4. Don't Leave Me

726 116 70
                                    

Nayeon menggigit kuku jarinya sambil mondar-mandi di ruang tamu. Beberapa kali dia berkata kasar setelah melihat jam di dinding.

"Kemana dia?" gumamnya.

Beberapa menit lalu Nayeon sampai di rumah begitu mendapat kabar bahwa sekolah dipulangkan lebih awal. Sebelumnya dia ke sekolah, menunggu beberapa menit putra bungsunya, tapi nihil. Dia tidak menemukannya. Dan sekarang dia sudah ada di rumah dan anak itu juga tidak ada.

"Kemana anak itu, astaga."

Baru saja dia dia mengambil mantelnya, hendak pergi lagi tapi pintu rumahnya terbuka. Sosok yang sejak tadi ditunggunya nampak kaget saat melihat ada Nayeon di ruang tamu. Wajahnya terlihat tidak bersahabat membuat bocah yang ditunggu menunduk takut.

"Miko!"

Terperanjak begitu nada tinggi itu menembus gendang telingannya. Miko meremat jari tangannya karena takut.

"Kemana saja kamu? Ha?"

"Maaf, ma."

"Maaf? Kau bilang maaf?"

Pekikan itu membuat mata Miko memanas.

"Seharusnya kamu menunggu mama, Miko! Dari mana saja kamu?"

Miko terdiam.

"Jawab mama, Miko! Kamu dari mana saja? Kenapa baru pulang? Sekolah pulang lebih awal, kamu pikir mama tidak tau?"

Miko masih terdiam. Dia memejamkan matanya mendengar pertanyaan yang terkesan seperti bentakan itu, membuat permata di matanya jatuh begitu saja.

"Miko! Jawab!"

Miko terperanjak.

"Ta-taman. Miko tadi ke taman sebentar, ma." cicitnya.

Nayeon memijat pangkal hidungnya lalu menghembuskan nafas.

"Miko, kamu benar-benar." ucap Nayeon geram.

Tangan itu ditarik dengan kasar, Miko merintih saat tubuhnya ditarik mendekati sang mama.

"Kamu memang anak nakal!"

"Mama! Maaf, ma!"

Dua pekikan itu mendominasi. Miko yang menunduk, memekik sambil menangis karena cubitan dan pukulan di pahanya. Miko sama sekali tidak berani menatap barang sedikit saja wanita yang kini berlaku kasar padanya.

"Mama, maafkan Miko, ma. Maaf hiks..."

Air mata itu jatuh. Bukan Miko, melainkan wanita yang melahirkannya yang menjatuhkan air mata.

"Anak nakal! Pulang sekolah harusnya menunggu mama! Kenapa malah main!"

"Miko tidak main, ma! Miko minta maaf."

"Anak nakal!"

"Mama! Ampun, ma! Miko salah, Maafkan Miko hiks..."

"Im Nayeon! Apa yang kau lakukan!"

"Berhenti!"

Tangan Nayeon ditarik dengan kasar lalu tubuh Miko direngkuh. Bocah itu hanya bisa menangis sesenggukan karena rasa sakit yang menjalar di pahanya.

Nayeon memalingkan muka, menghapus bercak air mata yang membasahi pipinya.

"Apa kau gila, ha?!"

Terdiam, Nayeon menghembuskan nafas perlahan lalu berjalan ke kamar begitu saja tanpa memperdulikan Miko yang menangis dan kesakitan.

"Sayang, sssttt.... Sudah, sudah..."

Punggung dan rambut Miko diusap dengan lembut. Perlahan Miko mulai tenang. Dia memberanikan diri untuk mendongak, menatap orang yang memeluknya itu.

"Hiks... Bibi Jung, sakit hiks..."

Miko yang mengatakan sakit, tapi tidak tau kenapa dia yang lebih sakit saat melihat Miko.

"Hiks... Mama marah, apa hiks mama akan memaafkan Miko? Hiks..."

Wanita cantik itu tersenyum, dia menghapus air mata Miko lalu mengangguk.

"Pasti dimaafkan." katanya.

"Tapi hiks... Mama marah sekali."

"Tidak papa, sudah, sekarang Miko ke kamar, ya? Ayo bibi antar. Sekalian ganti baju. Miko sudah makan?"

Miko menggeleng.

Wanita itu--Jungyeon tersenyum lalu menggandeng tangan Miko dan membawanya masuk ke kamarnya.

***

"Lain kali, kalau sudah waktunya pulang Miko harus langsung pulang. Jangan main, ya?"

Miko mengangguk mendengar nasehat Bibi Jungnya. Bibinya itu dengan telaten memberikan salep pada bercak kemerahan yang ada di pahanya.

"Kenapa Miko tidak tunggu Mama hum?"

"Miko kira Mama tidak akan jemput Miko." kata Miko.

"Kenapa berpikir begitu?"

Miko diam sejenak sambil bergumam.

"Karena Mama gak sayang Miko."

Ucapan itu membuat hati Jungyeon tercubit. Sakit, tidak bisa membayangkan berada di posisi Miko.

"Kenapa Miko pikir Mama tidak sayang Miko?"

"Karena Mama selalu marah sama Miko. Mama tidak pernah mau bicara pada Miko. Mama benci Miko," ucap Miko.

"Bibi Jung, salah Miko apa? Kenapa Mama dan Kak Sammy benci pada Miko? Apa Miko nakal? Miko menyusahkan, ya?"

Mencoba tersenyum, Jungyeon lalu mengusap rabut halus milik Miko.

"Kenapa berpikir begitu? Mama marah karena mama sayang Miko. Mama marah karena khawatir pada Miko. Miko tau? Tadi mama langsung pulang saat tau sekolah pulang awal. Mama menunggu Miko di sekolah, dia sangat khawatir pada Miko. Itu karena Mama sayang sekali sama Miko. Miko tidak nakal, tidak menyusahkan juga. Kenapa berpikir begitu, hum?"

Miko menunduk menatap kakinya.

"Karena Miko cacat."

Akhirnya air mata itu jatuh. Jungyeon segera menghapusnya. Tiga kata itu kenapa terdengat begitu menyayat hatinya?

"Miko tidak cacat, sayang. Miko istimewa," ucap Jungyeon dengan suara parau.

Miko mendongak perlahan menatap bibinya tersayang.

"Bibi Jung."

"Bibi mau janji sesuatu pada Miko tidak?"

"Janji? Janji apa?"

"Janji. Jangan pernah tinggalkan Miko. Jangan pergi jauh-jauh. Nanti Miko kesepian. Disini ada banyak orang, tapi Miko seperti sendiri. Miko rindu mama, rindu papa. Miko hiks... ingin dipeluk. Rasanya ha-hangat sekali... "

Bocah itu kembali meneteskan air mata. Dengan cepat, Jungyeon memeluk tubuh itu dengan erat. Ikut menangis walaupun dalam diam.

Jungyeon memejamkan matanya lalu berucap dalam hatinya.

Tuhan, suatu hari nanti tolong berikan anak malang ini kebahagiaan. Biarkan dia tersenyum dan tertawa tanpa beban. Dia juga berhak bahagia, Tuhan.

To be Continue...




:: Support this story, please! ::


AlmostZ
15/05/20



Destiny [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang