46. belom selesei

2.7K 504 59
                                    

Entah sudah keberapa kalinya suara tembakan mengagetkan mereka. Namun, kali ini yang membuat Haechan terkejut adalah bukan karena tembakan sang musuh. Melainkan temannya sendiriㅡJaemin yang dengan sigap membidik lawan yang mengagetkan mereka dengan muncul tiba-tiba.

Sudah pasti tembakan Jaemin mampu membuat pria berpakaian hitam-hitam itu terjatuh ke belakang dan sepertinya pingsan (?) Mereka tidak tahu, tapi yang jelas Haechan maupun Jaemin sendiri bisa melihat ada bekas tembakan baru di bagian perut pria itu. Agak lega, tentu saja karena tembakannya tak mengenai daerah vital.

"JAEMIN ASU!! NGAGETIN ANJENG!!" kesal Haechan dengan wajah penuh lebamnya.

Haechan sudah hampir serangan jantung jika temannya itu tertembak juga. Entah apa nasibnya kalau Jaemin tertembak dan menyisakan dirinya yang sudah penuh dengan lebam seperti ini.

"Alay ah, udah gue mau nyusul Pak Jeff. Miss Irene juga kan bilang bakal nyusul ke sini," ujar Jaemin melangkah meninggalkan kedua temannyaㅡjangan lupakan satu orang berpakaian hitam yang tergeletak dengan mata menatap langit-langit gedung.

Haechan sendiri menatap orang itu dengan pandangan aneh. Maksudnya, ia rasa pistol yang menembak orang itu masih biasa saja dibandingkan dengan pistol yang menembak temannya. Tapi orang itu sudah tergeletak tak berdaya, sedangkan Jeno masih mampu berbicara sepatah kata walaupun agak sedikit terbata-bata.

"Ck, asli ya lo semua gak niat banget nolongin nyawa gue. Kenapa kudu bawa empat polisi sih? Gak sekalian banyakan aja. Kayak gini kan lo juga yang kena," ujar Haechan dengan frustasi.

Bagaimana pun ia kesal dengan cara berpikir ketiga temannya. Bagi Haechan, ketiga lelaki itu sangat tanggung. Haechan juga sadar bahwa kekuatannya untuk memukul atau berkelahi sangat amatir. Apalagi yang mereka lawan bukan geng biasa.

"Am.. bil, disㅡsaku, gu... e Chan," ujar Jeno dengan terbata-bata dan napas yang tak teratur.

Haechan mengernyit tapi dengan patuh menuruti apa yang Jeno ucapkan. Keningnya mengernyit kala menemukan sebuah benda berbentuk silinder yang berwarna hijau army yang berukuran segenggaman kini berada di saku Jeno.

"Apaan Jen?" tanya Haechan bingung.

"Granat asap."

Haechan mengangguk.

"Terus buat apa?" tanya Haechan masih tak paham.

"Jen," panggil Haechan.

Haechan menoleh dan membulatkan mata melihat mata Jeno sudah terpejam, tak lagi membalas perkataannya.

Lelaki itu lantas menggoyangkan tubuh temannya dengan kencang. Dan menempelkan kedua jarinya di leher Jeno. Menghela napas lega, setidaknya masih ada detak jantung walaupun samar-samar.

"Gue apain anjir," Haechan menggaruk kepalanya.

Lalu menyeringai.

"Maap ya Jen, gue gak mau ngapa-ngapain lo kok. Tapi serius yang gue tau granat asap tuh bahaya kalo udaranya kita hirup jadi, gue pinjem baju lo buat nutupin hidung lo sama hidung gue," jelas Haechan.

Haechan menarik kemeja yang Jeno kenakan sebelumnya yang digunakan temannya itu tanpa dikancing. Lalu dengan gemas merobeknya menjadi dua, untuk sekarang Haechan tidak memedulikan harga baju yang Jeno pakai. Hanya saat ini saja, mengingat keadaan sedang genting.

Setelah kemeja tersebut terbagi menjadi dua, Haechan menggulungnya menjadi memanjang dan mengikatnya di bagian belakang kepala, membiarkan hidungnya tertutup. Lalu Haechan juga tak lupa mengikat seperti yang ia lakukan tadiㅡkepada Jeno.

Dengan gerakan pelan Haechan menarik tubuh Jeno untuk memeluk lehernya dari belakang. Ya, idenya untuk lari keluar dari tempat ini adalah ide yang ia dapatkan setelah Jeno barusan memberikannya sebuat granat asap.

detective H2J2⏸NCT DREAM 00 [] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang