Part 2

692 74 4
                                    

Written by sabiqisedogawa21

Senyum semringah terkembang di bibir Riri, ketika bus berukuran 36 seat berhenti di depan gedung berlantai tujuh belas dengan warna broken white. Matanya tak berkedip memandang lobi yang luas dengan dua pintu kaca bertandakan masuk dan keluar.

Begitu melewati pintu kaca, terpampang layar lebar berisikan video kegiatan pejabat utama dan keberhasilan yang dicapai. Tak jauh dari  tempatnya berdiri, Riri melihat tempat menerima tamu yang dilengkapi dengan mesin antrean dan alat scan bagi siapa saja yang hendak lalu lalang.

Mata Riri berbinar membayangkan ia akan berada di gedung itu, setelah berhasil lulus dari Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS).

“Ayo semua berbaris. Kita menuju lantai sembilan.” Suara AKP Ahmad terdengar lantang, memandu rombongan.

Riri berjalan berdampingan dengan Maya, rekan satu flat selama pendidikan.

Rombongan sampai di aula lantai sembilan. Aula yang megah dan luas, terasa melebihi lapangan sepak bola. Deretan kursi yang tertata rapi, tidak menghabiskan seperlima luas ruangan.

Setelah briefing, diumumkan bahwa rombongan yang terdiri atas dua puluh orang akan melewati masa orientasi di Biro Renmin minimal selama dua bulan, dan akhirnya ditempatkan di tempat penugasan masing-masing sesuai kebutuhan dan ketersediaan posisi yang ada.

Riri menghela napas panjang. Ternyata ia belum bisa langsung bekerja di tempat idaman sejak awal pendidikan. Menjadi seorang Penyidik adalah cita-citanya sejak kecil.  Ia teramat mengagumi ayahnya yang juga berprofesi seorang penyidik.

Penyidik adalah anggota kepolisian yang bertugas menangani kasus-kasus Tindak Pidana yang terjadi di masayarakat.

“Kamu kenapa, Ri? Kok diam saja?” bisik Maya tepat ditelinganya.

Riri menggelengkan kepala. “Hanya berpikir apa yang akan kita kerjakan selama dua bulan?”

Tawa renyah Maya terdengar.  Maya mengusap rambut pendek milik perempuan cantik di depannya, yang sudah hampir delapan bulan dikenalnya. Rekan satu flat ini terkenal pandai dan  termasuk siswa  yang menonjol selama pendidikan.

“Ayo semua berkumpul. Kita touring ke setiap ruangan di lantai ini.” AKP Ahmad memandu rombongan lagi. 

Riri bangkit dari duduk dan bersiap-siap masuk ke barisan.
Rombongan berjalan menyusuri lorong yang berhiaskan pigura foto-foto di sebelah kanan dinding.

“Nah, ini foto para pejabat utama di Biro Renmin dari masa ke masa,” jelas AKBP Supriyadi, salah satu anggota tim penerima rombongan.

Bola mata Riri berbinar melihat deretan foto yang terpasang. Betapa gagahnya mereka dengan seragam kebesarannya.

“Ini foto kegiatan yang pernah dilaksanakan oleh Biro Renmin selama  lima tahun terakhir. Sebenarnya ada banyak sekali kegiatan, tapi yang di foto-foto ini adalah kegiatan  besar dan sangat penting,” ucap AKBP Supriyadi lagi saat menjelaskan foto berikutnya.

Riri memperhatikan foto-foto kegiatan yang dimaksud. Tiba-tiba matanya  terpaku pada satu sosok dalam foto. Sosok itu berada di antara sekumpulan orang saat foto bersama. Mendadak jantungnya seperti berhenti berdegup. Bibirnya tak sanggup mengeja nama ayahnya yang sangat ia rindui. Ayah yang saat ini tidak diketahui keberadaannya.

“Ipda Arina Prameswari, ada masalah?” suara berat milik seseorang menyadarkan Riri dari pergulatan batinnya. Laki-laki dengan seragam putih hitam berdasi merah, berdiri menatapinya dengan kening yang berkerut.

Tempat Kita PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang