PART 32

2.1K 280 31
                                    

Sambungan telepon yang sudah Indri upayakan sebanyak lima kali, akhirnya ditanggapi oleh Inna. Putrinya itu meminta maaf atas sikapnya, menjelaskan bahwa dirinya sedang berada di jalan dan membuatnya terkejut.

Bagaimana tidak, tujuan yang  Indri ketahui atas kepergian Inna ke kota Tarakan bukanlah untuk sibuk melancong layaknya para turis mancanegara ataupun masyarakat lokal kebanyakan, namun anak perempuannya itu seakan melupakan hal tersebut.

Indri nyaris menumpahkan kekesalannya di ujung sambungan telepon, namun urung sebab ada banyak perkara yang harus ia utarakan, terutama tentang keberadaan Torra.

"Kamu harus balik secepatnya, Nduk. Nanti Ibu kirim duit tiket ke Mbok Lik Intan, biar besok udah bisa jalan," ujar Indri masih bersama sejumlah kesabarannya.

Inna yang terkejut pun dengan cepat mengeluarkan penolakannya, "Aduh, Bu... Nggak mau ah. Inna kan masih betah di sini."

"Duh, Gustiii...! Kalau namamu tiba-tiba ada di kantor polisi terus tetangga sampai Paklik di sana juga dengar piye toh, Nduk? Dia itukan orangnya keras juga. Kamu pikir kemarin itu Ibu sama Intan nggak ribut gara-gara kamu? Dia ngiranya kamu ke sana buat liburan, Nduk! Karena Ibu bilangnya kamu suntuk di sini dan suamimu sibuk kerja di Timor sana. Sama kamu malah diajak curhat masalah rumah tangga! Jadinya kan Ibu yang disalahkan karena kamu kabur ke rumahnya." Membuat Indri dengan serta merta meledakkan semua persediaan bom atom yang ada di dalam dirinya.

Setelahnya, dapat dipastikan Inna merasa tubuhnya menegang, tersentak atas usaha Torra yang tidak mengenal lelah untuk kembali bersamanya.

Dengan terus mencoba menyepelekan, Inna berharap ibunya bisa membantu dan tidak ikut terpengaruh, "Udahlah, Bu. Santai aja."

"Santai gimana? Wong dari tadi itu dia sudah pergi ke kantor Pamannya kok di Bandara itu. Katanya kerja di Angkasa Pura bagian apa gitu yang bisa bantuin ngecek penumpang keluar dan masuk. Dia cuma mau mastikan aja apa nama kamu ada di daftar apaan gitu, biar dia tahu tujuanmu itu kemana soalnya Nak Aldi terus disalahkan dari tadi!" Tetapi lagi-lagi Indri berhasil menjadikan ketegangan di dalam diri Inna naik dua tingkat ke level awas.

Beruntung saat itu keduanya sedang berbicara dari sambungan telepon, karena jika tidak, maka dapat dipastikan bahwa berpura-pura santai yang Inna lakukan akan dengan mudah terbaca oleh mata tua Indri.

Sejumlah tuntunan baru Inna perdengarkan agar dapat dipahami oleh ibunya dan tidak menyalahi serta merusak suasana hati, "Biarin aja, Bu. Suka-suka dia mau ngapain, yang penting Ibu jangan  coba kasih informasi tentang aku di mana sama nomor handphone ini juga jangan sampai bocor ke Torra. Ibu hapus semua SMS yang tadi dikirim ke aku, hapus juga daftar panggilan masuk dan keluar, bila perlu nomorku ini diblokir aja. Bisa kan, Bu?"

"Ibu bakalan diajak ke kantor polisi, Nduk! Ibu harus gimana?" Tetapi Indri masih saja belum beralih dari kecemasan yang Torra ciptakan itu.

Mulai terlihat ling-lung di pandangan Rommy yang bertanya dengan bahasa tubuh, pada akhirnya Inna memilih untuk mengingatkan janji dari bibir ibunya sebelum ia sampai di kota Tarakan, "Harus kuat dong, Ibuuu.. Stronggg...! Kan kemarin Ibu bilang Inna ke sini aja, nggak apa-apa. Nanti Ibu yang atur sandiwaranya kalau Torra tanya-tanya lewat telepon atau nyariin aku ke rumah. Lupa ya?"

"Aduh, Inna Bastariii...! Ibu pikir suamimu itu nggak akan repot-repot nyari kamu kayak gini, Nduk! Kan kamu bilang dia tidur sama mantan pacarnya! Jadi ya perkiraan Ibu, dia bakalan senang atau basa basi aja gitu pas telepon. Eh, ini malah kayak kilat gitu! Datang tak dijemput, pulang tak diantar!" Alih-alih sadar akan ketidakberesan yang sudah diperbuat, Indri masih tetap sama, kekeuh dan juga terdengar memaksakan kehendak.

Tolong, Ceraikan Aku! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang