21. The Fact

590 104 69
                                    

Butik ternama di ujung jalan itu nampak sibuk. Setiap pegawainya tidak ada yang tidak wara-wiri mengikuti intruksi atasannya.

"Magenta, Bisa kau masukan itu ke dalam koper? Tapi jangan samapai kusut, okay?"

"Baik, Nyonya."

"Rachael, kau sudah siapkan hiasan rambutnya?"

"Sudah, Nyonya. Tapi aku rasa ada beberapa hiasan rambut yang rusak."

"Apa? Bagaimana bisa? Lalu apa yang kau lakukan disini? Cepat perbaiki."

"Baik, Nyonya."

"Semuanya! Bekerjalan dengan cepat dan semangat! Besok adalah hari besar kita. Kita harus memberikan yang terbaik. Mengerti?"

"Mengerti, Nyonya."

"Bagus, lima belas menit lagi kalian boleh istirahat makan siang. Kalian bisa kembali pukul dua siang."

"Baik, Nyonya. Terima kasih."

Jungyeon, wanita yang sejak tadi nampak sibuk itu menghembuskan nafas, mencoba setenang mungkin.

"It's okay, Jungyeon. Pameran akan berjalan lancar. Kau tenang saja."

Setelah agak tenang, wanita itu meninggalkan para karyawannya dan masuk ke dalam sebuah bilik. Wanita itu menghembuskan melihat seorang wanita yang nampak sibuk dengan manequeen dan kain-kainnya.

"Sampai kapan kau akan mengerjakan itu, Im Nayeon?"

Nayeon tersenyum simpul menatap Jungyeon yang masuk ke ruangan mereka.

"Entahlah, aku sedang menikmati ini," jawab Nayeon.

Jungyeon duduk di kursi melihat Nayeon yang nampak sibuk dengan kegiatannya. Tatapannya beralih pada sketsa di meja. Nampak mirip dengan rancangan yang kini ditangani Nayeon.

"Woah, itu keren sekali. Apa kau menggambarnya untukku?"

Nayeon sontak menatap Jungyeon sambil mengangkat satu alisnya.

"Untukmu? Enak saja," seloroh Nayeon.

"Lalu untuk siapa Nyonya Jeon? Apa itu untukmu? Kau diam-diam punya kekasih dan akan menikah, eoh?" goda Jungyeon. Nayeon sontak tergelak.

"Kau jangan aneh-aneh. Aku sudah tua. Untuk apa menikah, hum?"

Jungyeon berdecak kesal. "Sudah tua dari mananya? Kau masih terlihat muda, hanya saja anakmu sudah tiga," kata Jungyeon.

"Daripada memintaku menikah, kau saja sana cari pasangan! Bukankah kemarin ada pria yang meminta nomormu di kafe depan itu? Pria Korea itu. Park Jimin."

"Yak! Aku tidak menyukainya!" pekik Jungyeon membuat Nayeon tertawa.

"Pria pendek dan sok humoris itu, cih..."

"Kau akan menyukainya Jungyeon-ah. Percayalah padaku."

Jungyeon yang mendengar itu bergidik.

"Ah, molla. Tapi jika kau tidak menggambar itu untukku atau untukmu, itu untuk siapa? Seseorang memesannya? Kenapa aku tidak tau?" tanya Jungyeon.

"Ini untuk Sina," kata Nayeon sambil tersenyum.

Jungyeon yang mendengar itu mengernyit.

"Bukankah dia terlalu kecil untuk menikah?"

Nayeon terkekeh mendengar pertanyaan itu. "Tidak sekarang, Jung. Nanti saat dia dewasa. Aku membuat ini untuknya. Waktu selalu berjalan cepat, Jung. Dulu mereka bayi, lalu dengan cepat tumbuh jadi anak-anak yang pintar dan menggemaskan, mereka akan jadi remaja, lalu tumbuh dewasa. Kau mungkin belum merasakannya karena belum menikah dan punya anak. Tapi aku yakin, suatu saat nanti kau akan tau rasanya. Melihat mereka tumbuh, bukankah tidak ada yang lebih baik dari itu?" ucap Nayeon sambil tersenyum.

Destiny [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang