23. Our Son

635 117 23
                                    

Malam menjelang dan makin larut, tapi Miko sama sekali tidak membuka matanya. Taehyung selaku penjaganya yang sejak siang tadi menemaninya tentu khawatir.  Miko yang biasanya ceria dan banyak tanya mendadak diam. Ya Tuhan, Taehyung rindu diberondong pertanyaan olehnya, dia rindu bercanda dan bertengkar dengannya.

"Hyung, kau tidak pulang?"

Taehyung menggeleng untuk menjawab pertanyaan Eunwoo.

"Kau belum makan sejak siang. Aku sudah belikan kau makan malam juga. Kenapa tidak dimakan?"

Taehyung menghembuskan nafas. "Bagaimana aku bisa makan kalau aku melihat anakku seperti ini, Eunwoo-yya."

"Ngomong-ngomong. Kau sudah dapat info tentang anak-anak itu?" Tanya Taehyung.

"Sudah. Anak bernama Glen itu cucu pemilik sekolah. Anak-anak lainnya hanya bawahannya. Sepertinya anak itu merasa sekolah itu juga miliknya. Jadi dia seenaknya saja. Dia juga bukan anak yang pintar, malah sangat nakal."

"Pihak sekolah memberikan sanksi untuknya?"

Enwoo menggeleng. "Katanya, orang tuanya yang akan memberikan hukuman sendiri pada anaknya."

Taehyung terkekeh mendengar itu. "Apa-apaan?" Katanya.

"Eunwoo-yya. Beli saham sekolah itu. Kalau bisa kau beli lebih dari tiga puluh persen. Ah... Tidak, kalau bisaa aku ingin sekolah itu jadi milikku."

Mata Eunwoo membola. "A-apa, Hyung? Kau gila? Kau seperti membeli es krim saja, Hyung."

Taehyung terkekeh. "Memang seperti es krim kan?"

"Hyung. Jangan gila. Hanya karena Miko kau..."

"Aku akan melakukan apapun untuk Miko. Bahkan aku bisa menggadaikan hidupku untuknya. Kenapa?"

"Hyung."

"Lakukan saja, Eunwoo-yya."

"Jangan lakukan sesuatu berdasarkan emosi, Hyung. Tidak baik. Aku peringatkan kau. Pikirkan saja lagi. Aku pergi dulu."

"Apa? Yak! Aku bosmu!"

Eunwoo acuh dan malah keluar dari ruang inap Miko. Taehyug menatap kepergian pria itu sambil menggelengkan kepala.

"Wah, sinting. Aku atasannya dan dia berani memerintahku."

**

Di tempat lain. Tepatnya di ruangan Nayeon. Nampak sedikit berbeda dengan ruangan Miko. Hangat, bukan karena suhu, melainkan karena canda tawa ibu dan dua anaknya.

Nayeon memang sakit, tapi sesakit apapun dia. Nayeon tidak akan menunjukkannya pada anak-anaknya.

"Mama setelah ini istirahat ya? Bibi Jungyeon akan segera menjemput kami pulang. Mama tak apa sendiri disini?" Tanya Sina.

Nayeon menggeleng. "Mama sudah besar. Lagipula siapa yang akan menculik Mama, hum?"

Sina yang hidungnya dicubit gemas oleh sang Mama itu terkekeh. "Iya, Ma."

"Mama. Mama kapan pulang dari rumah sakit?" Tanya Sina.

Nayeon bergumam. "Um... Secepatnya, Sayang. Mama tidak suka disini. Lagipula Mama juga masih banyak pekerjaan."

"Mama masih sakit, jangan pikirkan pekerjaan.  Mama haru sehat dulu. Mama jangan pikirkan hal yang berat-berat, Ma. Kata dokter begitu," sahut Sammy.

Nayeon terkekeh. Dia mengibaskan tangannya, memanggil Sammy agar mendekat padanya. Sammy yang tadi duduk di kursi kini berpindah duduk di samping sang Mama, sama seperti Sina. Nayeon pun merengkuh keduanya bersamaan.

Destiny [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang