Pembalasan

2K 200 87
                                    

Suara pintu yang terbuka dengan keras membuat mereka yang memejamkan mata sekadar menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya terpaksa membuka matanya. Ketika menengok ke arah pintu kedua mata mereka membulat sempurna. Dua laki-laki yang berada di hadapan mereka mengeluarkan aura yang berbeda bahkan ini lebih menyeramkan.

Mereka berusaha sekuat tenaga menggoyangkan badannya agar tali yang mengikat tubuhnya dapat terlepas, namun tali itu sangat lah kuat. Semakin mereka mencoba menggoyangkan maka yang di dapat hanya rasa sakit yang luar biasa.

"HAHAHA COBA AJA KALAU BISA LEPAS  SESUATU YANG UDAH GUE GENGGAM GAK AKAN MUDAH GUE LEPAS PAHAM!" Teriak Bara sambil menghampiri mereka.

"Sering banget lo semua ganggu ketentraman Geng Asvers selalu aja ngusik kita mau lo pada apa sih anjing? Bahkan lo semua berencana membunuh Dirga cih cara lo semua kampungan," ucap Rizki emosi

Bara jongkok di hadapan lelaki yang sedari tadi menunduk mungkin ia menyesali perbuatannya tapi nasi sudah menjadi bubur apa yang ia perbuat harus di pertanggung jawabkan bukan?

"Nyesel hm?" Bara menarik rambut pria itu.

"Sa-kit Bar." Lirih Angkasa.

Bara mendengus baru segitu aja udah bilang sakit.

"Segitu lo bilang sakit terus apa kabar dengan Dirga yang sekarang gak berdaya di rumah sakit."

"Maaf," ucap Angkasa pelan.

Bara menyunggingkan sebelah bibirnya. "Kata maaf selalu di ucapkan setelah berbuat kesalahan apa kata maaf itu dapat mengembalikan semuanya?"

"Harusnya lo hukum aja si Angkasa buat mati sekalian jangan bawa-bawa kita dong!" Kata Theo tak terima mewakilkan teman-temannya yang lain.

"Lo sama Angkasa sama aja gak ada bedanya anjing!" Nada suara Bara naik satu oktaf.

Angkasa memandang Theo tak percaya selama ini ia selalu membantu Theo bahkan Angkasa sudah menganggap Theo seperti saudaranya sendiri, namun hari ini detik ini Angkasa sudah membuat takdirnya sendiri bahwa setelah ia bebas tidak ada kata sahabat lagi dalam hidupnya.

Bara menarik kursi yang berada di sampingnya ia duduk dengan mengepalkan tangannya erat-era di kedua sisinya.

"Aduh Angkasa nasib lo sial amat punya sahabat kek setan. Awal-awal bakal susah senang bareng eh anjir senengnya bareng pas susah sorry lo siapa ya hahaha."

Angkasa tersenyum miris mendengar ledekan Rizki. Ia tidak menyangka jika sahabatnya bisa melakukan hal itu memang ia salah tapi setidaknya sudah jelas sekali bahwa sahabatnya tidak ada yang mau susah bersama dengannya. Apa yang diucapkan Rizki tidak salah.

"Hebat ya nyalahin orang tuh cepet banget tapi gak intropeksi diri kalau lo pada sama kayak Angaksa," ucap Bara.

Bara beranjak dari posisinya terdengar helaan nafas berat yang keluar dari mulutnya pertanda Bara sudah sangat emosi. Bara dengan gerakan cepat mencengkram kaus Angkasa bayangan sahabatnya yang tak berdaya di rumah sakit membuat emosi Bara sudah sangat tak terkendali.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Berulang kali pukulan demi pukulan di berikan membuat Angkasa pasrah. Ia hanya mampu memejamkam matanya berbicara pun sulit karena rasa sakit yang luar biasa membuat dirinya tak sadarkan diri.

Bara menengok ke samping dengan sorot mata tajamnya yang lain meneguk ludahnya melihat tatapan yang seakan akan ingin melahapnya berbeda dengan Rizki yang tetap duduk santai melihat adegan di hadapannya.

"Lo pikir cuman Angkasa yang akan gue gituin hm jika iya buang pikiran lo itu karena gue akan bersikap adil. Lo semua pun terlibat jadi apa salahnya kalau lo bernasib sama kayak Angkasa," ucap Bara

Semuanya melotot mendengar ucapan Bara tidak mereka tidak mau harus bernasib sama dengan Angkasa. Baru saja akan menjawab Bara sudah terlebih dahulu memberikan bogeman mentah membuat Theo sampai terbatuk-batuk.

Bugh!

Bugh!

"Uhuk uhuk shh sakit."

Rizki yang bosen pun akhirnya melakukan hal yang sama ini lah kebiasaan mereka jika sudah memukul orang tidak mau berhenti namun mereka memukul bukan tanpa sebab ya!

Setengah jam kemudian, Bara dan Rizki mundur ia rasa untuk hari ini segitu saja namun hari berikutnya mereka tidak janji tidak memberikan pelajaran kembali dengan kompaknya mereka menepuk-nepuk tangannya. Senyuman manis terukir di bibir keduanya betapa bangganya mereka melihat karya yang di buat mereka sangat indah berbeda dengan orang lain yang melihat sudah teriak duluan. Bagaimana tidak di sekujur wajah Angkasa, Theo, Fadhil, Rio, Rafi berlumuran darah bahkan mereka sudah tak sadarkan diri.

"Coba aja mereka gak tepar duluan pasti masih bisa nih gue main-main dulu." Kesal Rizki sedangkan Bara tidak merespon ucapan Rizki.

"Bara guguk guguk yo jawab guguk guguk Bara anjing banget." Rizki malah bernyanyi lagu Anjing kecil dengan lirik yang ia ubah semaunya.

Bara menggeplak kepala belakang Rizki dengan sangat keras.

"ANJING BARA SUMPAH DEMI NENEK GUE YANG GAK AKAN PUNYA ANAK LAGI INI SAKIT BANGET BEGO."

Rizki berulang kali mengusap-ngusap kepala belakangnya yang begitu sakit.

"Bara ini mereka di sini sampai kapan?" tanya Rizki yang masih asik mengusap-ngusap kepala belakangnya.

"Sampai Dirga sadar dan bisa kasih mereka pelajaran." Jawab Bara tanpa melirik Rizki. Pandangannya saat ini terfokus ke depan dengan pandangan yang sulit di artikan.

"Pelajaran apa matematika? Si bos aja suka bolos gimana bisa ngajarin mereka coba."

Bara memijit pangkal hidungnya kenapa Rizki jadi tambah idiot begini. Secara tidak langsung yang ia ucapkan menyindir Bara juga karena disitu ada Dirga pasti ada Bara bukan hanya Bara sih tapi pria idiot yang di hadapannya pun pasti ada.

"Eh bego jangan sok polos anjing lo sama gue gak ada bedanya sama-sama suka bolos tapi bukan berarti gue sama Dirga bego ya mungkin kalau lo sih gak perlu di raguin begonya udah permanen."

Setelah mengatakan itu Bara meninggalkan Rizki yang melongo saja sedetik kemudia ia baru sadar jika Bara mengejeknya lagi.

Rizki hanya mampu mengelus dadanya 'sabar'

"Sial si Bara mulut nya kurang belaian," batin Rizki.

Bara keluar dari ruangan suasana di luar sangat ramai karena anak-anak Geng Asvers sedang mengobrol bersama saat awal mereka datang yang lain terlebih dahulu mempersilahkan Bara dan Rizki untuk melampiasakan emosinya duluan dan mereka memilih menunggu di luar.

Bara menghampiri teman-temannya, ia tak sadar telah meninggalkan Rizki yang sudah sangat kesal.

"Gimana Bar seru gak?" tanya salah satu dari mereka.

"Gak sama sekali mereka udah tepar duluan kek ayam si jamilah yang udah gue potong." Bukan Bara yang menjawab melainkan Rizki lah yang menjawab.

"Goblok lo masa mereka disamain sama ayam sih."

"Lah terus apa?" kata mereka semua kompak tak terkecuali Bara.

"Gak tau gue juga cuman kalau ayam kebagusan."

"Anjing! Gue udah nungguin." Kesal Rizki.

"Jangan nunggu sesuatu yang belum bisa di perkirakan akan terjadi ketika harapanmu lebih besar daripada kenyataannya. Jangan marah atas apa yang kamu dapatkan tapi tanya pada dirimu yang mengharapkan sesuatu tanpa tau konsekuensinya."

Mereka semua bertepuk tangan memang Dipto kalau sudah mengeluarkan kata-kata bijaknya sangat aduhai Dipto yang di kasih sambutan seperti itu hanya meresponnya dengan senyuman.

Sahabat sejati adalah kumpulan beberapa orang yang mampu mengerti posisi kita dan mampu menjadi tameng saat kita dalam masalah bukan lari dari kenyataan hanya karena kesalahan semata.

Dirgantara (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang