Ternyata Chandra tidak berbohong. Mobil Porsche yang Revan yakini adalah mobil ayahnya ada di garasi rumahnya. Dan begitu ia masuk ke dalam rumah, sang papa dengan kaos putih dan celana selutut langsung menyambutnya.
"Dateng juga jagoan" ucap Chandra sambil sibuk makan kacang kulit yang ga tau dapet darimana.
Revan langsung melihat ke sekeliling rumah. Ternyata benar-benar tidak ada anak orang.
"Itu Porsche papa?" Tanya Revan sambil duduk di sebelah papanya.
"Yoi, kenapa? Mau?" Tanya Chandra balik.
"Ga ah, norak warnanya" jawab Revan yang memang hanya menyukai warna-warna mobil monokrom.
"Ya kalo kamu mau papa beliin yang baru lah! Ya kali papa kasih yang bekas? Pilih aja mau warna apa, lusa papa kirim" Jawab Chandra masih sok-sokan sirkus melempar kacang ke mulut.
"Nanti garasi Revan ga muat, Pa. Kemaren aja Revan jual tuh Fortunernya buat ganti BMW" ucap Revan yang ikut-ikutan makan kacang.
Chandra menyentil dahi Revan "Gitu aja pake mikir. Beli aja rumah sebelah buat naro mobil. Lagian kamu tuh udah lama papa suruh beli rumah baru, kenapa betah banget sih disini? Perumahannya juga ga elit-elit banget"
Kalo Revan pindah, makin jauh sama Shasha dong, Pa? – batin Revan
"Males ah pindah-pindah. Revan tuh sibuk pa..." Kilah Revan
"Ya tinggal nyuruh orang lah. Ga usah kayak orang susah! Lagian ya, papa tuh kemaren liat rumah bagus di deket kampus kamu." Ucap Chandra yang belum menyadari kehadiran Winda di belakangnya.
"Pa, Revan tau ya kalo papa bilang rumah bagus tuh bentukannya kayak apa! Pasti Segede lapangan bola kan?" Desis Revan.
"Ga nyampe segitu lah! Kurang dikit!"
"Duh, ntar aja deh pindah-pindahnya kalo Revan dah nikah" ucap Revan
Chandra menghentikan kunyahannya dan menatap Revan bingung "Kamu kebelet kawin ya?"
"Dia bilang nikah, Pa... Bukan kawin. Artinya beda. Jangan asal ngomong" ucap Winda dari belakang dan langsung duduk di sebelah Revan dan memeluknya erat.
"Sama aja" Chandra tak mau kalah.
"Ga dua duanyaaaa! Revan ga mau nikah! Apalagi kawin!" Desis Revan "kalo ga sama Shasha" lanjutnya dalam hati.
Revan mengumpati hatinya sendiri. Bisa-bisanya ia berfikir begitu?
Winda menatap anak semata wayangnya itu dan tersenyum "Do you have a crush, sweetheart?"
Revan menggeleng panik "Engga! Mama jangan ikut-ikutan papa dong!"
"Kok papa juga dibawa-bawa sehh?!"
Winda mengusap kepala anaknya "Suka sama lawan jenis itu wajar, sayang... Apalagi kamu kan udah gede, that's absolutely normal..."
"But I'm not. I don't have a crush." Jawab Revan yang tidak 100% bohong karena ia masih bingung dengan perasaannya sendiri.
Chandra ikut merangkul anaknya "Nyari jodoh tuh kayak bersin, tiba-tiba aja pengen."
"Papa sama Mama dulu siapa yang suka duluan?" Tanya Revan penasaran betulan.
"Menurut kamu?" Tanya Winda.
"Ga ada"
"Kok ga ada?" Kini giliran Chandra yang bingung.
"Karena Revan pikir Papa sama Mama dijodohin buat kepentingan bisnis." Jawab Revan to the point.
"UHUK UHUK UHUKKK!" Chandra keselek kacang "—KAMU TUH NAMANYA MENGHINA PERJUANGAN PAPA DAPETIN MAMAMU!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ethereal | Ineffable vol.2 [END]
Ficción General[Ineffable Universe Phase 1] [END] "Dari sini gw belajar, musuh lo bisa jadi temen lo, temen lo bisa jadi musuh lo, dan orang yang ada disisi lo sekarang, belum tentu jadi pendamping masa depan lo" -Abercio Arjuna Danendra from;13 Juli 2020