek apa," jawab Pak Didin.

"Berarti kalau maju kedepan gak ngapa-ngapain boleh Pak?" tanya Arjuna ngawur.

"Boleh, boleh saya tendang nanti kamu." Pak Didin memberikan tatapan tajam kepada muridnya itu.

Pak Didin capek kalau mesti lemah lembut mulu. Sekali-kali dia harus tegas biar gak terlalu disepelekan kali.

"Nyanyi boleh Pak?"

"Boleh."

"Drama Pak?"

"Iya boleh."

"Ngedance?"

"Astagaaaa kan sudah saya bilang tadi terserah. Kalian paham kan dengan kata terserah?" tanya Pak Didin jengah.

Anak Ipa 6 akhirnya mengangguk pertanda mengerti. Mereka semua sudah pada sibuk mencari apa yang ingin ditunjukkan nanti didepan.

"Pak," panggil Luna.

Atensi Pak Didin beralih ke sang bendahara kelas itu. "Iya apa lagi?"

"Ini perkelompok atau individu prakteknya?" tanya Luna bingung.

L I L Y [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang