Bagi Selli, hidupnya seolah sudah diatur di sepanjang garis tangannya. Beberapa hari belakangan, Selli mulai mencoba menerima takdir tersebut dengan lapang dada.
Jika ia diharuskan menjadi ketua yayasan, akan ia lakukan.
Jika ia diharuskan untuk melakukan banyak hal yang tidak ia sukai, akan tetap ia lakukan.
Dan banyak hal yang awalnya tidak ia pahami mendadak menarik baginya. Karena ia tau, ungkapan tak kenal maka tak sayang memang ada benarnya.
"Jadi mau ga mau aku harus pindah lagi, pa?" Tanya Selli sambil mengetikkan sesuatu di laptopnya. Handphone gadis itu dijepit diantara telinga dan bahu kanannya.
"Kalau kamu ga pindah, kamu bakal capek banget pulang-pergi nya" ucap Fajar dari sambungan telfon.
"Tapi aku suka disini..." Gumam Selli.
"Kamu suka karena pacar kamu disana kan? Cepat atau lambat dia juga pasti balik ke Jakarta."
"Dia masih harus kuliah kali, Pa"
"Kamu sebenernya niat jadi ketua yayasan ga sih?"
Selli memejamkan matanya. Ia pun berhenti mengetik karena ayahnya sudah menaikan satu oktaf dari nada bicaranya.
"Aku niat, Pa. Cuma—"
"Kalau kamu niat, harusnya kamu ga usah mikirin pacar kamu gimana. Kalian sama-sama udah dewasa, ga ada kamu pun dia ga bakal mati"
Gadis itu kembali menggenggam ponselnya, ia memaksa emosinya untuk turun "Ya udah iya... Kapan aku harus pindah?"
"Secepatnya. Setelah natal mungkin?"
"Oke... Papa atur aja"
"Hm. Jangan lupa makan, minum vitamin, jangan lupa ke Gereja juga"
"Iya pa. Bye..."
Tut.
Selli menaruh ponselnya. Karena ia pernah menjadi anak 'nakal' ia seperti mendapat karma dan terpaksa mengikuti semua kemauan ayahnya. Walaupun ia bisa menolak, tapi bukan itu masalahnya.
Ayahnya tidak suka ditentang.
Begitu ia ingin kembali mengetik, netranya tak sengaja melihat seseorang yang tak asing di matanya.
"Rissa!" Panggil Selli sambil melambaikan tangannya agar perempuan itu menangkap sinyalnya.
Gadis berkulit seputih salju itu mengangkat kedua alisnya. Terkejut.
"Oh? Hai!" Rissa ikut melambaikan tangannya.
"Sendirian? Sini bareng gue aja" ajak Selli sambil menunjuk kursi di depannya.
Karena Rissa tidak mungkin menolak, ia jadi duduk di depan Selli. Kalau boleh jujur, rasanya agak janggal mengingat hal yang terjadi pada dirinya di waktu lampau.
"Lo kesini sama siapa?" Tanya Selli sambil mematikan laptopnya. Hal yang ia ketik bisa ia lanjutkan kapan-kapan.
"Sama sepupu gue sih, tapi anaknya cuma nganter" ucap Rissa sambil tersenyum ramah.
"Oh Hugo ya?" Tebak Selli.
"Lo kenal dia?" Tanya Rissa tak menyangka.
Selli terkekeh "Kenal lahh! Kan dulu kita satu SMA. Muka lo emang ada mirip-miripnya sih sama Hugo"
Rissa memasang wajah geli "I heard it many times but I still can't think it's a nice thing to hear."
Selli kembali tertawa karena wajah geli Rissa terlihat realistis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ethereal | Ineffable vol.2 [END]
Fiksi Umum[Ineffable Universe Phase 1] [END] "Dari sini gw belajar, musuh lo bisa jadi temen lo, temen lo bisa jadi musuh lo, dan orang yang ada disisi lo sekarang, belum tentu jadi pendamping masa depan lo" -Abercio Arjuna Danendra from;13 Juli 2020