34. Happy Day

416 94 8
                                    

"Bibi, ayo cepat. Ini sudah sore. Miko masuk lima besar. Dia berjuang sendiri sekarang. Kita harus cepat datang dan mendukungnya."

"Sabar, Sina. Jalannya sedikit macet."

Gadis kecil itu menggembungkan pipinya saat mendengar jawaban dari Sang BIbi. Yah, memang benar jalanan sangat padat. Tapi mau bagaimana, dia tak sabar melihat adik bungsunya unjuk kecerdasan.

"Sabar, Sina. Miko tak akan marah jika kita tidak disana sampai akhir. Kau tenang saja."

"Kak Sammy tau apa soal Miko? Miko itu selalu bersikap biasa saja, tapi Kakak tidak pernah tau kan bagaimana perasaannya. Kak Sam tidak dekat dengannya, jangan sok tau," kata Sina yang cukup kesal mendengar ucapan kakak sulungnya.

"Di sana ada Paman itu kan? Kau tidak usah khawatir, Miko anak yang mandiri, tidak manja sepertimu."

"Aku tidak manja!"

"Ssst... sudah, diam. Sebentar lagi kita juga akan sampai," ucap wanita yang tidak bukan adalah mama mereka; Nayeon.

Sina menghembuskan nafas kesal dan langsung memalingkan muka ke arah jendela, enggan menatap kakak sulungnya.

Sammy melirik Sina, gadis itu nampak kesal karenanya dan itu membuatnya menghembuskan nafas.

"Hey, maafkan aku," kata Sammy.

Anak laki-laki itu tersenyum kemudian mengusap kepala adiknya.

"Kita akan segera sampai. Kau bisa tunjukkan piala juara tigamu itu pada Miko, hum?"

Sina menatap kakaknya kemudian mendengus.

"Dasar Kakak menyebalkan," katanya.

Mendengar itu tiga lainnya yang ada di mobil hanya terkekeh. Kemudian hening, Sina menatap piala yang sejak tadi di peluknya. Rasanya bahagia, bangga, tapi sedih juga. Dia memang jadi juara, tapi hanya juara ketiga. Itu artinya dia kehilangan kesempatan untuk masuk ke sebuah sekolah musik terkenal dan kehilangan kesempatan menjadi bagian dari salah satu grup orkestra besar di Canada.

"Kau sudah melakukan yang terbaik."

Sina menatap Sammy yang tersenyum padanya seolah mengerti apa yang dipikirkan olehnya.

"Semua bangga padamu, Sin. Kau juga harus bangga pada dirimu sendiri. Kau sudah melakukan yang terbaik, aku yakin."

"Terima kasih, Kak."

**

Taehyung menghembuskan nafas. Dia menatap arloji di tangannya yang sudah menunjukkan pukul tiga sore.

"Kemana Nayeon?" gumamnya.

"Hyung, kau gelisah sekali."

Taehyung menengok pada Eunwoo kemudian menggeleng. "Entahlah," katanya.

"Dia sama sekali tidak memberi kabar atau meminta kabar dari Miko. Apa dia tidak menaruh perhatian pada Miko?"

"Hyung, jangan bicara begitu. Bukankah Nayeon Noona juga mencintai Miko. Dia bahkan memintamu menjauhinya karena takut kau membawanya."

Taehyung hanya menghembuskan nafas, enggan membalas perkataan Eunwoo.

"Kemana Nayeon, ya?"

Eunwoo terkekeh, dia menepuk bahu Taehyung beberapa kali dan itu membuat Taehyung kembali menatapnya.

"Tidak papa. Bahkan Miko nampak tenang dan tidak masalah jika mamanya tidak ada."

Taehyung terdiam beberapa detik mendengar itu. Tatapannya beralih ke depan dimana Miko berdiri di belakang podium dan nampak serius menyimak pembawa acara membacakan soal.

Destiny [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang