Genta membuka matanya. Ia mencium wangi khas yang langsung menggambarkan tempat ia berada sekarang.
Lelaki bersurai kecoklatan itu mencoba mencari seseorang di sekitarnya, hingga ia menemukan Lia disana.
"Li..." Panggilnya.
Lia langsung sigap menghampiri Genta dan memegang tangannya "Mana yang sakit?"
Genta menggeleng "Aku kenapa?"
"Kamu pingsan di sana waktu Jun—" Lia menghentikan ucapannya begitu mengingat keadaan Juna sekarang.
"Temen-temen aku dimana? Mereka gapapa?" Tanya Genta dengan tangan yang mencengkram kuat seprai yang melapisi tubuhnya.
Lia menelan ludahnya dengan susah payah "Revan cuma luka-luka, terus kata dokter tangan Nathan patah, dia juga dijait, terus Juna..."
"Juna kenapa?" Tanya Genta dengan mata yang tergenangi airmata.
Lia menggigit bibir bawahnya menahan isakkan "Juna... Koma, Ta"
Airmata Genta kembali tumpah dan ia langsung menarik rambutnya frustasi.
"Maaf... Gara-gara aku semuanya jadi kayak gini" ucap Lia sambil terisak.
Genta memaksakan diri untuk duduk dan memegang pipi Lia "Bukan salah kamu, Li... Aku yang salah"
Kemudian lelaki itu mencabut selang infus di tangannya dan langsung turun dari ranjang rumah sakit.
"Kamu mau kemana?" Tanya Lia mencoba menahan Genta.
"Juna" jawab Genta sambil terus melangkah dengan sempoyongan.
Ia melangkah di lorong rumah sakit, dengan pandangan yang mulai buram karena airmata. Karena sudah mencapai batas tenaganya berdiri, Genta hampir terjatuh jika tidak ditahan oleh seorang perempuan berambut pendek.
"Teteh...?" Ucap Genta setengah terisak.
Mentari langsung memegang kedua bahu Genta "Mau kemana kamu?"
Genta tidak menjawab, karena semakin ia mengingat tujuannya, hatinya semakin perih.
Mentari menariknya ke dalam pelukan dan mengusap-ngusap kepalanya "Juna masih bisa selamat, Ta... Kamu harus banyak istirahat dulu. Jangan keluyuran"
Genta memeluk erat mentari dan menangis kencang di pelukannya
"Harusnya Genta yang celaka, teh!"
"Harusnya Genta yang koma!"
"Harusnya bukan Juna yang ada disana!"
Genta menggeleng dengan nafas tersengal "Genta ga bisa lindungin Lia, Genta juga ga bisa lindungin Juna, emang Genta ga berguna, teh!"
Mentari memeluk Genta semakin erat karena ia turut merasakan kepedihan adiknya itu "Dengerin teteh ya, Ta... Ini musibah, ga ada yang mau semuanya kayak gini... Tolong jangan salahin diri kamu sendiri... Tolong..."
Genta terisak tak karuan.
"Genta mau liat Juna..." Lirihnya
Mentari mengangguk "Ayo, ayo liat Juna. Tapi janji jangan mikir aneh-aneh, ngerti?"
Genta tidak menjawab. Karena ia yakin itu hal yang mustahil dilakukan.
Mentari membawa Genta ke depan ruang ICU yang sudah dipenuhi banyak orang bernama belakang sama itu.
Akhirnya yang bisa Genta lakukan justru semakin menangis kencang karena kaca yang bisa melihat ke dalam ruangan Juna memperlihatkan lelaki itu terbaring di kondisi yang berada ditengah-tengah hidup dan mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ethereal | Ineffable vol.2 [END]
Fiksi Umum[Ineffable Universe Phase 1] [END] "Dari sini gw belajar, musuh lo bisa jadi temen lo, temen lo bisa jadi musuh lo, dan orang yang ada disisi lo sekarang, belum tentu jadi pendamping masa depan lo" -Abercio Arjuna Danendra from;13 Juli 2020