Berbeda

4.1K 541 507
                                    

Setelah acara pernikahan selesai, Dirga memilih tinggal di apartemen miliknya. Syaqilla hanya pasrah, padahal yang ia harapkan bisa tinggal bersama orang tuanya.

Pihak keluarga dari kedua belah pihak awalnya menolak, namun dengan ucapan Dirga yang meyakinkan bahwa Syaqilla akan baik-baik saja bersamanya membuat mereka pasrah. Toh, mereka sudah tidak berhak untuk ikut campur.

Di dalam mobil suasana terasa hening. Dirga begitu fokus mengemudiakn mobilnya, sedangkan Syaqilla hanya menatap kosong ke arah depan. Ia  tidak menyangka bahwa takdirnya berjalan seperti ini.

"Kalo mau tidur, tidur aja," ucap Dirga tanpa melirik Syaqilla yang berada di sebelahnya.

"Gak usah, lagian bentar lagi udah mau sampai kan?" tanyanya sambil melirik ke samping tempat Dirga sedang menyetir.

"Hmm."

Setelah satu jam lebih, akhirnya mereka sudah sampai di sebuah apartemen yang sangat mewah. Dirga pun memarkirkan mobilnya di bassment apartemen.

Mereka berjalan beriringan menuju tempat kamar apartemen Dirga yang berada di lantai 23.

Kesan pertama saat pintu kamar apartemen terbuka adalah kagum. Karena kamarnya sangat bersih dan bau maskulin sangat menyengat sampai indera penciuman Syaqilla.

Syaqilla mulai menggeret kopernya dan mengikuti langkah Dirga hingga sampai di sebuah pintu kamar.

Saat sudah masuk, Syaqilla mulai merapikan baju-bajunya. Setelah selesai, ia segera menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.

Sedangkan Dirga hanya duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.

"Hmm mandi dulu gih." Tiba-tiba Syaqilla datang. Ternyata ia sudah selesai mandi, terlihat dari rambutnya yang masih basah dan memakai baju tidur.

"Lo gak usah ngatur-ngatur gue! Karena gue gak suka di atur-atur, sekalipun lo istri gue, ngerti!" Setelah mengucapkan itu Dirga pergi menuju kamar mandi dengan membawa pakaian nya.

DEG!

Rasanya Syaqiila ingin menangis, kenapa  ia di perlakukan seperti ini oleh suaminya sendiri.

Syaqilla terduduk lemas di kasurnya. Mengapa harus seperti ini, apa ia akan kuat menjalani kehidupannya?

"Apa aku kuat?" gumamnya sambil menangkup wajahnya dengan tangan mungilnya.

Ceklek!

Suara pintu kamar mandi terbuka. Dirga terlihat nampak segar, kini ia hanya memakai kaos hitam dan juga celana pendek levis berwarna putih.

"Lo bisa tidur di kasur. Biar gua yang di sofa." Dirga mengambil selimut dan bantalnya.

Syaqilla menatap Dirga. "Tapi---"

"Gue gak bakal ngapa-ngapain lo walaupun kita udah sah. Lo ga usah khawatir," ucap Dirga.

Syaqilla hanya diam karena sangat mengantuk, mungkin faktor kelelahan dan akhirnya ia memutuskan tidur.

                         ****

Besoknya, Syaqilla terusik dari tidurnya karena sinar matahari yang masuk dari celah-celah jendela kamarnya.

"Eunghh."

"Astagfirullah, aku harus siap-siap nih."

Beberapa menit, kemudian Syaqilla telah selesai bersiap-siap dan ia mulai membangunkan lelaki yang kini statusnya menjadi suaminya.

"Ka bangun udah pagi." Sambil menggoyangkan bahu Dirga dengan pelan.

"Hmm."

Syaqilla menghembuskan nafasnya perlahan. Ia melangkah pergi keluar dari kamar.

Sambil menunggu Dirga selesai, Syaqilla menyiapkan sarapan seadanya. Hanya sebuah roti tawar dan juga teh hangat.

Derap kaki terdengar dari belakang membuat Syaqilla menengok kebelakang. Ia mendapati Dirga yang sudah siap walaupun pakaian lelaki itu tidak rapih.

"Sekarang lo berangkat sendiri." Saat Syaqilla akan menjawab sudah di potong oleh Dirga.

"Oh ya, satu lagi. Lo pura-pura ga kenal gue. Paham?"

Setelah meletakkan beberapa lembar uang, dia pergi dari rumah dan mengabaikan Syaqilla yang terdiam di dalam.

Syaqilla menatap beberapa uang tersebut sambil menghela nafas pelan, padahal ia sama sekali belum pernah naik angkutan umum. Ia segera mengambil tas kecilnya lalu berjalan keluar dan tak lupa mengunci pintu.

"Naik angkot yang mana?" tanya Syaqilla bingung.

Saat akan menyebrang ia hampir saja tertabrak oleh motor yang melaju sangat cepat.

"Akhhh!" teriak Syaqilla terkejut. Ia jatuh terduduk.

"Anjir!" umpat pria yang hampir menabraknya. "Lo gak apa-apa?"

Syaqilla mengangguk. "Maaf," ucapnya.

"Harusnya gue yang minta maaf. Eh lo Syaqilla kan?" tanya pria itu.

Syaqilla mengerutkan keningnya lalu mengangguk. "Lo siapa?" tanyanya.

"Gue Fadil. Satu angkatan sama lo," ucap Fadil. "Gini aja gimana kalau lo berangkat sama gua aja? Sebagai tanda permintaan maaf."

"Tapi-"

"Ayo! Nanti telat," ucap Fadil sambil menarik tangan Syaqilla.

Syaqilla menaiki motor milik Fadil dengan ragu. "Nah, pegangan," ucap Fadil.

Syaqilla memegangi pundak Fadil dan membuat pria itu hanya menyunggingkan senyumnya. Ia pun mulai menancapkan gas motornya dengan kecepatan sedang.

Syaqilla menatap ragu. Apa benar pria ini satu angkatan dengannya? Semoga nanti baik-baik saja.

"Woy! Dari mana aja lo?" tanya Rizki sambil menepuk pundak Dirga.

"Hmm." Dirga menatap tidak minat.

"Lemes banget lo. Kayak kurang makan," celetuk Bara sambil menenteng tasnya.

Dirga berdecih. Sekarang ia sudah sampai di sekolah dan tengah berdiri di koridor sekolah.

Dirga mengerutkan keningnya. Kenapa gadis itu belum datang juga?

"Dir! Dirga!" Rizki memukul pundak Dirga.

"Lo ngapain melamun?"

"Bacot!" Dirga mendengus.

Sedikit perkenalan, mereka berdua ini adalah sahabatnya Dirga. Mereka selalu bersama hingga sekarang.

"Lo kemarin kemana aja? Gak ngumpul sama anak-anak yang lain," ucap Bara.

"Kepo," balas Dirga ketus.

"Anj---"

"Eh lihat. Bukannya itu Fadil ya. Rival lo dari dulu. Dia sama cewek anjir," Rizki menepuk pundak Dirga dengan heboh.

Dirga berdecak, namun dia langsung terpaku saat melihat gadis yang di bonceng Fadil adalah Syaqilla, istrinya. Tunggu, istri? Sejak kapan dia mengakuinya.

"Bodo amat," ucap Dirga dingin. Ia pun berlalu pergi. Kenapa dia malah merasa panas? Padahal tidak ada hubungannya sama sekali.

Dirgantara (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang