EXTRA PART 2

1.3K 230 66
                                    

Memiliki dua anak sekaligus saat seluruh tubuh masih belum bisa bergerak bebas, dari bibir Inna ternyata bukan hanya terlontar sejumlah rasa syukur, tetapi juga gerutuan hingga membuatnya menyerah dan memilih untuk menggunakan jasa pengasuh bayi, "Mba Lis, Rana sudah dimandikan belum tadi?"

"Sudah, Bu. Sekarang lagi main sama neneknya di halaman samping. Ada simbok juga di sana." Sebagai salah satu penggerak PKK, Inna juga wajib mengambil bagian untuk melengkapi pekerjaan Torra, jadi itulah mengapa ia harus mengalah dengan keadaan. 

Namun, pilihan bukan jatuh pada seorang perempuan muda, "Baguslah. Titip anak-anak bisa kan, Mba Lis?" 

"Bisa, Bu. Siap-siap." Karena Inna memilih untuk memperkerjakan wanita setengah baya yang sudah tidak memiliki suami lagi.

Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat untuk perempuan yang biasa Inna panggil dengan nama mba Lis itu, "Saya sama bapak cuma pergi dua hari aja kok. Nanti semua keperluan Nara sama Rana, Mba tinggal ngomong aja sama ibu. Terus yang ini untuk urusan mba Lis. Mau beli sabun atau apa gitu ya?"

"Terima kasih banyak, Bu."

"Sama-sama. Ya udah saya tinggal mumpung Nara masih bobok. Rana mah anteng jadi kalau ngelihat kita juga nggak akan nangis parah."

"Hehehe... Mas Nara terlalu sayang sama bundanya, Bu."

"Hehe... Iya, Mba Lis. Padahal yang adik Mba Rana." Dan seringnya Inna mempercayakan Nara yang rewel untuk diasuh oleh Lisa, berhari-hari ketika Torra memboyong istrinya ke luar Kota.

Ya, Torra dan Nara nyaris tidak ada bedanya. Entah mengapa Kedua laki-laki itu harus selalu menempel pada Inna, hingga terkadang perdebatan terjadi akibat rasa keberatan dari wanita itu.

Seperti saat ini ketika Torra wajib mengikuti kunjungan kerja ke Kabupaten Timor Tengah Utara, ia meminta Inna untuk ikut bersamanya, padahal si kembar sangat membutuhkan ibunya.

Alasan yang Torra gunakan saat merayu Inna adalah kedua butuh berbulan madu, padahal selama tiga tahun ke belakang, hal tersebut acap kali terjadi akibat sikap pemaksaannya.

Naik ke atas motor 4 Tak, Torra pun bertanya sembari tersenyum manis, "Sudah siap, Bunda?"

"Entahlah, Yah. Bunda nggak tahu harus ngomong apa sama ide gila ini." Mendapatkan jawaban lirih dari pita suara Inna, sebab ia tidak yakin dengan keinginan Torra yang ingin pergi ke kota Kefamenanu menggunakan sepeda motor.

"Hahaha... Nanti kalau capek ya kita gantung motor, Bun. Yang penting kan semua koper udah ayah titip di mobilnya pak Kadis. My trip, my adventure gitu lho. Iya kan?" Namun, yang Torra keluarkan dari bibirnya adalah kekehan tawa, meyakinkan Inna bahwa keinginannya tidak salah kali ini.

Torra sudah lama tidak mengendarai motor dengan jarak yang lumayan jauh,  "Hm, terserah ayah aja deh. Intinya jangan bikin bunda jatuh dari motor!"

"Siap, kanjeng Ratu. Itu nggak akan terjadi!" Terlebih kali ini Torra harus melewati satu kabupaten agar dapat sampai ke tempat tujuannya.

Jika menggunakan mobil, waktu mereka akan sampai setelah 3 jam 47 menit, sebab jarak tempuhnya adalah 166, 4 kilometer, "Kita nggak kemalaman di jalan nih? Ayah kan kalau naik motor alay. Segala pemandangan nggak jelas pun difoto. Tuh buktinya. Kameranya udah gelantungan di leher aja."

"Nggak akan kemalaman kalau kita jalannya sekaranglah, Bun. Oesao-Kefa berapa lama, sih? Kecuali tujuannya ke Atambua baru deh kemalaman." Tetapi karena kali ini keduanya mengendarai motor, maka Inna pun mulai mencibir Torra jika mereka pasti akan kelamaan di jalan, akibat hobi baru suaminya itu.

Torra yang sudah menjalankan motornya sampai di tikungan menuju ke jalan negara, berusaha berkilah, dan kali ini Inna memberinya sindiran tambahan, "Ya, kita lihat aja nanti deh. Siapa yang nggak kenal ayah. Hari ini janji A besok bilang F. Katanya mau jalan bareng rombongan pak Kadis, tahu-tahunya malah ngajakin bunda motoran. Mendingan tidur di rumah."

Tolong, Ceraikan Aku! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang