Mereka berempat membagi dua tim untuk berangkat menuju tempat penculikan Lia. Juna bersama dengan Genta, dan Revan bersama Nathan.
Entah mengapa, firasat keempatnya tidak enak sejak awal keberangkatan.
"... Kok tiba-tiba gue pengen nelfon kak Jingga ya?" Tanya Juna begitu mobil mereka berhenti di lampu merah.
Genta menoleh "Telfon aja"
Juna menyambungkan telfonnya pada Jingga lewat mobilnya.
"Halo? Kenapa Jun? Tumben nelfon?" Tanya Jingga yang terdengar sedang lenggang.
"...Kak"
"Kenapa??"
Perasaan Juna semakin campur aduk. Seperti ada gelenyar aneh di dadanya.
"Gue... Takut"
"Hng? Takut? Takut kenapa? Kamu kenapa sih? Jangan bikin panik ya!"
Juna menghela nafasnya. Sial. Kenapa dia malah jadi mau menangis?
"Gue mau ngomong sekali. Ga ada pengulangan. Jadi lo denger baik-baik" ucap Juna.
"Ya udah ngomong aja. Daritadi juga kakak dengerin"
"Selama ini gue selalu benci sama lo, it's because I want to be like you, kak. Gue iri karena lo selalu bisa jadi anak yang dibanggain papa. and after years, gue sadar... Lo ga pantes gue benci, kak. Ngeliat lo yang selalu khawatirin gue, bikin pikiran gue terbuka, lo dibanggain sama papa, karena emang lo pantes."
"..."
"Gue selama ini selalu nunjukin rasa sayang gue ke Kak Ann, tapi gue ga pernah nunjukin rasa sayang gue ke lo ataupun ke papa. Tapi gue cuma mau lo tau... Gue juga sayang kalian"
Pip!
Juna mematikan sambungan telfonnya dan tidak menjawab panggilan yang terus-terusan masuk ke handphonenya.
"Baru kali ini gue liat lo se-mellow itu sama Kak Asu" ucap Genta sambil melirik Juna yang memegangi dahinya dengan siku yang menempel pada jendela mobil.
"Sumpah kenapa rasanya gue kayak mau mati ya?" Tanya Juna yang gugup setengah mati.
Genta meninju lengan atas Juna "Gue belom mau dateng ke pemakaman siapapun. Apalagi lo! Ga usah mikir macem-macem deh! Lo kayak gitu malah bikin gue ikutan takut!"
Juna mengatur nafasnya, mencoba memanggil kembali Juna yang tidak takut apapun.
Lo udah pernah hampir mati dua kali, Jun. Entah apapun yang mau lo hadapin sekarang, lo udah pernah ngehadapin yang lebih dari itu . – batin Juna
Setelah 2 jam perjalanan, sampailah mereka di sebuah pabrik luas yang terbengkalai. Mereka parkir cukup jauh dari pabrik tersebut dan menyusun rencana sambil mengintip ke dalam area pabrik.
"I see 20" Ucap Revan sambil menelan ludah.
"Brengsek..." Gumam Juna "Kita kalah jumlah"
Nathan yang mengintip di sisi lain kembali dengan wajah gugup "Kayaknya disana ada 10 orang"
Juna memejamkan matanya "Masuk kesana sama aja bunuh diri"
Di fikiran Genta hanya ada Lia. Ia benar-benar tidak tau harus apa, tapi ia juga memikirkan bagaimana jika Lia sedang berada dalam keadaan terburuknya?
"Terus sekarang gimana?" Tanya Revan.
Juna terdiam, ia benar-benar blank, sampai matanya bertemu dengan mata milik Nathan. Lelaki itu mengangguk sebagai isyarat bahwa ia akan mendengarkan arahan Juna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ethereal | Ineffable vol.2 [END]
Ficção Geral[Ineffable Universe Phase 1] [END] "Dari sini gw belajar, musuh lo bisa jadi temen lo, temen lo bisa jadi musuh lo, dan orang yang ada disisi lo sekarang, belum tentu jadi pendamping masa depan lo" -Abercio Arjuna Danendra from;13 Juli 2020