Part 7

380 63 3
                                        

Written by : San Hanna

Akhirnya saat-saat yang ditunggu Riri tiba, yaitu posisi penempatan dirinya yang baru selaku penyidik Bareskrim. Dia berharap akan ditempatkan di subdit tempat ayahnya bekerja sebelum hilang. Gadis itu sudah membayangkan akan mencari dan mengumpulkan setiap informasi di tempat tersebut. Namun semua itu hanya tinggal harapan, karena Riri ditugaskan di subdit lain.

Awalnya Riri tidak begitu senang dengan kabar tersebut, tapi setelah dipikirkan lagi, dia bisa menerimanya. Walau bukan di tempat yang sama, setidaknya masih dalam naungan direktorat yang sama.

Pagi itu Riri sudah menunggu Direktur ruangannya untuk menerima wejangan tentang posisi barunya. Gadis itu sempat bingung, mengapa dari sekian orang yang tertera dalam TR, dirinyalah yang dipilih untuk menghadap lebih dulu. Tapi semua itu langsung terjawab saat dia bertemu dengan pimpinan tertinggi di direktoratnya. Sang Direktur ingin melihat peserta terbaik yang ternyata adalah anggotanya, dan ingin memberikan pengarahan langsung.

“Selamat ya, Ri, atas tugas barunya. Saya berharap banyak,” ucap sang Direktur setelah mereka berjabat tangan. Riri merasa aneh, karena pimpinannya tersebut sudah mengatakan hal itu sebelumnya, dengan bahasa yang lebih formal. “Saya tahu arti keterkejutanmu,” kata perwira bintang satu tersebut, “tadi pesan saya secara jabatan, sekarang pesan saya secara personal. “Saya kenal baik ayahmu. Saya sangat terkejut saat draft surat itu datang. Saya tidak punya pilihan lain. Kamu pasti tahu, masuk dalam DPO bukan berarti ayahmu bersalah.”

Jantung Riri mulai memompa darah dua kali lebih cepat. Setiap kali mendengar hal itu, tubuhnya selalu bereaksi sama. “Siap, Dan. Delapan enam,” sahutnya. “Saya pamit, Pak, mau langsung ke renmin.”

Gadis itu terus mengafirmasi dirinya mulai dari ruangan direktur, sepanjang jalan menuju biro lamanya, dan saat menuju tempat kerja barunya. Hal tersebut terbukti lebih ampuh untuk meredam emosi, saat ada yang menyinggung soal status ayahnya. Atau orang yang sikapnya berubah sejak kabar itu menjadi rahasia umum. Seperti Bei saat ini.

Bei adalah orang yang mengantar Riri menuju ruangan barunya. Dulu Bei sering menggodanya untuk hal-hal receh, tapi sekarang sikapnya jadi kaku. Dia terlihat menjaga jarak, seolah-olah Riri mengidap penyakit menular.

Bei membuka sebuah pintu. Di dalam sudah ada beberapa orang dan semuanya laki-laki. Mata mereka mengikuti setiap langkah Riri menuju sebuah ruangan. Setelah mengantar dan mengenalkan Riri pada Kasubdit Narkotika, Bei undur diri.

Sama seperti ketika bertemu Direktur tadi, sekarang pun Riri masih menerima petuah yang serupa. Kasubditnya menekan kombinasi angka pada telepon di mejanya, dan hanya mengatakan, “Ke sini segera,” lalu meletakkan gagangnya. Tak lama, seorang petugas masuk dan langsung diminta untuk mengantar Riri bertemu Kanit tempatnya bertugas.

Riri terkejut ketika mengetahui Kanitnya adalah Ghanis, orang yang pernah dia temui di Megamendung. Ghanis pun sama terkejutnya dengan gadis itu. Pandangan mereka bertemu dan sempat terkunci beberapa waktu. Dan saat sempit itu diketahui oleh seorang laki-laki yang bertubuh tinggi besar, dan berambut gondrong.

Obie Pandabotan atau yang akrab dipanggil Panda oleh rekan-rekannya, berdeham. Hal itu membuat Ghanis dan Riri mengalihkan pandangan.

“Kita kedatangan anggota baru hari ini. Ipda Arini Prameswari, yang resmi menjadi penyidik di unit kita,” seru Ghanis. “Ipda Arini adalah lulusan terbaik dalam Dikbang kemarin. Semoga kehadirannya bisa meningkatkan kinerja unit kita dan kepolisian.”

Riri menyalami semua orang yang ada di ruangan sambil mengingat nama mereka satu per satu.

Tidak seperti saat di biro di mana petugasnya lebih rapi. Meski sama-sama anggota polisi, penampilan mereka sangat bertolak belakang. Ada yang rambutnya gondrong sampai warna-warni. Dia sudah tahu hal itu sejak lama dari ayahnya, tapi rasanya berbeda saat melihatnya sendiri, apalagi bekerja sama dengan mereka.

Jumlah orang dan kubikelnya tidak berbanding lurus. Tentu saja lebih banyak meja dan kursinya. Riri di tempatkan pada kubikel di seberang milik Obie. Dia sudah menantikan sederet jadwal kegiatan lapangan yang akan dilakukannya sebagai penyidik, tapi sampai penghujung hari apa yang dinantikannya tak kunjung tiba. Alih-alih mendapat bagian aksi, Riri malah bertugas untuk mengurus berkas.

Tidak ada bedanya dengan tugas di biro, batin Riri. Ataukah karena dirinya adalah satu-satunya perempuan di unit ini, jadi mereka melimpahkan tugas administrasi padanya? Pertanyaan itu muncul begitu saja.

“Ri,” panggil Obie setelah menggeser kursinya, “nanti ada acara nggak?” tanyanya begitu Riri mengangkat kepalanya. “Di sini kayak ada semacam ritual gitu, tiap kali ada anggota baru. Apalagi cewek. Jarang pake banget,” ucapnya sambil berbisik.

“Ritual?”

“Iya. Wajib, lho!” Begitu Riri mengiakan, Obie langsung mengirimkan pesan di grup unit. Berbeda dengan ucapannya pada Riri, Obie bilang tujuannya biar Riri betah, dan hal itu diamini semuanya.

*

Hanya Ghanis yang belum tiba di tempat yang dinfokan Obie. Lelaki itu masih berada di ruangan Kasubdit saat yang lain meninggalkan kantor. Tapi dia minta dipesankan makanan dan minuman lebih dulu.

Riri merasa canggung berkumpul dengan orang yang baru ditemuinya. Tapi semua itu segera lenyap, saat Obie mulai menceritakan semua kejadian seru yang pernah dialami anggota mereka. Mulai dari Heri yang selalu harus menunjukkan lencana karena dikira pemakai dari penampilannya, sampai Bone yang menggunduli kepalanya, lantaran pernah masuk dalam kubangan saat mengejar tersangka, dan ada lintah yang bersarang di rambutnya selama tiga hari.

“Ada yang lupa diceritain tuh kayaknya,” sambar Ghanis saat mendekat. Obie yang sebelumnya duduk berhadapan dengan Riri, bergeser dan memberikan tempatnya pada Ghanis.

“Cerita yang mana?” sahut Obie berusaha mengingat kejadian lainnya.

“Itu, Pan, tentang anggota yang nyangkut di gorong-gorong karena nggak sadar ukuran badannya,” timpal Heri.

Riri bisa menebak siapa orang yang dimaksud. Selain hanya Obie yang bertubuh besar, wajahnya pun kini bersemu.

“Jangan pura-pura lupa dong!” Sekarang Bone ikut bersuara. “Itu kan awal mulanya dari julukan Panda yang termasyhur.”

Semuanya tergelak, menyisakan Obie yang membisu.

Ghanis menanyai Riri tentang kesan pertamanya. Dia tidak merasa aneh saat gadis itu menjawabnya dengan jujur apa yang dia rasakan. “Kamu jangan salah sangka. Semua yang ada di sini pernah di posisi kamu sekarang. Lagian saya tidak mungkin menyia-nyiakan anggota yang berbakat sepertimu berlama-lama untuk mengurusi administrasi. Anggap saja itu proses pembelajaran untuk mengenali tanggung jawab baru.”

Riri hanya menganggukkan kepala.

“Sabar, Ri, nanti juga tiba masanya kamu berkeliaran di jalan. Emangnya nggak takut jadi gosong atau punya kantong mata?” Obie menunjukkan lingkar matanya pada Riri. “Kalau udah keluar kandang ngejar Anak Kijang, bisa-bisa jarang pulang, terus istri ngambek, dan akhirnya di kasih punggung.”

Ketika yang lainnya tertawa, Riri hanya bisa mengulum senyum. Dia tidak menyangka Obie atau Panda bisa secerewet itu.

“Kalau Mas Ghanis mah enak. Udah nggak ada yang marah kalau nggak pulang-pulang,” kata Obie lagi, “Duren lho, Ri. Duda keren.” Ghanis hanya menggeleng pelan dengan mimik datar. “Oiya, kamu nggak usah mikirin kasus Pak Ismawan. Cepat atau lambat, semuanya pasti terungkap.”

Obie mengucapkannya dengan santai, namun jantung Riri tidak bisa bereaksi sama. Lima menit setelah menghabiskan makanan dan minumannya, dia langsung pamit dengan berdalih ada urusan mendadak.

Bayangan gadis itu sudah tidak tampak dan saat Heri berkata, “Itu mulut, filternya dipake!” kemudian menyumpalkan garlic bread ke mulut Obie.

=================================

Perjuangan banget nulis part ini. Mata beler, hidung meler. Komplit syudaaaah. Masa gara-gara keujanan bentar jadi pilek? Etdaaah emang eike bocah?!
.
Sudahlah, abis ini minum obat terus tidur.
.
Happy reading, Gengs. Itu jempol jangan lupa digoyang dikit buat kasih vote. Maacih.
.
See yaaaa very-very soon.

Tempat Kita PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang